Chereads / FOURTH FLOOR NABWI / Chapter 5 - Bercak Ungu

Chapter 5 - Bercak Ungu

Briefing bersama Kak Lynelle selesai hanya dalam waktu sepuluh menit. Setelah itu keempat ketua blok kembali ke kamar masing-masing untuk melanjutkan kegiatan beres-beres mereka.

Begitu Vildana masuk ke kamarnya, Kintan dan Artiya langsung memburunya dengan rentetan pertanyaan.

"Kok kamu mau jadi ketua blok, sih, Vil? Katanya tadi nggak tertarik. Terus kalian tadi bahas apa sama pengawas? Ada rules yang harus kalian jalankan, tidak?" todong Artiya begitu Vildana selonjoran di lantai tepat di depan kopernya yang masih terbuka.

"Kalian dikasih misi rahasia, nggak?" timpal Kintan yang ikut duduk bersama Vildana di lantai.

Vildana menarik napas dalam. "Ini bukan kemauan aku. Si Tamanna malah ngomporin Kak Lynelle buat jadiin dua temannya ketua blok juga. Padahal tuh anak yang gembar-gembor buat nggak masuk dalam kepengurusan asrama," keluh Vildana sambil mengeluarkan sisa pakaiannya dari dalam koper.

"Terus tugas kalian sebagai ketua blok apaan?" tanya Artiya lagi.

Vildana tidak menjawab. Dia hanya menyodorkan kertas pemberian Kak Lynelle tadi yang menjelaskan mengenai jobdesk serta aturan penting yang harus dijalankan mereka sebagai ketua blok.

"Wah … secara tidak langsung kalian disuruh buat jagain tuh ruang rahasia, Vil," ujar Artiya setelah dia membaca isi kertas tersebut.

"Tugasnya berat ternyata. Jagain ruangan itu nggak gampang, lho, Vil. Nggak menutup kemungkinan ada anak iseng yang coba-coba buat masuk ke ruangan itu. Dan setiap pelanggaran yang terjadi menyangkut ruangan itu, yang harus menerima konsekuensinya ya si ketua blok," beber Kintan.

Bahu Vildana seketika merosot setelah mendengar perkataan Kintan. Dia sudah menduga kalau tugas sebagai ketua blok bukan hanya mengurusi penghuni blok yang menjadi tanggung jawabnya. Tetapi, dia juga harus ekstra untuk menjaga ruang rahasia itu agar tidak menarik perhatian penghuni asrama.

Kekhawatiran Vildana semakin menjadi-jadi saat mengingat kembali kalau ruangan itu masuk dalam zona blok 4. Itu berarti dialah yang harus bertanggung jawab penuh terhadap semua hal yang terjadi di ruangan tersebut.

"Apa aku mundur aja dari ketua blok ini?"

"Mana bisa, Vil? Keputusan Kak Lynelle nggak bisa diganggu gugat, lho. Apalagi kalian udah dikasih jobdesk kayak gini," balas Artiya.

"Udah, terima aja tugas ini. Kita bakal bantuin kamu kok buat jagain ruang rahasia itu biar nggak direcoki anak-anak yang lain," ujar Kintan yang juga mendapat anggukan setuju dari Artiya.

***

Setelah beres-beres kamar selesai, tiga orang penghuni kamar C blok 4 yang mana ditempati Vildana dan dua temannya memilih untuk menyelesaikan urusannya masing-masing. Kintan memilih untuk antri mandi sebelum absen sore dimulai. Artiya turun ke meja piket untuk menunggu keluarganya datang mengantar makan malam untuknya. Sementara Vildana memilih untuk berkeliling ke seluruh penjuru lantai.

Vildana yang memang sangat menyukai bunga itu tidak ada henti-henti berdecak kagum semenjak kakinya masuk ke asrama ini. Terlebih lagi saat dia mendapati lantai 4 yang menurutnya sangat berbeda dengan lantai lainnya. Di sini, dia seperti tinggal di sebuah istana yang sering dia lihat di film kartun kesukaannya.

Bunga-bunga yang tumbuh subur di sepanjang koridor setiap blok begitu memanjakan matanya. Ada beberapa jenis bunga yang dia hafal namanya. Tetapi, ada juga jenis bunga yang baru saja dia temui di tempat ini.

Vildana juga senang saat mendapati salah satu tempat piket hariannya adalah koridor blok 3 dan 4 yang dimana terdapat bunga-bunga langka. Yang menjadi tugasnya adalah mengepel koridor tersebut dan juga menyiram bunga yang tumbuh di sepanjang dua koridor tersebut.

