Chereads / Raissa / Chapter 23 - Raihan dan Farhan 2

Chapter 23 - Raihan dan Farhan 2

Raissa berlari ke arah poli jantung, tetapi tidak menemukan Raihan Raissa.meneruskan langkah ke poli-poli selanjutnya tetapi tetap tidak menemukan Raihan. Akhirnya Raissa sampai di bagian fisioterapi, tempat ini sepi dan ada aquarium besar sebelum masuk ruang fisioterapi. Raissa menemukan Raihan sedang mengamati ikan-ikan mas koki yang gemuk-gemuk berenang kesana kemari. Dan Raihan tidak sendirian, ternyata Aditya ikut menemani anak tersebut. Aditya melihat Raissa. "Kupikir dia tersesat, ternyata tidak." kata Aditya, "ngambek ya?" bisik Aditya kemudian. "Ya pak, ibunya menunggu bersama adiknya di ruangannya dr. Renny." kata Raissa. Raissa sebenarnya bingung bagaimana menghadapi anak kecil yang sedang ngambek tersebut, Raissa tidak punya pengalaman menenangkan anak kecil, apalagi mengorek keterangan dari anak kecil. Raissa mencoba membayangkan kalau dia ada di posisi Raihan kira-kira akan bagaimana. Akhirnya Raissa mendekati Raihan. "Bagus ya ikan-ikannya.. aku juga suka melihat mereka kalau sedang tidak ada pekerjaan." kata Raissa. Raihan hanya mengangguk. "Raihan suka ikan yang mana?" tanya Raissa kembali.

"Itu yang berdua bersama-sama, saling melindungi dari ikan yang lain yang lebih besar." kata Raihan. Raissa melirik Aditya, tetapi Aditya tidak tahu cerita dari awal jadi menganggap Raihan hanya ngambek karena tidak mau ke dokter. Raissa kembali memperhatikan Raihan, Raissa bukan psikolog tetapi rasanya dia mengerti apa yang sedang terjadi. "Raihan, kamu juga sakit seperti Farhan?" tanya Raissa pelan. Raihan menggelengkan kepalanya. Raissa menghembuskan nafas lega. sedangkan Aditya masih memperhatikan Raihan dengan tertarik. Tapi kelegaan Raissa tidak berlangsung lama. Raihan menarik kaos yang dipakainya ke atas, dan terlihat lebam di bagian samping kiri dan kanan perutnya. Raissa dan Aditya terkesiap. "Aku sakitnya di perut kak, rasanya mual, tapi aku tahan. Aku harus kuat." kata Raihan. "Siapa yang melakukan ini Raihan?" tanya Raissa. Raihan tidak menjawab, hanya menundukkan kepala. "Orangnya sama dengan yang membuat adikmu terluka juga?" tanya Raissa. Aditya melirik Raissa sepertinya dia juga mulai paham. Raissa bingung, bagaimana mengorek siapa pelaku yang melakukan ini. "Apakah Papa atau Mamamu?" tanya Aditya. "Bukan, Papa dan Mama tidak pernah memukul, kalau menghukum kami hanya disuruh berdiri di sudut rumah selama 15 menit sampai kami mengaku salah." kata Raihan. "Hmmm,teman sekolah?" tanya Aditya kembali. Raihan tidak menjawab. Aditya melirik Raissa kembali. "Mungkin sebaiknya kita ke dokter Renny dulu ya, supaya diperiksa juga.."kata Raissa. "Ya, Raihan ke dokter Renny dulu ya. sudah tidak usah marah lagi. dr. Renny baik loh." bujuk Aditya. "Dr. Renny memang baik, tapi mama yang salah, masa Raihan dituduh memukul adik."kata Raihan masih kesal. "Bukan, bukan menuduh.. mamamu hanya bertanya kok.. yuk kita kembali." ajak Raissa. "Baiklah, Om terimakasih ya sudah menemani Raihan." kata Raihan pada Aditya. "Sama-sama, dengar pesan Om ya Raihan, lebih baik kalau kita jujur saja dan tidak menyimpan masalah sendirian." kata Aditya. Raihan hanya mengangguk. Entah dia mengerti atau tidak. Raissa mengandeng Raihan kembali ke poli anak.

