Chereads / FOURTH FLOOR NABWI / Chapter 11 - Hukumannya Tidak Main-main

Chapter 11 - Hukumannya Tidak Main-main

Berita mengenai hukuman atas pemalsuan surat dispensasi menyebar begitu cepat. Dalam semalam saja nama Vildana langsung terkenal di penjuru asrama baik putri maupun putra. Meskipun Lynelle memberi peringatan kepada penghuni lain tanpa menyebutkan nama pelakunya, tapi entah kenapa orang-orang jadi tahu bahwa pelaku tersebut adalah Vildana.

Tamanna dan Amaya yang mendengar penuturan Vildana langsung tepat dirinya keluar dari ruang staff seketika naik pitam. Mereka tidak terima jika semua hukuman diberikan kepada Vildana seorang. Mereka juga punya tanggung jawab.

Sebelum Tamanna melakukan protes atas pemberian hukuman hanya pada dirinya saja, Vildana sudah lebih dulu mencegahnya. Dia tidak ingin orang lain semakin tahu kasusnya karena Tamanna yang membuat kericuhan di ruang staff nanti. Vildana sangat tahu watak bar-bar temannya itu. Lebih baik dia menjalani hukumannya dengan tenang saja.

"Kamu beneran mau ngerjain hukumannya sekarang, Vil?" Pertanyaan dari Artiya itu menghentikan sejenak langkah Vildana yang hendak keluar lagi untuk menemui Lynelle.

Artiya dan Kintan ikut prihatin melihat teman kamar mereka yang mendapatkan hukuman. Apalagi setelah mendengar cerita lengkap Vildana semalam, Artiya dan Kintan juga sepemikiran dengan Tamanna dan Amaya. Tidak seharusnya hukuman itu ditanggung Vildana seorang diri karena pada hakikatnya yang melakukan pelanggaran itu ada tiga orang.

"Bener nggak bisa dibantu gitu?" Kintan menimpali.

Vildana menggeleng lemah sambil tersenyum sumir. Sampai detik ini dia berusaha menyemangati diri sendiri bahwa hukuman membersihkan kebun di rooftop tidaklah sulit. Meskipun dia belum pernah melihat rooftop tersebut, tapi Vildana berusaha mengira-ngira bahwa kondisinya tidak terlalu buruk. Mungkin dia bisa menyelesaikan hukumannya tidak lebih dari lima hari.

Nyatanya … perkiraan Vildana meleset sangat jauh. Perkiraan lima hari menjalani hukuman yang sedari tadi malam tergambar dengan begitu indah di kepalanya seketika buyar tidak bersisa.

Vildana sampai membekap mulutnya sendiri begitu dirinya menginjakkan kaki di rooftop ini. Dalam sepersekian detik otak Vildana langsung mengolah apa yang ada di depannya saat ini.

'Ini mah bukan taman, tapi hutan.' Vildana hanya bisa bergumam dalam hati karena masih syok dengan kondisi taman yang dimaksud Lynelle.

Lynelle berbalik dan mendapati Vildana berhenti beberapa langkah darinya. "Ngapain kamu berdiri di situ? Sini cepetan. Aku bakal jelasin apa aja yang harus kamu kerjakan."

Meski masih setengah syok, Vildana akhirnya maju dan berdiri sejajar dengan Lynelle yang sama-sama mengedarkan pandangan ke penjuru taman. Kemudian Lynelle mulai mengarahkan telunjuk ke beberapa spot yang penting untuk diperbarui Vildana.

"Empat tempat yang udah aku tunjuk tadi adalah spot utama dari taman ini. Sebisa mungkin mereka jadi enak dipandang. Kalau semua semak-semaknya bersih, nanti aku akan kasih bunga-bunga yang harus kamu tata agar tamannya jadi hidup lagi," jelas Lynelle panjang lebar.

Vildana memberanikan diri untuk bertanya setelah dia paham tentang tugas utamanya. "Kak, ini beneran saya kerjakan sendiri?"

Nyali Vildana menciut kembali saat mendapat tatapan tajam nan membunuh khas Lynelle. "Kamu sudah dengar penjelasan hukumannya kemarin, jadi aku nggak perlu jelaskan ulang, kan?"

Akhirnya Vildana hanya bisa mengangguk pasrah. Respon sarkas Lynelle itu sudah cukup menjadi jawaban atas pertanyaan Vildana. Itu artinya dirinya benar-benar harus membersihkan taman setengah hutan ini seorang diri.

Setelah Lynelle pergi, Vildana langsung mengambil alat pembersih. Berhubung hari ini kelasnya dimulai sore, jadinya dia memiliki banyak waktu untuk mulai bekerja.

"Ini bisa disebut kerja rodi nggak, sih? Keterlaluan banget dah hukumannya," gerutu Vildana sambil membuang dengan kasar pohon kecil yang menjadi tanaman utama yang tidak mempercantik salah satu spot utama yang harus dia bersihkan.

Matahari yang paling Vildana tidak sukai adalah matahari saat menjelang jam 11 siang. Rasanya dia akan pingsan karena sengatan sinar matahari yang tidak main-main itu. Karena sudah tidak tahan dengan teriknya matahari, Vildana akhirnya memilih untuk berteduh sebentar di bawah ranting pohon angsana yang masuk ke area rooftop.