Vildana juga sangat tertarik dengan tatanan berbagai macam pot bunga yang ada di aula tempat mereka berkumpul tadi. Di pembatas aula yang langsung mengarah pada lapangan volly di bawah sana juga ditanami dengan bunga rambat berwarna ungu. Aula terbuka itu juga disediakan bangku panjang yang saat itu juga dijadikan sebagai tempat favorit Vildana. Dia bisa melihat matahari terbit dari aula tersebut.

Puas dengan memindai seluruh lantai tempatnya tinggal, kini Vildana berhenti di sebuah ruangan yang berada tepat di ujung blok 4. Dia terpaku dengan pintu ruangan yang bertuliskan "Only Staff."

Itu adalah ruang rahasia yang dimaksud Kak Lynelle tadi. Ruangan dengan pintu berwarna putih itu berhasil menarik perhatian Vildana. Ruangan yang tertutup rapat itu berhasil menghentikan langkahnya untuk kembali ke kamar.

Bukan tanpa sebab Vildana berhenti di depan ruangan tersebut. Ada hal yang sangat menarik perhatiannya. Ini bukan karena rasa penasarannya mengenai rumor yang beredar semenjak dia mengetahui dirinya masuk dalam list penghuni asrama gelombang ini.

Vildana semakin tertarik dengan ruangan tersebut karena bercak berwarna ungu menyala yang ada di sekitaran gagang pintu ruangan tersebut. Jika Vildana perhatikan lebih detail, bercak tersebut nampak sudah lama ada di pintu tersebut.

Dan yang menjadi perhatian Vildana adalah warna bercak itu sangat berbeda dengan warna pada umumnya. Kepalanya sibuk mencari bercak itu jenis apa. Kalau diperhatikan lagi, itu bukan jejak sidik jari atau cipratan cat dinding karena warnanya sedikit berbeda dengan warna cat dinding asrama.

Ruangan yang terletak paling ujung dan paling pojok di blok 4 itu membuatnya tidak begitu terjamah oleh penghuni asrama. Letaknya berada tepat di dekat tangga darurat yang sangat jarang digunakan. Juga, letak kamarnya sangat jarang dilewati para penghuni blok 4 saat mereka ke kamar mandi. Penghuni blok 4 memilih untuk memutari blok 3 saat mereka hendak pergi ke kamar mandi yang berhadapan langsung dengan tangga darurat. Rumor yang sudah dibumbui hal mistis menjadi salah satu faktor kenapa penghuni enggan melewati ruangan tersebut.

Namun, hal itu berbeda dengan Vildana. Dia malah tertarik berdiri lama di depan ruangan tersebut sambil memperhatikan dengan serius bercak ungu yang sedari tadi menarik perhatiannya sampai sebuah suara berhasil menariknya dari lamunannya.

"Ngapain kamu berdiri di situ?"

Vildana langsung menoleh ke sumber suara. Tatapan tajam Kak Lynelle langsung ditangkap Vildana begitu tatapan mereka bertemu.

"Eh? Ini … saya hanya terta--"

"Aku udah peringatkan kalian tadi untuk tidak tertarik atau penasaran dengan ruangan ini, kan?" potong Kak Lynelle cepat.

Nada bicara Kak Lynelle terdengar tajam dan penuh penekanan. Hal itu sukses membuat Vildana mati kutu. Dia sampai kesulitan menelan salivanya saking gugupnya dia berhadapan dengan Kak Lynelle sekarang.

"Maaf, Kak." Hanya kata itu yang bisa keluar dari bibir Vildana. Dia sadar untuk tidak melanggar perintah pengawas lantainya, mau sebesar apa rasa penasarannya terhadap ruangan tersebut. Terlebih lagi dengan bercak tersebut.

"Kembali ke kamar kamu sekarang," perintah Kak Lynelle kemudian. Sebelum Vildana melangkah semakin jauh, dia kembali berujar. "Ini pertama dan terakhir kali aku lihat kamu berdiri di depan ruangan itu. Dan juga, jangan sampai teman-teman kamu melakukan hal yang sama dengan apa yang kamu lakukan tadi."

Vildana mengangguk paham dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. Setelah dipergoki pengawas lantai dan mendapat peringatan keras, Vildana jadi semakin yakin bahwa ada hal besar yang terdapat di dalam ruangan itu yang harus dijaga oleh para pengurus asrama.