Chereads / Raissa / Chapter 14 - Percakapan Tengah Malam

Chapter 14 - Percakapan Tengah Malam

Sesampainya di UGD, Raissa langsung memasang monitor jantung di dada Aditya. Barto teknisi lab segera mengambil sampel darah dan mengecek apakah Aditya terkena serangan jantung atau tidak. Sementara dr. Deasy mencermati gambaran rekam jantung Aditya, Raissa memasang jalur intravena untuk akses cairan kedalam tubuh Aditya, tak lama kemudian selang infus sudah terpasang rapi di tangan kiri Aditya. Hasil darah juga tidak menunjukan adanya serangan jantung. Dr. Deasy juga sudah menduganya dari hasil EKG yang dipantaunya.

" Gastritis Bapak kambuh lagi pak, apakah bapak makan teratur? atau sedang stress akhir-akhir ini. Tekanan darah agak naik soalnya pak, Ini sedang di 140/90 mmHg." kata dr. Deasy. "Sedang sibuk saja belakangan ini dok." kata Aditya pendek dengan air muka masih menahan sakit. "Baiklah, sebaiknya bapak istirahat dulu, sekarang bapak akan saya beri obat lambung melalui suntikan ke infus bapak, dan saya tambahkan vitamin b kompleks dan vitamin c, supaya bapak segar kembali." kata dr. Deasy. "Baik dok, apa saja supaya nyerinya hilang." kata Aditya setuju saja. Dr. Deasy meresepkan obat dan Raissa menyiapkannya lalu menyuntikan obat obatan tersebut ke dalam pembuluh darah Aditya. "Bapak istirahat ya, Raissa akan menjaga bapak. Nanti kalo ada apa-apa panggil saja saya ya Sa?" kata dr. Deasy lalu ia meninggalkan ruangan agar Aditya dapat beristirahat. Raissa melepas monitor jantung dan tensimeter yang masih melekat pada Aditya. Lalu menyelimuti Aditya dengan lembut. "Selesai, sekarang bapak istirahat dulu ya, mmm bapak mau saya ambilkan setelah air hangat untuk minum?" tanya Raissa. Aditya mengangguk lemah. Raissa pergi mengambil segelas air hangat lalu kembali dan membantu Aditya bangun untuk meminum air hangat tersebut. Aditya hanya bersandar lemah pada Raissa. Selesai meminum airnya, Raissa membaringkan Aditya kembali. "Maaf Raissa, kamu jadi harus menolongku seperti ini. Biasanya aku tidak selemah ini loh!" kata Aditya malu. "Tidak apa-apa pak. Bapak tidak perlu malu, skrg bapak sedang dalam kondisi sakit. Beberapa orang malah sampai pingsan loh pak. Untungnya bapak tidak, saya tidak yakin kuat membopong bapak kalau begitu." kata Raissa mencoba menghibur Aditya. "Maksud kamu saya berat?" goda Aditya. "Jangan tersinggung begitu dong pak, semua yang lebih berat dari galon air mineral buat saya sudah berat." kata Raissa. Aditya terkekeh, "jawaban pintar, tidak menyinggung orang lain." kata Aditya. "Sudahlah, bapak istirahat dulu ya. Biarkan obatnya bekerja." kata Raissa. "Kau mau kemana?" tanya Aditya. "Tidak kemana-mana pak, saya disini kok." kata Raissa sambil membuka sedikit tirai pembatas dan menunjukan meja perawat yang berada tidak jauh dari sana, "Lampu diatas bapak akan saya matikan ya, supaya bapak bisa beristirahat lebih tenang." kata Raissa. "Baiklah, tetapi tirainya di buka sedikit ya." kata Aditya ingin tetap melihat Raissa, sedangkan Raissa mengira bahwa Aditya tidak suka gelap, ia hanya mengangguk saja dan membuka tirai sebagian dan mematikan lampu yang ada di atas tempat tidur Aditya. Aditya memperhatikan Raissa sibuk menulis catatan, memasukan data ke komputer, bolak balik membereskan peralatan sambil berusaha tidak membuat gaduh. Aditya merasa senang melihat gadis itu bekerja, lama kelamaan Aditya terbuai kantuk dan tertidur.

