Chereads / Raissa / Chapter 20 - Kehebohan pagi ini

Chapter 20 - Kehebohan pagi ini

Operasi Liza berjalan lancar, walaupun berlangsung cukup lama sekitar 4,5 jam. Sesudahnya dokter bedah jantung yang menangani Liza memilih untuk menidurkan Liza selama dua atau tiga hari dengan membuatnya koma sementara agar dapat pulih maksimal setelah operasi besar yang dijalaninya. Akibatnya Liza harus dirawat di ICCU dengan bantuan ventilator dan berbagai alat bantu kehidupan lainnya. dr. Alex, Asya, Peni dan Bram yang menemani orang tua Liza baru pulang setelah Liza masuk ke ICCU, sedangkan keluarga Liza akan membuat rotasi giliran jaga, tentu saja yang bisa menjaga hanya yang tujuh belas tahun keatas. Karena itu dua adik Liza yang berkuliah diluar kota terpaksa bergantian datang untuk menjaga kakaknya. Untuk masalah biaya, untungnya semua ditanggung oleh BPJS, sedangkan untuk biaya yang tidak ditanggung seperti bangsa tisu, popok dewasa dan tetek bengek semacam itu akan ditanggung oleh Klinik Bhagaskara Medika. Alex sudah memberitahukan kepada orang tua Liza untuk mereimburse semua biaya yang tidak ditanggung asuransi. Orang tua Liza merasa lega. Mereka bukan keluarga yang kekurangan, tetapi karena anak yang banyak maka pengeluaran benar-benar dipantau dengan ketat. Alex sendiri tidak sungkan untuk memberikan jaminan, karena ia tahu, koran pagi ini atau bahkan mungkin koran online sudah memberitakan berita ini dengan heboh. Apalagi kalau menyangkut Bhagaskara group, pasti menjadi trending topik dengan cepat. Karenanya demi menjaga nama baik perusahaan Alex memberikan jaminan itu. Ketika mereka keluar dari RS terlihat beberapa mobil dinas reporter swasta parkir. Alex dan Asya beserta Peni, langsung menyelinap masuk ke mobil dan pergi dari sana. "Sebentar lagi seharusnya juru bicara dari Bhagaskara group akan memberikan pernyataan mengenai kasus ini. " kata Alex pada Asya sambil mengemudi keluar dari lapangan parkir RS. "Ya, semoga pelaku segera tertangkap, dan semoga kejadian ini tidak mencoreng nama baik perusahaan." kata Asya. "Seharusnya sih tidak, paling Bhagaskara group akan menampilkan muka simpatik terhadap korban. Hanya itu yang bisa mereka lakukan, toh mereka tidak mengenal Liza secara langsung, tidak seperti kita. Dengan kejadian ini, banyak yang harus kita tinjau kembali. Aditya meminta rapat dadakan pagi ini pukul 9 untuk membicarakan hal ini. Keselamatan karyawan buat kami adalah hal penting!" kata Alex. "Setuju dok! tapi bagaimana caranya ya??" ujar Peni dari kursi belakang. Asya dan Alex tersenyum. "Sudah, kamu jangan ikut pusing, biar kami saja yang pikirkan, eh.. tapi kalau ada masukan buat kami katakan saja. Sekarang, kalian berdua besok jadwal kerja pagi kan? kuat kah?" tanya Alex sambil melirik Asya dan Peni. "Kuat dong dok! adrenalin membara ini, besok pagi pasti heboh!!" kata Peni. "Sudah besok ini Pen, sudah hampir pukul 3 dini hari!" kata Asya. " Oh iyaaa hehehe.. pokoknya tenang dok, kami sudah biasa kok tidur cuma sebentar, iya kan Sya?" kata Peni. "Iya, kamu sendiri, belum sempat istirahat juga?" tanya Asya pada Alex. "Heeeii.. memangnya hanya kalian yang terbiasa tidur cuma sebentar? jangan salah!! kami juga sering loh jaga sampai 36 jam tanpa istirahat!" kata Alex tidak mau kalah. " Itu kan dulu waktu kalian Koas." protes Asya. "Tenang Asya sayang, aku juga sudah biasa kok!" kata Alex sambil meraih tangan Asya dan mencium jarinya. "adududududududuhhh.. jadi pengen kaan.. adduuhh.. jadi nyamuk deh!!" kata Peni sambil nyengir. "Ada yang ngomong ya Sya?" tanya Alex. "Tidak ah, angin doang kali, oh lihat, jendelanya kurang rapat.. nah sudah! lanjut sayang..!!" kata Asya. "Huuu, ga ada orang disini, lagi ke laut!!! tidur aja aku ah! kapan lagi tidur di mobil bagus kayak gini.. lumayan kalau aku ilerin kan?" ancam Peni. "Hei awas kalo kulit jok mobilku jadi berbercak yaaa!" kata Alex dengan cepat. Asya hanya tertawa saja, tahu bahwa Peni bukan tukang ngiler kalau tidur. Alexpun membiarkan Peni tertidur sampai ke rusun kontrakan mereka.

