Chereads / Raissa / Chapter 22 - Raihan dan Farhan

Chapter 22 - Raihan dan Farhan

Keesokan harinya, ketiga gadis tersebut sama-sama kebagian shift pagi semua. Raissa tugas jaga di Poli anak, Asya di poli jantung, dan Peni di UGD. Liza masih belum sadar di RS. Karenanya Raissa membantu di bagian medical check up untuk menggantikan Liza dari pagi hingga pukul sepuluh dimana dokter anak mulai praktek dan Raissa harus membantu di poli anak. Pagi ini medical check up sangat sibuk, seperti biasa pasien yang melakukan medical check up harus datang pagi agar diambil darahnya untuk cek gula darah, kolesterol dan lain lain. Beberapa pasien terlihat tidak sabar menunggu giliran, ada juga yang sudah kelaparan karena berpuasa sejak semalam dan tidak bisa sarapan sebelum ambil darah. Kali ini antrian semakin panjang karena ada seorang pasien yang ternyata trypanofobia, atau fobia jarum suntik. Padahal awalnya pasien tersebut biasa saja di ukur tinggi dan berat badannya oleh Raissa. "Bapak Satrio Widiantoro, mari saya ukur tinggi berat badannya pak, setelah itu kita akan ukur tekanan darah dan visus matanya ya?" kata Raissa. "Loh saya tidak diambil darah dulu Mbak?"tanya Pak Satrio. "Habis di ukur dulu yaaa, sudah lapar ya pak?" kata Raissa mengajak bercanda. "Ahh masih tahan kok mbak hehehehe.." kata Pak Satrio. Lalu Raissa mengukur tinggi berat badan dan tekanan darah. " Agak sedikit tinggi pak, nadinya juga cepat, lagi lapar atau takut disuntik nih pak? " tanya Raissa mencoba bercanda. " Iya mbak, deg-degan nih." kata Pak Satrio sambil tertawa. "Jangan takut pak, seperti digigit semut saja kok." kata Raissa mencoba menenangkan. "Iya mbak, makasih ya.. ini saya duduk kembali?" tanya pak Satrio, "Iya pak, masih antri di labnya, sebentar saya lihat dulu berapa orang lagi sebelum bapak." kata Raissa sambil mengintip nomor antrian ke lab lalu kembali mendekati pak Satrio. " dua orang lagi ya pak, tenang saja, tidak apa-apa kok." kata Raissa. " Baik mbak, terimakasih." kata Pak Satrio. Raissa melanjutkan memanggil pasien lain, seorang Ibu-ibu paruh baya yang suka sekali mengobrol, jadinya Raissa menghabiskan waktu dua kali lebih lama dengan ibu itu karena melayani pertanyaan ibu-ibu tersebut. Baru saja Raissa hendak memanggil pasien selanjutnya, Kak Lina salah satu teknisi lab berlari dari ruang pengambilan darah menuju Raissa dengan muka panik. "Sa, pasienku pingsan Sa!" kata Lina dengan panik dan cemas. "Minta strecther dari UGD cepat! Bang Ucok bantu aku!" teriak Raissa. Lalu ia masuk dan mendapati Pak Satrio sudah tertelungkup di kursi pengambilan darah. Mukanya pucat pasi, Raissa memeriksa nadinya, masih berdenyut, jalan nafasnya baik dan masih bernafas. Raissa menghembuskan nafas lega. Tubuh Pak Satrio selain pucat juga berkeringat dingin. Ujung jari tangan dan kaki juga terasa dingin. "Gimana Sa?" tanya Bang Ucok, disusul kak Mira dan Peni. "Ada nadi dan ada nafas, sepertinya pingsan karena takut. tadi waktu di ukur tekanan darah memang agak tinggi dan nadinya cepat. katanya deg-degan takut disuntik." jawab Raissa. "Ya sudah kita bawa ke UGD dulu. Cok, bantu kami angkat ke strecther." perintah kak Mira. Lalu Bang Ucok, Peni dan Raissa mengangkat Pak Satrio ke Stretcher dan dibawa ke UGD. Setelah itu karena sudah hampir pukul sepuluh Raissa pamit pada Bang Ucok karena ia harus lanjut ke poli anak. "Siap, makasih ya Sa!" kata Bang Ucok yang masih sibuk dengan formulir medical checkup. Raissa pergi ke poli anak. Ternyata sudah ada dua orang anak laki-laki yang menunggu disana. "Hai, kalian mau ketemu dokter ya? yang sakit siapa? loh, mamanya tidak ikut?" sapa Raissa sambil mencari penanggung jawab kedua anak tersebut. " ada Mama, tapi lagi ke mobil mau ambil kue, adik lapar." kata Si Kakak. "Kakak yang sakit. Kakak mau disuntik!" kata si Adik. "Bukaan, kamu yang sakit, kamu yang disuntik!"kata si kakak. "Kamu!"

