"Jahat...." umpat Dinda memukul-mukul pintu yang berdominasi warna abu-abu itu.
Sementara Rehan berjalan meninggalkan rumah sakit dengan emosi yang masih membeludak. Kata-kata kasar masih terus keluar dari mulutnya untuk mengumpat Dinda.
Langkah kakinya terus membawanya hingga ke parkiran mobil dan berhenti sejenak dengan nafas yang masih belum teratur.
"Kurang ajar si Dinda, berani-beraninya dia mempermalukan aku di depan banyak orang. Awas aja nanti aku bikin dia menyesal sudah melakukan itu," kata Rehan sembari memukul stir mobilnya dengan tangan kanannya. Wajahnya merah padam menahan amarahnya pada Dinda yang tak bisa di lampiaskan.
Rehan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat pemandangan di luar mobil tak dapat di nikmati keindahannya.
Tak ada tempat yang akan di tuju oleh Rehan selain Sekar Anastasya saat ini. Wanita yang menurut Rehan bisa memberikan segalanya yang di inginkan nya termasuk menenangkan emosi di saat dirinya sendiri tak dapat meredakannya.
Tak butuh waktu lama Rehan sudah sampai di pelataran hotel mewah yang sempat di tinggalkannya. Rehan terdiam sejenak memikirkan Sekar yang pasti akan senang jika melihat Rehan kembali padanya.
Tanpa sadar Rehan menyunggingkan senyumannya sendiri saat membayangkan bagaimana ekspresi wajah Sekar yang akan di lihatnya nanti.
Rehan membenahi penampilannya sebentar sebelum masuk ke dalam hotel dan menemui Sekar. Rambut dan juga dasi bajunya yang sedikit miring mulai di benahinya.
Dengan penuh percaya diri Rehan berjalan bak seorang aktor yang di pandang puluhan mata. Rehan terus berjalan hingga sampai ke depan pintu kamar hotel yang tadi di pesannya.
Rehan mengetuk pintu kamar itu dan menunggu sejenak Sekar untuk membukakannya pintu. Tak berapa lama terlihatlah Sekar yang membuka pintu dengan memakai sebuah lingerie berwarna merah yang tembus pandang membuat pakaian dalam Sekar sedikit terlihat.
Pemandangan segar yang ada di hadapan Rehan membuatnya menelan salivanya secara spontan. Sebagai seorang pria normal tentu saja Rehan langsung bereaksi dengan penampilan Sekar yang menggoda.
"Kamu kok ke sini lagi mas? Terus istri kamu itu gimana?" Tanya Sekar yang lantas melangkahkan kakinya masuk dan langsung di susul oleh langkah kaki Rehan dari belakang.
"Aku benar-benar kesel banget sama si Dinda," kata Rehan bersungut. Langkah kakinya langsung menuju ke arah kursi yang tersedia tidak jauh dari ranjang di ruangan itu.
Rehan duduk dan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi yang di dudukinya. Sekar menaikkan sebelah alisnya karena merasa penasaran tentang apa yang terjadi pada Rehan.
Sekar perlahan menghampiri Rehan yang duduk di sofa dan bertanya pada Rehan tentang apa yang terjadi. Tanpa ragu Rehan pun menceritakan semuanya pada Sekar. Tak ada satu katapun yang di lebihkan nya.
"Tuh kan Mas, istri kamu emang kurang ajar Mas. Kenapa sih kamu masih pertahanin dia." Sekar seolah ikut emosi mendengar cerita Rehan.
"Ngga bisa sayang, ngga bisa semudah itu," kata Rehan menyela.
"Kenapa ngga bisa Mas?" Tanya Sekar. Keningnya mengkerut menunggu jawaban dari Rehan.
"Ngga bisa semudah itu aku ceraikan dia karena yang pertama, aku udah punya Arka yang masih kecil dan yang kedua, orang tuaku sudah mewanti-wanti agar aku tak berpisah dengan Dinda dan yang ketiga, kalau aku berpisah dengan Dinda, aku ngga akan dapat apa-apa," kata Rehan mencoba menjelaskan.
"Maksudnya, Mas?" Sekar tampak belum mengerti dengan ucapan Rehan.
"Wasiat dari orang tuaku. Bahwa aku tidak boleh bercerai dengan Dinda maka aku bisa menikmati warisan yang di tinggalkan oleh mereka."