Keesokan paginya di klinik terjadi kehebohan seperti yang diperkirakan Peni. Raissa sudah siap dari pukul 6 pagi menyambut para pekerja yang akan datang pagi. Benar saja, jam 6.05 kak Mira sudah muncul, menuntut Raissa untuk menceritakan kronologis kejadian tanpa ada satupun yang terlupakan. Tak lama kemudian Bang Ucok, diikuti dengan para perawat yang masuk pagi kecuali Asya dan Peni yang mungkin akan datang pas pukul 7 karena mereka begadang semalam menunggui Liza di RS. Raissa berkali-kali menceritakan kronologi kejadian kepada beberapa karyawan. Beberapa yang datang bahkan membawa koran pagi atau menunjukan artikel dari beberapa website berita yang ada di ponsel mereka. Bahkan beberapa wartawan terlihat mewawancarai Satpam dan pejalan kaki di jembatan yang menuju halte busway di depan gedung mereka.

"Semoga pelakunya segera tertangkap!"

"aku jadi takut pulang malam"

"seharusnya jembatannya di beri penerangan dari bawah, jangan diatas jembatan saja"

"pagar tanaman itu terlalu rimbun, harusnya ditebang saja, diganti pagar saja. Atau tanaman hias yang tidak terlalu rimbun"

"Semoga Liza cepat sadar yah.."

"Berarti kita kekurangan personil ya?"

"Harusnya dokter dilarang praktek lebih dari jam 6.30 sehingga kita semua bisa pulang tepat waktu."

"Ya kalau ada tindakan bagaimana, masa harus dihentikan!"

Opini demi opini terus diutarakan sepanjang pagi itu oleh karyawan, baik yang perawat maupun yang bukan perawat.

"Tenang, tenang, opini kalian sudah kucatat satu persatu. Pagi ini pak Aditya minta saya, Bang Ucok, dr Alex dan kepala bagian lain untuk ikut rapat membahas kejadian ini. Semoga kedepannya hal seperti ini dapat dihindari!" kata kak Mira. "Syukurlah segera dibahas, ngeri kita harus pulang malam kalau kondisinya tidak aman seperti ini." kata Dian. "Pasti, dari dulu pimpinan kita sangat memperhatikan karyawan dan keselamatannya. Pasti akan ada jalan keluar untuk masalah ini. " kata Ara yang segera diaminkan perawat dan karyawan yang lain. Pukul 7 tepat Asya dan Peni datang, Peni langsung seperti jumpa pers, dikerubuti oleh perawat dan karyawan lain yang ingin mengetahui kondisi terkini Liza, sedangkan Asya menarik Raissa. "Sa, kamu pulang tidurlah dulu, toh Liza masih koma, nanti jam 4 sore kamu kesini lagi, kita sama-sama ke RS untuk menjenguk Liza. Bagaimana?" Kata Asya. "Boleh Sya, aku pamit pulang dulu ya? Sampai ketemu nanti sore!" kata Raissa lalu dengan cepat menghilang ke ruang ganti. Asya yang heran hanya mengangkat bahu dan tak lama iapun gantian dikerubuti rekan-rekan mereka. Kak Mira dengan terpaksa mengingatkan mereka bahwa klinik masih terus buka dan beroperasi seperti biasa. Akhirnya kerumunan itu bubar dan mulai menjalankan rutinitas pekerjaan mereka.

