Malam pertama untuk penghuni asrama dilalui dengan kelas tambahan pertama bersama di aula utama yang ada di lantai satu. Kelas pertama itu adalah kelas Bahasa Inggris. Untuk pertemuan pertama, seorang dosen Bahasa Inggris dari kampus hanya memberikan gambaran besar mengenai kelas mereka selama berada di asrama. Kelasnya tidak terlalu ketat, tapi juga memberikan materi yang berbobot. Pada pertemuan pertama itu juga sang dosen menjelaskan mengenai aturan khusus di kelasnya.
Kelas itu berlangsung selama satu jam setengah. Kelas berakhir setengah jam sebelum jam malam berakhir. Untuk jam malam sudah dijelaskan pada saat penyambutan tadi siang. Penghuni asrama, baik putra maupun putri memiliki jam malam yang sama, yakni jam 10 malam. Sampai jam malam itu berakhir, para penghuni asrama bisa keluar untuk keperluannya. Tetapi, setelah jam malam berakhir, siapapun penghuni yang mau masuk ataupun keluar sudah tidak diizinkan lagi. Dan resiko untuk orang yang terlambat masuk setelah jam malam, maka siap-siap saja absennya akan dikosongkan oleh kepala lantai.
Untuk malam ini, Vildana dan dua temannya tidak memiliki urusan di luar asrama karena harus menyelesaikan tugas perkuliahan mereka. Tugasnya lumayan banyak dan mereka kekurangan waktu untuk mengerjakan tugas karena mereka harus membagi waktunya dengan kelas tambahan yang ada di asrama.
Ternyata, menjadi penghuni asrama tidaklah mudah. Itulah tanggapan Vildana dan teman-temannya setelah kelas tambahan mereka selesai tadi. Mereka dituntut untuk pandai-pandai mengatur waktu. Sejak menjadi penghuni asrama, Vildana dituntut untuk mengikuti serangkaian kegiatan yang ada di asrama. Dan kegiatan itu bukan hanya satu dalam sehari.
Contohnya di hari pertama mereka masuk ke asrama. Sejak mereka registrasi sampai kelas tambahan selesai, rasanya Vildana tidak memiliki waktu untuk istirahat. Setelah selesai registrasi, Vildana langsung mengikuti acara penyambutan. Begitu acara penyambutan selesai, Vildana harus membereskan kamarnya. Kemudian beralih ke pertemuan dengan pengawas. Waktu malam tiba pun sama. Selepas makan malam, semua penghuni asrama langsung diperintah berkumpul di aula utama untuk mengikuti kelas tambahan.
Belajar dari kegiatan di hari pertama ini, Vildana pun langsung putar otak agar dia masih memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan urusan kuliahnya. Dia tidak ingin kewalahan dengan tugas-tugas perkuliahannya karena terlalu sibuk dengan kegiatan asrama.
"Gila, ya. Baru sehari jadi anak asrama rasanya aku pengen balik aja. Capeknya minta ampun," keluh Tamanna saat mereka sedang mengerjakan tugas di aula lantai empat.
Vildana mengangguk setuju dengan keluh-kesah Tamanna. Dia pikir hanya dia yang merasa lelah di hari pertama mereka. Ternyata, teman-temannya yang lain merasakan hal yang sama.
"Iya, nih. Aku udah capek seharian ini beres-beres. Sekarang malah harus selesain tugas kuliah," timpal Amaya.
"Kayaknya kita harus nyusun jadwal keseharian, deh. Biar nggak keteteran tugas yang lainnya," usul Vildana.
Ya. Usulan Vildana itu sangatlah benar. Mereka harus membuat jadwal harian masing-masing agar bisa tahu kapan mereka harus fokus ke kegiatan asrama, urusan perkuliahan, dan waktu istirahat.
***
"Huaa … akhirnya selesai." Vildana meregangkan persendiannya begitu dirinya selesai menyelesaikan tugas kuliah.
Beberapa menit kemudian, Tamanna dan Amaya pun selesai dengan tugas perkuliahan mereka. Tanpa mereka sadari, waktu yang mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas kuliah hampir 4 jam lamanya.
Vildana sampai menahan pekikannya saat melihat jam yang melingkar di lengannya. Sekarang sudah hampir jam 2 subuh. Dan di aula hanya tersisa mereka bertiga.
Karena terlalu fokus dengan tugas yang harus dikumpulkan besok, Vildana sampai tidak sadar sekarang suasana lantai empat sudah sepi. Yang tersisa di aula hanya ada Vildana dan dua temannya. Bahkan, beberapa penghuni yang tadi ikut mengerjakan tugas bersama di aula itu sudah pergi tanpa Vildana sadari.
"Ini sisa kita bertiga doang?" tanya Amaya saat dia juga baru menyadari suasana aula yang sangat sepi.
Tamanna menjawab dengan anggukan. Dia sibuk membereskan buku-buku yang tadi mereka gunakan.
"Cepetan diberesin buku-bukunya. Aku jadi merinding kalo di sini lama-lama," pinta Tamanna saat dia sudah selesai membereskan barang-barangnya.
