Asih dengan tergopoh membawa payung ke arah Elsa dan Hasan. Hingga tanpa dia sadari lantai teras masih sangat licin karena hujan, dia pun jatuh terjerembab. Semua orang yang melihat kejadian itu tidak bisa menahan tawanya.
Begitupun dengan Elsa, ia tersenyum tipis saat melihat kekonyolan Asih, walaupun suasana hatinya masih sangat terpukul.
Asih segera bangkit dan bergegas memberikan payung itu ke Elsa.
"Sudah tidak hujan Mbok," ucap Elsa sembari tersenyum.
Asih cengar-cengir, "Masih gerimis Non," jawab Asih.
Elsa menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Lalu mereka pun berjalan masuk ke dalam rumah.
*
Mira sudah duduk di sofa ruang tamu saat Hasan dan Elsa masuk ke dalam rumah. Sejak lama, Mira memang tidak menyukai Hasan. Berbanding terbalik dengan Chairul yang sangat merestui hubungan Hasan dan Elsa.
"Ganti lagi mobilnya?!" celetuk Mira, tepat saat Hasan hendak duduk di sofa yang ada di depannya.
Seketika Elsa langsung naik pitam, dia sangat tahu kalau ibunya tidak menyukai Hasan.
"Sudah ya! jangan memulai!" tukas Elsa dengan nada tinggi. "Apa tidak ada waktu lain?! sampai-sampai, di saat suasana sedang berduka seperti ini kamu mencari masalah?!" lanjut gadis itu dengan kasar.
Mira mengernyitkan keningnya.
"Elsa, aku ibumu! jaga ucapanmu dan juga sopan santunmu!" tukas Mira tak mau kalah.
"Saat kamu ingin orang lain menghargaimu, maka sebaiknya kamu lebih dulu menghargai orang lain!" ucap Elsa, dia pun berlalu pergi ke kamarnya.
Sekarang hanya tinggal Hasan dan juga Mira yang berada di ruangan itu.
Hasan tertawa kecil lalu duduk dengan santai di samping Mira.
"Sudahlah, apa lagi yang membuatmu membenciku Nyonya Mira? kenapa kita tidak bekerja sama saja? mungkin dengan begitu bisa saling menguntungkan?" ucap Hasan, lalu mengambil sebatang rokok dan mulai menyulutnya.
"Dasar sampah! kamu pikir aku tidak tahu apa-apa?!" bentak Mira.
Hasan tersenyum sarkas, "Dan apa kau juga tidak tahu? kalau aku tahu segalanya tentangmu, Nyonya?" tukas Hasan.
Tanpa mereka sadari percakapan itu didengar oleh Elsa dari dalam kamarnya. Gadis itu sedang berada dalam dilema tentang misteri kematian ayahnya, ditambah sekarang harus mendengar percakapan yang penuh dengan tanda tanya baginya. Rahasia apa lagi yang dia belum ketahui? apa yang mereka berdua ketahui, sedangkan dirinya tidak tahu? apakah memang di rumah ini dan seluruh kehidupan di dalamnya memang penuh dengan misteri dan teka-teki?
Tapi Elsa tidak ingin gegabah, melihat gerak-gerik kekasihnya dan juga ibunya yang begitu mencurigakan, dia semakin yakin kalau kematian ayahnya pasti juga menyimpan misteri yang belum terpecahkan.
"Apa maksudmu?!" tanya Mira dengan nada tinggi.
Hasan kembali tertawa, "Menurutmu?" jawab Hasan enteng, sembari mengedikkan bahunya.
"Jangan macam-macam! atau semuanya akan kacau! berani kau buka mulutmu sedikit saja, kau akan tahu akibatnya!" tegas Mira.
Elsa tidak tahan, dia membating pintu kamarnya dan keluar.
"Apa maksudmu! apa yang sedang kau sembunyikan?!" bentak Elsa sembari mengacungkan jari telunjuknya ke arah mata Mira.
Mira berdiri dari duduknya. Lalu mengayunkan tangannya ke arah wajah Elsa.
Plak... sebuah tamparan mendarat di wajah Elsa.
"Turunkan nada suaramu!" tukas Mira tak kalah keras.
"Aku sudah tahu, kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku! aku tahu, sejak aku kecil kau tidak pernah menunjukkan sikap keibuanmu, aku seakan menjadi anak tiri di matamu! atau memang benar kalau aku bukan anakmu?! atau kau punya rencana busuk lain yang aku dan Papa tidak pernah tahu?!" cerocos Elsa.