"Bukan! kamu!!"

"Kamuuuuuu!!"si adik mendorong kakak.

"Kamu!" kata si kakak balas mendorong si adik. Lalu si adik meringis kesakitan dan terbatuk.

"Shhssh..Uhuk..Uhuk..sshshs.." rintih si adik.

"Hei, mainnya jangan dorong-dorongan yaa, berbahaya..! Ayo sekarang kita ukur tinggi dan berat badan dulu yuukk.. ngomong-ngomong nama kalian siapa?" kata Raissa. "aku Raihan, ini adikku Farhan, dia umur 6 tahun aku 8 tahun, tapi kami sekelas, soalnya dia pintar." kata Raihan. "Oh ya, pasti kamu juga pintar kan?" kata Raissa pada Raihan. Raihan langsung tersenyum sumringah dan mengangguk. "Tapi kakak takut disuntik." kata Farhan. " Kamu juga!!!" teriak Farhan. "ssst, sudah, sudah, tidak apa-apa, aku juga tidak suka disuntik kok!" kata Raissa sambil mengedipkan matanya pada kedua anak laki-laki tersebut. "Hah? tapi kamu kan perawat, masa takut disuntik?"tanya Raihan dan Farhan keheranan. "Karena disuntik itu tidak enak, tapi bisa bikin aku kuat. Jadi aku tidak apa-apa disuntik." kata Raissa. "Oh, kalau disuntik bisa bikin kita kuat kak, kita disuntik aja kak supaya kita kuat." kata Farhan pada Raihan yang sedang menyilangkan lengan di dada sampul menyipit melihat Raissa seakan menimbang perkataan Raissa benar atau tidak.

"Raihan! Farhan! oh kalian disini rupanya, makasih ya sus, sudah diukur ya, berat dan tingginya. Ini buku perkembangan anaknya, tadi ketinggalan di mobil sekalian ngambil camilan buat si adek." kata seorang wanita yang ternyata adalah Mama Raihan dan Farhan, karena mereka serentak teriak Mama ketika wanita itu muncul. "Oh tidak apa-apakah kok Bu, jadi dua-duanya mau imunisasi?" tanya Raisa sambil mengambil buku catatan kedua anak tersebut dan mengisi ukuran yang barusan dia ukur. "Raihan imunisasi, seharusnya Farhan juga, tapi diperiksa dokter dulu deh, soalnya Farhan batuk-batuk terus sejak semalam. Batuknya aneh gitu sus!" kata Mama kedua anak itu. "Oh batuknya gimana? Farhan, aku boleh ukur suhu tubuh kamu ya? gak sakit kok, cuma di kening aja." kata Raissa sambil mengukur suhu tubuh anak itu. "Tidak demam sih Bu, masih 36,5°C." kata Raissa. "Oh syukurlah, batuknya itu seperti kering dan dalam, lalu kadang pada posisi tertentu Farhan seperti harus mengambil nafas dalam untuk bernafas."

Raissa mengerutkan kening, " Baik Bu, dokter sebentar lagi datang, ditunggu dulu ya." kata Raissa. " Panggil aku Anya saja Sus, Berasa tua saya dipanggil ibu." kata Anya sambil tersenyum. "Kak Anya saja ya saya panggilnya, kesannya saya tidak hormat kalau langsung panggil nama" kata Raisa sambil tersenyum, Anya pun tersenyum lalu mengangguk. " Raihan, Farhan, jangan main dorong-dorong lagi yaaa..Tunggu dokter sebentar lagi yaa. " kata Raissa lalu berlalu ke ruang dokter untuk menaruh rekam medis dan buku perkembangan anak agar dilihat dokter nanti, Raissa juga sudah membuat catatan kecil untuk dokter mengenai keluhan Farhan. Tak lama kemudian dr. Renny SpA datang, "Yuk Sa!" kata dr. Renny mengajak Raissa untuk memulai memanggil pasien yang kini sudah mulai mengantri tetapi tidak terlalu. "Baik dok, Raihan Dan Farhan, silahkan masuk ke ruang dokter Renny." panggil Raissa. Kedua anak tersebut berlomba-lomba masuk duluan, namun Farhan memelankan larinya dan hanya berjalan sambil menarik nafas lalu berjalan kembali menyusul kakaknya. Anya mengikuti dibelakang anak-anaknya, "Tuh Sus, suka kayak gitu dia sudah dua hari ini, aneeh.." kata Anya sambil masuk kedalam ruangan. "Apa yang aneh Nya? hei anak-anak, apa kabar? masih inget sama Tante tidak?" sapa dr. Renny yang ternyata adalah teman lama ibu mereka. Raihan dan Farhan menjawab serempak, "masih Tante dokter."