Anya dan Farhan masih ada di dalam ruangan dr. Renny, Farhan sudah tenang, tetapi masih bungkam. "Raihan kamu dari mana saja, maafkan mama ya, mama bukan menuduh kamu, tadi Farhan bilang bukan kamu kok." kata Anya sambil bergegas memeluk putra tertuanya. "Ya kak, bukan Raihan, Raihan juga korban. Raihan tunjukan pada mamamu dan dr. Renny yang tadi kamu tunjukan ke aku ya?" kata Raissa membujuk Raihan. "Apa maksudnya?" tanya Anya tak mengerti. Lalu ketika Raihan menaikan kaosnya, Anya langsung terduduk lemas. dr. Renny langsung memeriksa Raihan. "Baik, sekarang kita Rontgen Farhan dan USG abdomen untuk Raihan. Setelah ada hasilnya kamu temui aku lagi, hasilnya tidak terlalu lama kok, maksimal 1 jam, Raissa, kalau radiologis belum bisa baca hasil Rontgen hari ini juga, aku mau lihat hasil basahnya dulu ya? supaya cepat." kata dr. Renny. "Baik dok, akan saya bawakan hasil basahnya, mari saya antar ke bagian radiologi." kata Raissa pada dr. Renny dan Anya sekaligus. "Jangan lupa hubungi Rudy suamimu, Anya." kata dr. Renny. "Ya, sudah Ren, tapi aku belum kasih tahu Raihan juga jadi korban." kata Anya dengan lemas lalu mengikuti Raissa keluar ruangan. Di luar, Raissa memberitahukan Rosa kalau ia harus mengantar Raihan dan Farhan ke ruang radiologi, jadi Rosa yang akan membantu dr. Renny sampai Raissa kembali.