"Diam! dan masuk ke kamarmu!" ucap Mira,
Elsa mengusap air matanya dengan kasar. "Kenapa? apa kau takut? atau jangan-jangan kaulah dalang di balik kematian Papa?!" ucap Elsa dengan derai air mata membasahi pipinya.
Mira semakin tidak kuasa menahan emosinya. Lagi-lagi, dia mengayunkan tangannya, hendak menampar Elsa.
Namun Hasan segera mencegahnya, dia memegang tangan Mira dari belakang.
"Maafkan saya Bu Mira, tapi sebaiknya kita selesaikan kesalah pahaman ini secara baik-baik. Tidak perlu menggunakan kekerasan," ucap Hasan dengan bijak.
Mira menarik tangannya dari cengkraman Hasan.
"Lepaskan saya! tidak ada yang perlu dibicarakan!" bentak Mira. "Dan kamu Elsa! jaga ucapanmu, kalau memang kamu yakin ayahmu dibunuh, maka carilah siapa pembunuhnya! tapi jangan kau ucapkan lagi kata-kata itu! kau menuduhku aku lah yang membunuh ayahmu? jangankan membunuhnya, aku bahkan tidak sanggup meninggalkannya walaupun dia berkali-kali melakukan kesalahan besar padaku!" ucap Mira, lalu meninggalkan Elsa dan Hasan.
Namun baru beberapa langkah, Mira berhenti dan menoleh ke arah Elsa.
"Ingat kata-kataku ini, jangan mudah percaya pada siapapun, termasuk orang-orang terdekatmu. Walaupun itu aku, pacarmu itu! atau pun Papamu sekalipun!" ucap Mira lalu melanjutkan langkahnya.
Dada Elsa bergemuruh hebat, semua ucapan Mira membuatnya berada dalam dilema besar. Lututnya terasa bergetar hebat, lalu dia pun jatuh bersimpuh karena tak kuasa menahan badannya lagi.
"Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya Hasan panik. "Ayo, biar aku antar ke kamarmu, kamu harus beristirahat," ucap Hasan lagi.
Elsa menggelengkan kepalanya, "Aku tidak apa-apa," ucap Elsa dengan suara lemah dan parau.
"Kamu tidak perlu memikirkan ucapan Bu Mira, mungkin dia juga sedang emosi. Dia pasti juga sangat terpukul atas meninggalnya Om Chairul, kamu juga harus memakluminya, Sayang," ucap Hasan menasehati Elsa.
Elsa menelan salivanya.
"Maafkan aku Has, tapi kali ini aku benar-benar ingin sendiri. Bisakah kamu tinggalkan aku sendiri?" pinta Mira.
Hasan terdiam sejenak, lalu kembali ke sikapnya yang bijak.
"Baiklah, biar aku panggilkan Mbok Asih. Dia yang akan membawamu ke kamar," ucap Hasan lalu hendak memanggil Asih.
Elsa meraih tangan Hasan.
"Tidak perlu Has, tidak apa," ucap Mira sembari tersenyum. "Aku bisa sendiri, sekali lagi maafkan aku. Nanti aku pasti akan menelponmu," ucap Mira dengan sangat hati-hati. Dia juga sangat takut jika menyinggung perasaan Hasan, apalagi selama ini Hasan selalu menjaga perasaannya.
Hasan mengangguk patuh.
"Baiklah, jaga dirimu Sayang. Kalau kau butuh apa-apa atau bantuan apapun, kau harus segera menghubungiku," ucap Hasan dengan mimik wajah yang sangat khawatir.
Elsa tersenyum lalu mengangguk.
"Aku mencintaimu Sayang, aku tidak ingin melihatmu bersedih seperti ini. Seandainya aku bisa, aku ingin menggantikan posisimu saat ini. Biarkan aku yang menanggung kesedihan ini, sungguh, hatiku sakit saat melihatmu menangis seperti ini," ucap Hasan sembari menyeka air matanya. "Baiklah, aku pergi dulu ya? jaga dirimu baik-baik," ucap Hasan lagi, lalu beranjak pergi. Berkali-kali pria itu nampak menyeka air matanya.
Elsa merasa sangat bersalah pada pria itu, tidak seharusnya dia mengusirnya saat ini. Bukankah selama ini dia yang selalu ada? bukankah selama ini dia yang selalu membuatnya bahagia? lalu mengapa harus ada keraguan dalam hatinya pada pria yang setulus Hasan.
Elsa semakin bersedih saat mengingatnya. Tapi kali ini dia benar-benar dalam dilema. Bahkan dia tidak bisa berpikir mana yang benar dan yang salah. Semua seakan tabu dan hampa.
***
Lanjut...