Chereads / Raissa / Chapter 15 - Pria Bertopi Biru

Chapter 15 - Pria Bertopi Biru

Sejak peristiwa malam itu, sikap Raissa terhadap Aditya mulai melunak, mungkin karena Raissa melihat betapa rentannya Aditya saat sakit. Bila berpapasan dengan Aditya di klinik kini Raissa tidak hanya tersenyum sopan, tetapi ditambah dengan sapaan sekadar mengucapkan selamat pagi atau menanyakan kabar. Selain itu, akibat dari Aditya yang jatuh sakit, Alex menjadi lebih intensif menggembleng Satya. Walaupun semua butuh proses dan waktu, tetapi Aditya sudah mulai bisa bernafas lega. Rutinitasnya hampir berjalan seperti biasanya.

Hari ini Raissa masuk pagi, ia berangkat kerja dengan menggunakan ojek online. Menurutnya lebih praktis, sebenarnya lebih murah naik busway, tetapi untuk ke halte busway Raissa harus berjalan lebih jauh daripada kalau dengan ojek online. Berjalan lebih jauh artinya bangun lebih pagi, belum lagi nanti keringatan sampai ke tempat kerja. Jadi Raissa selalu memilih ojek online. Tentu saja Raissa selalu mencari ojek online yang sedang promo. Raissa baru saja turun dari ojeknya di pinggir jalan ketika melihat Liza berlari lari kecil turun dari tangga penyeberangan. Liza selalu menggunakan busway untuk berangkat kerja. Karena halte busway sangat dekat dengan rumahnya dan kebetulan juga dekat dengan gedung tempat klinik mereka berada. Raissa memperhatikan Liza yang berlari-lari dengan muka memerah. "Wah sepertinya kamu harus lebih sering olahraga ya Liz, masa baru naik turun tangga penyeberangan saja sudah merah begitu mukanya." kata Raissa sambil tertawa. "Huss enak saja.. bolak balik tangga penyeberangan sepuluh kali juga aku masih sanggup. itu tuh.. ada orang aneh di tengah jembatan." kata Liza sambil menunjuk seorang bapak yang berdiri memperhatikan mereka dari atas jembatan, bapak itu berpenampilan biasa saja tidak mencolok, rambut hampir botak, hanya ada disisinya saja, kulit coklat gelap, memakai kaos dan jaket hitam yang lebar, celana warna coklat dan Raissa terbelalak melihat celananya yang terbuka dibagian resletingnya dan mengeluarkan kemaluannya. "Astaga!! sakit jiwa orang itu, ayo kita lapor satpam Liz.. biar orang itu di usir dari situ, kasihan karyawati-karyawati yang lewat jembatan ini, pasti syok. Kok kamu ikutan syok juga Liz, seharusnya kan sudah tidak aneh lagi buat kita."kata Raissa sambil terkikik. "Tidak aneh, tapi bikin kaget Sa, orang lagi enak-enak menikmati udara pagi tiba-tiba dihadang dan dipamerkan barangnya bapak itu!! Mending kalau bagus, kecil keriput pula!!" kata Liza. Raissa tertawa dan Liza juga ikut tertawa. Lalu mereka segera melaporkan kepada Satpam kejadian itu. Tak lama kemudian seorang Satpam mengusir si bapak dari jembatan itu. Untuk sementara jembatan itu aman.

Siang itu, topik bapak di jembatan jadi pembicaraan pada saat para perawat makan siang. Apalagi di bagian muka Liza yang memerah melihat barangnya si bapak. Habis Liza digoda oleh perawat-perawat yang lain. Setelah itu mereka mulai berbagi pengalaman, Ara, Sinta dan Maria masing-masing menceritakan pengalaman mereka bertemu hidung belang di jembatan itu. "Dulu sewaktu masih jadi jembatan penyebarangan biasa, belum ada lampu halte busway yang terang benderang, jembatan itu sangat rimbun dengan tanaman menggantung di sisi-sisinya, Lampu jembatan sering hilang atau pecah, atau tertutup tanaman yang terlalu rimbun. Bermacam- macam kejahatan terjadi disana, sampai kami semua para perawat dan semua karyawati di gedung ini menghindari jembatan itu. Habisnya, gelap sedikit ada saja yang di rampok lah, dijambret lah, dilecehkan lah.. macam-macam pokoknya. Tapi setelah busway jadi, kejadian itu hampir tidak ada, ya sekali-kali ada orang gila seperti yang kalian lihat tadi pagi." kata Ara, perawat yang paling lama bekerja di klinik Bhagaskara Medika. "Iya, untung juga sudah ada halte busway yang terang benderang itu, dulu, aku harus menyeberang jalan yang besar ini karena terlalu takut naik jembatan. padahal aku juga takut menyeberang."kata Rosa yang sedikit lebih muda dari Ara. " Tapi lebih enak sekarang kan kak, sudah diantar jemput suami!" goda Maria. "Iya dong, suamiku terbaiklah!! Kak Ara juga enak nih, walau tidak dijemput suami tapi ada supir yang jemput." kata Rosa. "Suamiku kan sibuk, lumayanlah ada yang antar jemput, biar cepat pulang ke rumah. kangen sama anak-anak!" kata Ara. "Kakak juga kenapa masih bekerja? Kan Suami kakak sudah lumayan penghasilannya. Kalau aku pasti pilih di rumah saja." kata Dian.