"Hai Ren, ini nih, harusnya anak-anak jadwal vaksin hari ini, tapi kayaknya Farhan batuk batuk terus deh, bisa divaksin tidak kalau batuk?" tanya Anya. "Ada demam tidak, sudah di cek suhu Sa?" tanya dr. Renny pada Raissa. "Suhunya normal dok." jawab Raissa sambil menunjukan buku perkembangan anak milik Farhan. "Oh iya tidak demam kok, naik kesini yuk Farhan, biar Tante periksa." kata dr. Reny sambil menepuk-nepuk tempat tidur periksa pasien yang dicat dengan warna hijau terang dan bergambar singa yang lucu. "Duduk saja boleh tidak Tante?" kata Farhan. "Boleeehh, tapi kenapa Farhan tidak mau tiduran?" tanya dr. Renny. "Soalnya Farhan jadi susah bernafas kalau tiduran terlentang, kalau tidur Farhan sukanya meringkuk begini." kata Farhan sambil mempraktekkan gayanya tidur. "Iya Ren, dia jadi batuk-batuk trus batuknya aneh. Semalam dia bilang susah nafas kalau tidur terlentang, akhirnya aku biarkan saja tidur meringkuk." kata Anya. "Hmmm, baiklah, angkat kaosnya ya Farhan." kata dr. Renny. Raissa hendak membantu membukakan kaos Farhan ketika anak itu berkelit lalu terbatuk-batuk karena menghindar sambil meliukkan badannya. Ia memandang kakaknya dengan pandangan memelas. "Kenapa Farhan? ayo buka bajunya." kata Anya sambil menghampiri anaknya. Diapit oleh tiga orang dewasa anak itu tidak bisa berkutik. Akhirnya Raissa berhasil menaikkan kaosnya dan ketiganya terkesiap. "Ya ampun Farhan, ini kenapa?" jerit Anya melihat memar berwarna merah keunguan di dada kanan agak kebawah. "Kamu baru lihat Nya? pas mandi tidak kamu lihat?"tanya dr. Renny. "tidak, mereka sudah bisa mandi sendiri semua, jadi sesudah mandi dan ganti baju aku cuma periksa gigi, telinga, rambut yang luar luar saja. Aduh Farhan kamu ngapain sampai bisa begini!!??" kata Anya. Farhan melihat ke arah kakaknya, melihat kakaknya hanya menunduk tanpa melihatnya akhirnya Farhan menangis, akibat menangis ia terbatuk-batuk kembali. dr. Renny memasang stetoskop di dada Farhan, mendengarkannya lalu berpindah ke punggung anak tersebut. Lalu ia meraba rusuk Farhan, Farhan berteriak kesakitan. "kita harus Rontgen dulu Nya, aku curiga ada yang patah rusuknya." kata dr. Renny. "Kakak!! Adiknya diapain? kenapa bisa begini?" bentak Anya pada Raihan. "Bukan aku!!!" teriak Raihan lalu lari keluar ruangan. "Raihan!!!" teriak Anya. "Biar aku yang kejar kak, kadang kalau orang asing yang tanya anak anak malah mau cerita. " kata Raissa. "Iya, tolong ya sus!" kata Anya. "Biar kami coba tanya Farhan disini." kata dr. Renny. Lalu Raissa keluar mencari Raihan. Di luar Raissa bertemu dengan Rosa. "Kak, Lihat anak lari keluar tidak?" tanya Raissa. "Tadi lari kearah poli jantung. Sudah selesai didalam? pasiennya masih banyak yang nunggu nih!" kata Rosa. "Belum selesai, aku cari dulu anaknya ya kak."kata Rossa sambil melangkah ke arah poli jantung dan meninggalkan Rosa menangani poli anak sendirian.