Dua jam kemudian Aditya terbangun dan melihat Raissa sedang mengecek infusnya. "Belum habis ya Sa?" tanya Aditya. " Belum pak, masih ada 150 cc lagi, sekitar 30-60 menit lagi. Bagaimana sakitnya sudah berkurang?" kata Raissa. " Sudah lebih enakan, hoaaaammm.." kata Aditya sambil merentangkan tangannya ke atas untuk meregangkan otot-ototnya. " Jangan terlalu tinggi, nanti darahnya naik ke selang infus." kata Raissa sambil menangkap tangan kiri Aditya yang panjang dan meletakan kembali ke kasur. Tangan kiri Aditya langsung menggenggam tangan Raissa. "Temani aku." kata Aditya. Raissa terkejut melihat tangannya digenggam Aditya. "Kamu masih ada pekerjaan? atau pasien lain?" tanya Aditya kemudian, ia merasa salah tingkah dan melepaskan jemari Raissa. "Eh, tidak, semua sudah selesai, tugas saya sekarang hanya tinggal menunggui bapak." kata Raissa sambil menarik jemarinya. Aditya tersenyum, "Kalau begitu temani aku mengobrol sambil mengisi waktu menunggu infusannya habis, aku merasa tidak bisa tidur lagi" kata Aditya senang. Raissa ikut tersenyum lalu mengambil kursi dan meletakkannya di sebelah tempat tidur Aditya. "Baiklah, bapak ingin mengobrol apa?" tanya Raissa bingung mau memulai percakapan bagaimana. "Hmm, baiklah, bagaimana kalau kau menceritakan alasanmu menjadi perawat. Apakah memang sudah cita-cita dari kecil?" tanya Aditya mencari bahan pembicaraan. Raissa tertawa, " Waahh, cita-cita saya selalu bergonta-ganti pak. Makanya ketika lulus SMA saya bingung mau meneruskan sekolah apa. Kebetulan Pacar saya waktu itu disuruh orangtuanya menjadi perawat. Lalu Ia menyarankan agar saya juga jadi perawat supaya kami dapat selalu bersama." kata Raissa. "Pacar? kamu punya pacar?"tanya Aditya kaget, sebenarnya tidak heran, gadis secantik Raissa pastilah banyak yang mau. "Dulu punya pak, waktu SMA, tapi sekarang sudah putus." kata Raissa. "Kenapa putusnya?" tanya Aditya penasaran. "Karena dia marah pak, Saya lulus ujian masuk keperawatan sedangkan dia tidak. Saya tadinya sudah hampir keluar mengikuti mantan saya itu mengambil jurusan lain, tetapi mamah saya marah, karena ujian masuk juga kan pakai biaya, lagian sudah lulus kan sayang kalau dilewatkan. Akhirnya saya lebih pilih mendengar mamah saya daripada pacar saya waktu itu, eh dia marah, terus kami putus deh. "kata Raissa sambil tertawa. Aditya juga ikut tertawa, " Baguslah, cowok apa itu masa tidak mendukung ceweknya." kata Aditya senang Raissa sudah putus dari lelaki seperti itu. "Lalu waktu kuliah, kamu punya pacar?"tanya Aditya kembali. "Sempat pacaran beberapa kali, dengan kakak kelas, dengan teman sekelas bahkan adik kelas. Tapi tidak ada yang bertahan lama." kata Raissa. " Banyak juga ya pacarmu, kenapa tidak bertahan lama? kamu selingkuh ya?" tanya Aditya. "Boro-boro mau selingkuh pak, cari waktu buat pacarannya saja susah. Sekolah keperawatan itu sibuk dan menguras tenaga. Karena sibuk, jadi kurang komunikasi, bawaannya mantan-mantan saya itu cemburuan terus, selain itu kalau ada waktu luang saya juga malas jalan-jalan dengan pacar saya, lebih enak istirahat! Makanya mereka sering marah-marah pada saya, saya malas berhubungan seperti itu, ya sudah saya putusin saja. Sejak itu saya malas pacaran lagi hehehe.."kata Raissa. "Oh begitu, susah juga ya kalau punya pacar perawat, kurang lebih mirip dengan dokter ya sibuknya?" tanya Aditya. "Ya kurang lebih lah, makanya kebanyakan para tenaga medis punya pasangan tenaga medis juga, karena mereka saling mengerti kesibukan satu dengan yang lain." kata Raissa. "Oh berarti mantanmu dulu tidak semuanya perawat juga?" tanya Aditya lagi. "Ada yang perawat ada yang bukan." jawab Raissa. "Hmmm, berarti mereka belum dewasa saja, kalau kamu punya pasangan, cari yang lebih dewasa Sa, pikirannya lebih matang dan tidak kekanak-kanakan." kata Aditya. "Hahahah, dewasa kayak bapak gitu lah ya pak, hahahah" kata Raissa sambil tertawa. "Memangnya kenapa kalau seperti saya?" kata Aditya mulai tersinggung ditertawakan Raissa. "Bapak katanya sudah dewasa, tapi takut gelap." kata Raissa lagi terkikik. "Aku bukan takut gelap Raissa, hanya ingin memastikan kalau terjadi apa-apa padaku, kamu bisa melihatku." kata Aditya membuat alasan agar alasan utamanya tidak diketahui Raissa. " Bapak sendiri, kenapa belum punya pacar?" tanya Raissa spontan. "Pacar, tau dari mana kamu aku belum punya pacar?" kata Aditya ingin menilai reaksi Raissa. " Kalau bapak sudah punya pacar pasti sudah banyak gosip berseliweran pak, ini tidak ada, dimajalah pun bapak selalu bergonta ganti teman kencan. Tidak ada yang tetap. Benar kan?" tanya Raissa. "Sok tahu kamu!" kata Aditya sambil tertawa. "Jadi kalian sering bergosip tentang kami juga ya?" kata Aditya mengalihkan pembicaraan. "ah tidaakkk.. sok tahu nih bapak." balas Raissa. Aditya tertawa. Hatinya terasa ringan, sudah lama ia tidak mengobrol dengan seorang gadis sambil bercanda lepas seperti ini, selalu saja ada motif tersembunyi bila ia berkencan dengan seorang wanita. Kebanyakan untuk bisnis. Mengobrol dengan Raissa terasa menyenangkan. Mungkin ini juga yang dirasakan Alex saat bersama Asya. Tanpa tekanan. Hanya dua manusia yang tertarik dan berusaha saling mengenal.