"Sus, siapa yang tega berbuat begini pada anak-anakku ya? Farhan tidak mau bicara, Raihan juga, Aku jawab apa sama Papa mereka?" kata Anya sambil menahan tangis ketika menuju bagian radiologi. "Sabar ya Kak Anya, kita lihat hasil pemeriksaan siapa tahu ada petunjuk. " kata Raissa yang iba dengan Ibu dari kedua anak tersebut, Raissa menduga kalau Raihan dan Farhan adalah korban bullying di sekolah, tapi Raissa tidak tahu pasti karena kedua anak tersebut tidak mau menjawab. Entah apa yang membuat mereka sangat takut sehingga bungkam. Akhirnya mereka sampai di bagian Radiologi. Yuda menyambut mereka. "Hai Sa, bawa siapa nih?" kata Yuda. "Hai Yud, ini Raihan dan Farhan, Raihan harus USG abdomen, kalau Farhan Rontgen Thorax. Prof ada tidak Yud, dr. Renny minta hasil secepatnya, basahnya dulu juga tidak apa-apa. Cito nih!" kata Raissa. "Prof. Bambang ada, dr. Gilbert juga ada." kata Yuda. " Bagus deh, jadi bisa langsung dilakukan sekarang?" tanya Raissa. " Bisa dong. Farhan ke ruang Rontgen yuk, kalau Raihan ke ruang USG ya, nanti prof datang kesana." kata Yuda. Raihan melihat ke arah mamanya. "Boleh gantian saja tidak? supaya saya bisa menemani, soalnya Papanya masih dalam perjalanan." tanya Anya. "Boleh, Farhan dulu kalau begitu ya, yuk ganti baju dengan ini ya, semua pakaian Farhan dibuka yaa" kata Yuda dengan ceria. "Ma, Farhan tidak mau buka baju ma." kata Farhan. "Tidak apa-apa Farhan, kan pakai baju ini." kata Anya sambil menunjukkan baju khusus untuk Rontgen. "Tapi Mama temani Farhan di dalam ya?" pinta Farhan. "Aduh Farhan, mama kan lagi ada adik bayi dalam perut, mama tidak bisa masuk." kata Anya bingung. "Oh kakak sedang hamil?" tanya Raissa. "Iya, baru 4 Minggu." kata Anya. "Farhan, mau kakak temani tidak? Mamanya tidak boleh masuk ke dalam ruangan Rontgen, tapi mama Farhan bisa tunggu di luar sini." kata Raissa. Awalnya Farhan seperti ragu dan hendak menolak, tapi melihat kakaknya merasa nyaman dengan Raissa akhirnya ia mengangguk. "Ok, kalau gitu ditemani kakak Raissa saja yaa, yuuk!" kata Yuda. Raissa pun menuntun Farhan ke dalam sementara Anya dan Raihan menunggu di luar. Sementara Farhan sedang dilakukan Rontgen, Suami Anya datang. "Ma, Gimana? Farhan kenapa?" tanyanya begitu masuk. "Sedang di Rontgen Pa, sehabis ini Raihan juga harus USG." kata Anya. "Apa!! kok bisa? kenapa? Raihan? kamu kenapa sayang?" tanya Papanya. Anya hanya membuka kaos yang dipakai Raihan. Rudy terkejut, "Tadi katamu Farhan, Raihan juga?" tanyanya bingung. "Iya Pa. Mereka tidak mau bilang siapa yang melakukannya." kata Anya. "Raihan, siapa yang melakukan ini pada kalian?"tanya Rudy pada anaknya. Raihan diam seribu bahasa. Anya dan Rudy hanya bisa bertatapan bingung. Tak lama kemudian Farhan keluar bersama Raissa dan Yuda. "Papa!" kata Farhan lalu mulai berlari tetapi segera berhenti ketika merasakan sakit. akhirnya Farhan hanya berjalan dan memeluk Papanya. "Bagaimana hasilnya?" tanya Rudy. "Sedang dicetak, prof. Bambang akan segera melihatnya dan memberikan laporan hasil pengamatannya pada dr. Renny, tidak akan sampai satu jam kok nunggunya. Sekarang giliran Raihan yang USG sama prof Bambang ya?" kata Raissa. "Ini dia prof datang.." kata Yuda. Prof Bambang yang berperawakan tinggi dengan rambut dan kumis putih karena umurnya yang sudah tidak muda lagi berjalan ke arah mereka. "Halo, siapa yang mau di USG yuk ikut saya!" kata Prof yang terlihat kebapakan itu. Bukannya senang Raihan malah menjerit, "Tidak mau, tidak mau!! Papa aku takut!! mama, aku tidak mau!!" Raihan memeluk Papanya erat-erat. Sedangkan Farhan mulai menangis sambil merapat pada mamanya. Kedua orangtuanya bingung melihat kedua anaknya yang tiba tiba histeris. "Raihan, tidak apa-apa kok, Prof. Bambang ini baik sekali orangnya." bujuk Raissa. Raihan hanya menyembunyikan mukanya pada papanya dan mempererat pelukannya. "Apa ada dokter lain? mungkin yang perempuan? Raihan takut sama dokter laki-laki ya?" tanya Rudy berusaha menebak.Raihan hanya menggeleng. "Sepertinya bukan itu pak, waktu Raihan kabur tadi dia sempat ditemani oleh CEO kami yang mengira Raihan tersesat. Disitu Raihan baik-baik saja dan terlihat nyaman. CEO kami seorang laki-laki yang tinggi juga. " kata Raissa. Saat itu dr. Gilbert keluar dari kamar prakteknya. "Yud, aku pamit ya, sudah selesai kan hari ini?" katanya sambil melenggang hendak keluar. Raissa berpikir kalau Raihan bukan takut dengan laki-laki, karena ketika dengan Aditya, Raihan merespon baik. Mungkin hanya dengan lelaki yang berambut putih? Langsung saja Raissa mencegat dr. Gilbert yang berambut hitam legam itu, "Dok, maaf satu lagi boleh ya dok? USG abdomen, tolong dok?" kata Raissa. "Ya dok, anaknya tidak mau dengan prof dok." kata Yuda. Dr. Gilbert langsung salah tingkah karena prof Bambang juga masih disitu menyaksikan permohonan mereka. "Tidak apa-apa dok, anaknya takut sama saya nih..