Sekar menghela nafasnya kasar mendengar penuturan dari Rehan yang bertentangan dengan apa yang di inginkannya.
"Berarti kamu ngga bisa pisah dong sama si Dinda." Bibir Sekar mengerucut.
"Untuk sekarang ngga bisa sayang," kata Rehan.
Sekar terdiam dan seketika suasana menjadi hening namun tak lama Sekar pun memulai percakapan lagi.
"Oh ya Mas, kamu bisa ngga beliin aku tas baru. Temen-temen ku pada beli tas baru dan aku pengen banget beli tas yang kayak mereka Mas." Sekar mengaitkan tangannya pada Rehan mencoba bermanja sembari menggoda Rehan.
"Boleh sayang, ini pakailah kartu ATM ku." Rehan memberikan kartu Atm-nya dan langsung di sambut dengan sumringah oleh Sekar.
"Wah makasih yah Mas, kamu baik banget," kata Sekar yang langsung mengecup bibir Rehan sembari menerima kartu yang diberikan oleh Rehan.
"Tapi itu ngga gratis," kata Rehan sembari menunjukkan raut penuh nafsu.
Seolah tahu dengan kode yang di berikan oleh Rehan. Sekar membiarkan begitu saja tubuhnya di nikmati oleh Rehan demi sesuatu yang di inginkannya. Bahkan di malam yang sangat dingin, Rehan tak kembali menemui Dinda di rumah sakit dan lebih memilih menghabiskan waktu bersama Sekar dengan penuh gairah.
***
Pagi-pagi sekali Dinda di kejutkan dengan kedatangan Sekar ke rumah sakit dan langsung masuk ke dalam ruangan rawat Arka tanpa sopan santun.
"Sekar," ucap Dinda lirih. Ia bangkit setelah melihat kedatangan Sekar yang tiba-tiba.
"Eh Din, lo tuh jadi istri ngga becus banget yah. Udah ngga bisa jaga suami sekarang anak lo masuk rumah sakit. Lo tuh jadi perempuan bisanya apa sih? Ngabisin harta suami kamu aja yah?" Tanya Sekar yang tanpa rasa malu memancing kemarahan Dinda padahal saat itu masih pagi.
"Maksud lo apa?" Tanya Dinda yang langsung beranjak dari tempat duduknya.
"Kamu datang-datang ngga pake sopan santun dan bilang aku ngabisin harta suamiku? Kamu sadar ngga kalau semua barang-barang yang kamu pakai itu adalah hasil dari kamu yang menggoda suamiku." Dinda turut tak mau kalah.
Bi Iyas yang melihat pertengkaran kedua wanita di hadapannya mencoba melerainya namun tak semudah itu.
"Gue nggak pernah minta tuh. Suami lo sendiri yang dengan suka rela untuk membelikannya ke gue."
Dengan tidak tahu malu Sekar berkata hal yang berbanding terbalik dengan fakta.
"Mending lo benerin aja gih penampilan lo biar ngga kayak pembantu," kata Sekar mengejek.
Dinda yang tak terima di katakan seperti pembantu pun sangat marah. Semua perubahan pada dirinya terjadi begitu saja setelah dirinya melahirkan anak dari Rehan dan itu semua bukanlah atas keinginannya.
"Pergi!!! Pergi dari sini!" Usir Dinda pada Sekar.
Sekar yang masih belum mau pergi membuat Dinda berusaha keras mendorong Sekar yang tak mau keluar dari dalam ruangan kamar Arka.
"Keluar!!!" Dinda kembali berteriak.
Bi Iyas yang tidak tega melihat Dinda, pun berusaha mengusir Sekar yang datang tiba-tiba ke ruangan kamar Arka dan membuat kericuhan.
"Dasar wanita jalang tidak tau diri!" Umpat Dinda dengan tatapan tajam menatap ke arah punggung sekarang yang di dorong paksa oleh bi Iyas.
"Sudah saya usir Non. Sekarang Non tenanglah, tarik napas dan tenangkan diri Non," kata Bi Iyas memberikan saran.
"Bi, dadaku rasanya nyeri."
Dinda langsung ambruk terduduk di kursi yang ada di samping ranjang pembaringan Arka, rasanya ia sangat syok dengan kedatangan Sekar yang mengejek dan membuatnya naik darah.