Raissa berdiri dan mengecek botol infus Aditya. "Sudah hampir habis, saya cepetin biar habis ya pak?" Kata Raissa, Aditya hanya mengangguk, sebenarnya ia masih ingin mengobrol dengan Raissa tapi alasannya sudah habis. Lagipula ia harus pulang dan kembali pagi-pagi untuk rapat. saatnya kembali ke realita. Setelah habis infusan, Raissa mencabut selang infus dari tangan Aditya dengan lembut. Aditya menyukai sentuhan Raissa, lembut tidak kasar, rapi dan cepat sehingga darah tidak berceceran kemana-mana. Raissa memanggil dr. Deasy untuk pemeriksaan terakhir sebelum pulang. Aditya diperbolehkan pulang, dengan syarat diantar oleh supir. Diputuskan Pak Wani yang akan mengantar Aditya pulang. Aditya mengucapkan terimakasih kepada dr Deasy. Raissa sudah menyiapkan kursi roda untuk mengantar Aditya ke lobby tempat ambulance menunggunya bersama pak Wani. " Aku jalan saja Raissa, kuat kok." kata Aditya. " Baiklah kalau begitu, sini kubawakan tas dan jas bapak." tanpa menunggu persetujuan Aditya Raissa mengambil barang bawaan Aditya. Mereka bersama sama menuju lobby. "Terimakasih karena mau menemaniku Raissa." kata Aditya. "Dengan senang hati pak." kata Raissa.sambil tersenyum. "Semoga kapan-kapan kita bisa mengobrol lagi dan kali ini bukan di klinik sambil terbaring sakit." kata Aditya. "Gampang, bisa diatur itu!" kata Raissa sambil mengacungkan jempol kanannya. Aditya memasuki Ambulance. "Hati-hati ya pak, jangan stress, makan teratur ya pak!" kata Raissa sambil melambai pada Aditya. Aditya Balas melambai sambil mengangguk dari dalam ambulance. Raissa terus melambai sampai ambulance keluar dari gedung lalu ia menurunkan tangannya. Sambil senyum-senyum sendiri, Raissa kembali ke ruang UGD, ia tidak menyangka mengobrol dengan CEO nya, ternyata asyik juga.