Ya sudah aku ngintip hasilnya Farhan dulu ya, biar aku lapor ke dr. Renny hasilnya." kata Prof Bambang. "Oke Prof." kata dr. Gilbert. "Makasih prof, Makasih dok." ucap Raissa dan Yuda bersamaan. "Ayo Raihan, kalau sama dr. Gilbert mau kan? ditemani oleh Papanya juga boleh kok." kata Raissa. Raihan mengintip, lalu mengangguk. Akhirnya Raihan USG dengan dr. Gilbert ditemani Papanya.

"Suster, makasih ya, untung suster cegat, kalau tidak Raihan masih histeris. Farhan juga sudah berhenti menangis. " kata Anya. "Ya Kak, soalnya tadi Raihan benar-benar tidak bermasalah dengan CEO kami, tetapi ketika melihat prof Bambang langsung ketakutan. Mungkin takut pria yang sudah tua atau berambut putih? atau berkumis putih?"kata Raissa menebak. "Pokoknya suster T-O-P B-G-T deh.. namamu siapa sus, mulai sekarang kamu adalah sahabat baruku, soalnya kamu sudah membantuku dan anak-anakku" kata Anya. "Raissa" kata Raissa sambil tersenyum. "semoga hasilnya tidak terlalu parah ya. Kasihan Raihan dan Farhan." lanjut Raissa. "Iya Raissa, terimakasih ya. Aku juga merasa gagal sebagai seorang ibu, sampai tidak tahu anak-anakku mengalami kesulitan seperti ini, Di rumah sikap mereka biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa." kata Anya. Raissa hanya bisa menepuk-nepuk pundak Anya. Prof. Bambang keluar ruangan lalu memanggil Raissa masuk ruangannya. "Sebentar ya kak." kata Raissa, lalu berlari masuk ruangan prof. Bambang. "Ya dok, ada yang bisa saya bantu?" tanya Raissa. "Sa, mereka trauma ya? korban kekerasan?" tanya prof. "Sepertinya prof, tapi mereka tidak mau bilang siapa pelakunya." kata Raissa. "pasti diancam, Lihat ini.. tulang rusuknya patah tetapi dari gambaran ini terlihat bukan akibat hantaman atau pukulan seorang yang sudah dewasa, kuat ya, tapi masih kecil, nanti coba bandingkan dengan hasil USG dr Gilbert. Ini saya sudah ketikkan hasilnya untuk dr. Renny." kata prof. Bambang. "Bukan hantaman dari orang dewasa? tapi mengapa apa Raihan sangat takut pada Prof ya? " tanya Raissa. "Nah, itulah saya juga bingung. Mungkin saya jelek ya?" kata Prof Bambang sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Hahaha ya tidak lah Prof. Prof ini, ingin dipuji sama saya ya dok?" kata Raissa. " Namanya juga usaha Sa.. kapan lagi dibilang tampan sama suster cantik!" kata prof Bambang sambil tertawa. " Bercanda ya Sa, sudah tua saya ini!" kata Prof lagi. "Ya ampun prof.. pengen banget dibilang masih muda dan tampan?" kata Raissa sambil tertawa. "Aduh kok kamu pinter ya, tidak termakan jebakanku!" seru prof. Raissa hanya tertawa saja. Tiba-tiba dr. Gilbert masuk, "Ah kamu disini Sa, nanti bawakan hasilnya ke dr. Renny ya.. ini agak aneh hasilnya, saya mau minta opini kedua dari prof. Bambang." kata dr. Gilbert. " Kenapa, hasilnya seperti ada pukulan tapi dari tangan anak kecil kan?" kata Prof. yang membuat dr. Gilbert kaget." betul dok! Hepar nya membengkak seperti terkena pukulan dengan ukuran sekepalan anak- anak!" seru dr. Gilbert. "Nah, sama!! dari hasil Rontgen Farhan juga gitu dok!" kata prof. Bambang. "Kasus yang aneh, ini Raissa.ternyata prof sependapat denganku jadi tidak ada yang harus dirubah. Ini tinggal dibawa ke dr. Renny." kata dr. Gilbert. " Baik, terimakasih dok." kata Raissa lalu pamit sambil membawa hasil untuk dr. Renny. Di luar ruangan prof. Bambang, Raissa mengajak Raihan dan Farhan beserta kedua orangtuanya untuk menemui dr. Renny kembali.