Satu hal positif yang bisa membuat perasaan Vildana sedikit senang dengan adanya hukuman ini adalah dia bisa dengan puas menikmati indahnya bunga angsana yang pohon besarnya tumbuh tepat di samping asrama. Apalagi jika dilihat dari atas seperti ini, Vildana bisa melihat dengan jelas bunga berkelopak kuning itu memenuhi pucak pohon.

Di tengah-tengah istirahatnya, Vildana menyempatkan diri untuk mengambil beberapa gambar mengenai kondisi taman yang sedang dia bersihkan untuk dikirim ke dua sahabatnya yang mungkin saat ini sedang leha-leha di kamarnya masing-masing. Dan khusus pohon angsana yang saat ini tengah bermekaran dengan begitu indahnya, Vildana memilih untuk mengunggah hasil fotonya ke media sosial pribadinya.

Saking asiknya Vildana dengan ponselnya, dia jadi tidak sadar bahwa Shua diam-diam datang ke rooftop itu untuk mengecek pekerjaan gadis tersebut. Agar dirinya aman dan tidak diketahui Vildana, Shua memilih untuk bersembunyi di salah satu ranting pohon angsana tepat di belakang Vildana beristirahat saat ini.

Melihat hasil pekerjaan Vildana yang boaa dibilang belum ada 10 persen itu sontak membuat Shua geleng-geleng kepala. Beginilah kalau seseorang diberi tugas tapi tidak diawasi, pasti waktunya banyak leha-leha

Shua tanpa sadar berdecak sebal saat Vildana kedapatan malah menggunakan waktunya untuk menonton daripada melanjutkan pekerjaannya.

Vildana yang mendengar dengan sangat jelas suara lain selain suara ponselnya dari arah belakang seketika menghentikan kegiatan menontonnya dan memperhatikan sekelilingnya.

Kosong. Benar-benar tidak ada orang lain selain dirinya di tempat ini, tapi dia mendengar dengan jelas suara decakan itu. Dia pikir itu adalah suara Lynelle yang datang mengecek pekerjaannya, tapi saat benar-benar hanya ada dirinya di sini. Bahkan, suasananya sekarang berubah sunyi. Tidak ada suara selain desau angin dan juga suara ranting pohon angsana yang saling bergesekan.

"Untuk siapapun makhluk yang baru saja berdecak, tolong jangan menampakkan diri," gumam Vildana sambil mengusap tengkuknya yang tiba-tiba terasa merinding.

Tidak ingin merasakan hawa aneh lebih lama, akhirnya Vildana kembali melanjutkan pekerjaannya biar cepat selesai dan pergi dari tempat ini. Dia tidak ingin mengusik makhluk yang mungkin menghuni tempat ini.

Vildana orangnya penakut dan sangat percaya dengan hal-hal mistis. Ketika merasa hawa aneh di tempat asing, maka dia percaya bahwa ada makhluk lain yang juga ada di tempat tersebut. Seperti sekarang ini. Vildana merasa hal yang sama.

***

Vildana sudah tidak tahu berapa jam dirinya membersihkan taman tersebut. Sejak dia mendengar suara decakan tadi, dirinya langsung melakukan pembersihan tanpa henti. Bahkan, dia sudah mengabaikan teriknya matahari saat ini yang seperti tengah membakar kepalanya.

Ketakutannya tadi seperti mereset otaknya agar memberi sinyal ke seluruh tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan baik agar cepat selesai. Dia tidak ingin berlama-lama di tempat yang sudah dia cap tidak baik untuk kesehatan jantungnya itu. Kalau saja ada hal aneh lagi yang terjadi saat dirinya sedang membersihkan tempat ini, Vildana akan meminta ke Lynelle agar hukumannya diganti dengan yang lain saja asal tidak sendirian berada di tempat ini.

"Astaga!" pekik Vildana tiba-tiba karena kaget ponselnya berdering dengan begitu nyaring di tengah keheningan tempat ini.

Vildana langsung mengusap dadanya karena jantungnya yang berdegup kencang akibat suara ponsel yang datang dengan begitu tiba-tiba. Apalagi saat ini dirinya lagi dalam mode takut.

"Tenang, Vil. Itu hanya suara ponsel," ucap Vildana pada dirinya sendiri sambil merogoh ponselnya dari saku celana.

Ternyata yang menelponnya adalah tantenya. Setelah diberitahu bahwa tantenya sudah ada di meja piket untuk datang mengunjunginya, dengan segera Vildana langsung berlari ke bawah tanpa peduli dengan kondisinya yang sudah bermandikan keringat.

Dia juga merasa lega karena tantenya datang seperti seorang penolong untuk Vildana. Dengan kehadiran tantenya itu bisa dijadikan alasan untuk Vildana kabur lebih cepat dari tempat yang panasnya mungkin seperti titisan api neraka.

Berhubung satu jam lagi dirinya akan ada kelas di kampus, jadinya dia sudah melapor ke Lynelle bahwa pekerjaannya hari ini diselesaikan lebih awal karena ada urusan kuliah.