Tanpa banyak bicara lagi, Vildana dan Amaya pun segera membereskan barang-barang mereka.
Vildana berpisah dengan Tamanna dan Amaya. Langkahnya seketika terhenti saat hendak memasuki koridor blok 4. Dari tempatnya berdiri saat ini, Vildana tidak bisa melihat suasana koridor karena lampu yang ada di sepanjang koridor sudah dimatikan. Bahkan, dia tidak bisa melihat ujung koridor.
Vildana yang pada dasarnya takut akan hal-hal mistis seketika merasakan hawa dingin menghampirinya. Sendirian di tempat sunyi dan gelap adalah hal yang paling Vildana hindari. Tetapi, sekarang dia tengah berada di suasana seperti itu.
Rasa takutnya perlahan datang. Dia berbalik untuk melihat dua temannya, tapi entah kenapa dia merasa dua temannya begitu cepat menghilang. Sekarang, dia benar-benar sendiri.
"Ini beneran tinggal aku doang di sini?" Gumaman Vildana itu bahkan terdengar seperti menggema di sepanjang koridor.
Karena tidak ingin terjebak lebih lama di ujung koridor, Vildana pun merogoh ponselnya dari saku dan menyalakan fitur senter. Setidaknya dia bisa melihat letak kamarnya dengan menggunakan sedikit penerangan dari senter tersebut.
Kakinya melangkah dengan sedikit berat. Tidak ada suara yang didengar Vildana selain suara embusan napasnya sendiri yang saat itu mulai memburu. Dia merutuki keberadaan kamarnya yang saat itu entah kenapa terasa jauh.
Vildana mengarahkan senter ponselnya ke arah pintu untuk memastikan sekali lagi bahwa itu benar kamarnya. Tangannya terangkat untuk menekan gagang pintu, tapi tiba-tiba senter ponselnya mati karena daya baterai ponselnya sudah tidak lagi mendukung fitur senter.
Hampir saja Vildana memekik karena kaget dengan suasana yang berubah gelap dengan sangat tiba-tiba. Untung saja dia sudah berada tepat di depan pintu kamarnya.
Namun, pergerakan Vildana yang hendak masuk ke kamar lagi-lagi terhenti saat dia melihat ada seberkas cahaya berwarna ungu menyala dari ujung koridor dekat tangga darurat. Vildana menyipitkan matanya untuk memperjelas cahaya tersebut. Kepalanya berusaha mengingat-ngingat apakah di ujung koridor ada lampu kecil. Tapi, dia tidak bisa mengingat apapun tentang ujung koridor itu selain ruang rahasia yang letaknya memang ada di sana.
Vildana seketika menegakkan tubuhnya saat mengingat kembali bahwa cahaya itu berada di dekat ruang rahasia. Cahayanya tidak begitu terang. Vildana hanya bisa melihat seperti cahaya dari beberapa ekor kunang-kunang, tapi ini warnanya berbeda.
"Jangan penasaran, Vil," gumam Vildana pada dirinya sendiri.
Untuk keadaan seperti sekarang ini, harusnya Vildana langsung masuk ke kamarnya. Dia tidak percaya mengenai rumor mistis tentang ruangan rahasia itu. Tetapi, saat ini dia melihat sendiri ada cahaya berbeda yang berasal dari ruangan tersebut. Dan hal itu tentu saja sukses membuat Vildana berpikiran macam-macam mengenai ruangan itu.
Rasa takut yang lebih besar dari rasa penasaran Vildana membuatnya memilih masuk ke kamar daripada menghampiri sumber cahaya itu. Rasa takutnya semakin menggebu-gebu saat dirinya mendapati cahaya itu perlahan bergerak seperti ditiup angin. Daripada dia semakin menghadapi hal-hal yang di luar nalar, lebih baik dia tidur dan melupakan apa yang baru saja dilihat.
Sementara itu di sebelah pintu kamar mandi ada Shua yang sedari tadi memperhatikan Vildana dalam diam. Pandangannya tidak pernah luput dari Vildana sejak gadis itu terpaku di ujung koridor dan mendapati betapa gelapnya koridor yang harus dia lewati.
Awalnya Shua tidak akan ambil pusing dengan keberadaan Vildana sama seperti yang sering dia lakukan. Akan tetapi, saat melihat bagaimana Vildana memperhatikan dengan begitu intens ke arah ruang rahasia seketika membuat Shua memutuskan untuk memperhatikan lebih lama pergerakan gadis itu.
Beberapa kali dahinya berkerut saat melihat Vildana yang sepertinya tertarik dengan apa yang ada di ujung koridor. Hampir saja Shua menghampiri gadis itu saat dia merasa Vildana akan melakukan sesuatu terhadap apa yang barusan dia lihat.
Namun, Shua langsung mengurungkan niatnya saat melihat Vildana yang masuk ke kamarnya. Dari tempatnya berdiri, Shua bisa melihat semua ekspresi dan pergerakan Vildana meskipun dengan suasana gelap.