Sesudah berganti baju, Raissa buru-buru keluar dari klinik, pagi ini ia tidak memesan ojek online melainkan berjalan kaki menuju jembatan halte busway. Tujuannya cuma satu, mencari si topi biru. Pagi ini beberapa pria memakai topi biru, tetapi bukan mereka yang Raissa cari, tanpa terasa sudah dua halte busway Raissa lewati, matanya masih terus mencari sosok yang bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa Liza.

"Raissa!!" panggil seorang Lelaki tegap dan kekar berpakaian preman dengan kaos hitam ketat dan jins belel robek-robek, sebatang rokok terselip di telinga kirinya dan sepasang kacamata hitam melengkapi penampilannya yang terlihat misterius dan macho. Raissa menoleh, seperti mengenali Lelaki tersebut, tetapi lupa dimana. Lelaki tersebut tersenyum, membuka kacamatanya. Raissa masih terlihat kebingungan, benar-benar tidak ingat. "Masa sudah lupa, baru saja bertemu semalam." kata Lelaki itu sambil tersenyum. "Ooohhh.. Briptu Agus!! Maaf pak, saya sedang tidak konsen jadi lupa, maaf ya?!" kata Raissa sambil menepuk jidatnya. "sst, jangan keras-keras, saya sedang dalam penyamaran. Kamu sedang apa disini?" tanya Briptu Agus. "Hah, oh.. saya mau pulang.. ya.. saya mau pulang!" kata Raissa dengan gugup. Mata Briptu Agus menyipit. "Kamu tidak mencari si topi biru kan?"selidik Briptu Agus. " Hmmm? tidak kok!!" jawab Raissa dengan cepat yang malah membongkar kebohongannya pada Briptu Agus. "Sudahlah, biar kami melakukan tugas kami, serahkan pada kami ya! jangan mencari sendiri, bahaya! Lihat apa yang terjadi pada temanmu. Orang ini sangat berbahaya!" ujar Briptu Agus menasehati Raissa. Raissa tertunduk. " Saya hanya ingin melakukan sesuatu untuk teman saya pak, seandainya kejadian semalam bisa saya cegah!" kata Raissa. "Sudah jangan merasa bersalah, sudah jelas bukan salahmu, kamu malah telah membantu kami dengan foto yang kau ambil beberapa malam lalu. Sekarang pulanglah, atau temani temanmu di RS, supaya cepat pulih dan bisa menjadi saksi." kata Briptu Agus. Raissa menunduk sambil mengumamkan persetujuannya. "Apa? tidak kedengaran?" kata Briptu Agus sambil menelengkan telinganya ke arah Raissa. "Baiklah, saya akan pulang." kata Raissa mengulangi ucapannya dengan lebih keras. "Bagus , pulanglah, hati hati dijalan!" kata Briptu Agus. Raissa membalikan badan dan hendak menaiki tangga jembatan busway ketika Briptu Agus memanggilnya kembali, "Raissa, boleh minta nomor teleponmu?" tanyanya. "Hah? bukannya ponsel saya ada di bapak? Harusnya bapak sudah punya nomor saya saat ini?" kata Raissa. " Memang, tapi saya butuh izinmu untuk kapan-kapan menghubungimu. Boleh? " tanya Briptu Agus. Raissa bingung, dalam hati ragu, tetapi nomornya toh sudah ditangan Briptu Agus. "Boleh, kabari saya kalau ponsel saya sudah bisa saya ambil ya pak!" kata Raissa. "Siap, dan panggil saya Agus!" kata Briptu Agus. Raissa hanya tersenyum lalu berbalik dan menaiki jembatan menuju halte busway.