"Aku sudah coba begitu Dian, aku sempat berhenti kerja loh sekitar dua tahun waktu melahirkan anak kembar ku. Lalu aku kangen kerja lagi disini. Gimana ya.. sekali perawat, tetap perawat! Dan Bhagaskara Medika itu ngangenin, kita semua dari dulunsudah seperti keluarga soalnya.." kata Ara tertawa. "Lagipula aku sudah tidak terlalu banyak mengambil jadwal malam kok, paling kalau mengajari anak baru saja, seperti Raissa ini.. tapi anak ini cepat belajar.. jadi silahkan siapa yang mau ambil giliran kerja malamku yaa!" kata Ara sambil tertawa. "Wah enak sih kalau sudah punya suami mapan, ngomong-ngomong sebentar lagi juga ada yang nasibnya seperti kak Ara nih, Asya giliran jaga siang ya?" tanya Dian pada Liza dan Raissa. Raissa yang merasa Dian ingin menggosipkan Asya hanya diam saja, sedangkan Liza langsung mengalihkan topik pembicaraan, " Eh.. kok jadi ngomongin suami sih.. kembali ke laptop, ngomong-ngomong kalian sering lihat pria bertopi biru di dekat jembatan tidak?" tanya Liza. Semua mengerutkan kening dengan Liza yang tiba tiba memutar arah pembicaraan, sebenarnya Liza hanya asal mengalihkan pembicaraan karena tidak mau menggosipkan Asya, tetapi taktiknya berhasil karena para perawat itu jadi berpikir dan mengingat-ingat. "Yang mana ya Liz, aku naik mobil sih jadi tidak memperhatikan." Kata Ara. "Sama, aku juga, bahkan tidak lewat gerbang depan kalau berangkat atau pulang dari sini." kata Rosa. "Hmm sepertinya aku pernah lihat, sering bersandar di tiang jembatan paling bawah kan ya Liz?" kata Dian. " Iya, sepertinya aku juga lihat pria bertopi biru itu pagi ini, tapi aku tidak terlalu memperhatikan, habisnya, aku melihatmu lari-lari dengan muka memerah sih.. lucu loohh!" kata Raissa cekikikan yang disambut tawa perawat yang lain. "Ihhh kalian ini.. kok jadi aku sih.. aku cuma penasaran saja, aku juga baru memperhatikan beberapa hari ini. Pria itu selalu ada entah pagi atau sore dibawah jembatan, hanya melihat-lihat saja. Awalnya kusangka preman.. tapi berbeda sepertinya." kata Liza yang akhirnya jadi serius dengan cerita pengalih perhatiannya. "Hmmm, mungkin sedang menunggu seseorang Liz." kata Dian. "Mungkin juga ya, hahaha ah sudahlah tidak usah dipikirkan, aku saja yang terlalu ingin tahu urusan orang hahaha, oh lihat, sudah jam berapa ini! Aku harus kembali ke poli Obgyn, sebentar lagi dr. Vita akan praktek." kata Liza membereskan sisa makanannya. Perawat yang lain juga melakukan yang sama. Raissa berbisik pada Liza, "pengalih perhatian yang hebat Liz!" kata Raissa sambil mengacungkan jempol pada Liza. " iya, Dian dekat dengan Marisa, makanya agak tercuci otak oleh Marisa sepertinya." bisik Liza. "Heran, kenapa senang sekali menggosipkan Asya, sirik banget deh!" kata Raissa kesal. "Sabaaarrr.. dulu aku juga digosipin kok, nanti juga akan berlalu!" celetuk Ara tiba tiba dibelakang mereka. "Eh kak Ara dengar aja." kata Raissa malu. "Tidak apa-apa, aku suka taktikmu Liza, aku mendukung Asya dalam hal ini. kita sama-sama melawan hasutan Marisa ya!" kata Ara sambil berlalu menuju poli THT tempat Ara bekerja. "Iya kak!" balas Raissa dan Liza serempak. "Nanti sore pulang bareng ya Liz, aku mau lihat si pria topi birumu!" kata Raissa. " Ih, dia bukan priaku tahu!!!" balas Liza sambil mencubit Raissa. Raissa berusaha menghindar sambil tertawa-tawa.

Sore itu Raissa sengaja mengantar Liza sampai halte busway dan kembali lagi untuk menunggu ojek online yang sudah dipanggilnya, tetapi Raissa tidak melihat si pria topi biru. "Mungkin besok pagi" pikir Raissa. Raissa merasa gelisah dengan cerita Liza tadi siang, dia ingin memastikan sahabatnya itu aman.