Chereads / Raissa / Chapter 11 - Dilamar

Chapter 11 - Dilamar

Raissa lanjut dengan tugas jaga pagi setelah latihan jaga malam dengan Ara. Sedangkan Ara pulang setelah menyelesaikan tugasnya. Asya, Liza dan Peni yang kebetulan tugas jaga pagi juga datang lebih pagi untuk melihat keadaan Raissa. Liza mengecek komputer untuk melihat pendaftaran semalam. "wah lumayan dapat tiga pasien, lancar dong Sa?" tanya Liza. "Lancaaarr.. kasusnya juga ada-ada saja, aku tidak kebayang kalau harus sendirian, pasti sibuk sekali." kata Raissa. "Itulah asyiknya UGD, tidak tertebak, makanya aku senang jaga unit ini hehehe"kata Peni. Asya diam saja, dari raut mukanya sepertinya sedang banyak pikiran. " Sya, kenapa? pagi-pagi sudah melamun?" tanya Raissa. "Ah.. apa? oh tidak ada apa-apa kok, eh tapi.." Asya terlihat bingung, ia menggaruk kepalanya. Raissa, Liza dan Peni berpandangan bingung, seperti bukan Asya, Asya itu tenang, bijaksana dan selalu dapat diandalkan, tidak pernah mereka melihat Asya bingung seperti ini. "Ini ada hubungannya dengan kamu pulang sampai larut semalam ya Sya? semalam aku dengar dari kamarku, kamu pulang hampir jam sepuluh malam." kata Peni. "Iya Pen, begini saja, kita makan siang bersama ya? di warung Gado-gado Bu Jum saja ya, biasanya sepi, jadi kita bisa mengobrol leluasa." kata Asya. "Tapi kan Gado-gado Bu Jum kurang enak Sya?" tanya Liza. "Makannya sepi Liz, cocok buat bicara rahasia, gimana sih Liza!"kata Peni. "oohh.. iya sih, tapi..."kata Liza yang ragu karena tidak suka masakan Bu Jum. "Sudah, gampang solusinya, nanti kita minta Bu Jum banyakin garam dan kecapnya, masakannya terlalu hambar jadi tidak ada rasanya. oke ya Liz?" kata Asya. Liza langsung tersenyum. "Baiklah, demi Asya!"katanya. Raissa tertawa, "Kalau begitu sampai jumpa makan siang ya, pagi ini ada dr. Indra,SpA praktek sebentar lagi, aku harus siapkan peralatannya dulu, daahh!" kata Raissa, dan mereka semua bubar ke posisi tugas masing-masing.

Pagi itu Raissa bekerja ditengah kantuk, ia berusaha mengusir kantuknya dengan bermain bersama anak-anak yang datang ke klinik. Salah satu pasien yang datang menemui dr. Indra adalah Rangga, bocah berumur 4 tahun keponakan Aditya. Rangga datang bersama ibunya, Karina. Ini adalah pertama kalinya Raissa bertemu dengan Karina sehingga awalnya Raissa tidak mengenali Karina. Yang Raissa lihat adalah wanita muda sosialita, dengan gaya ala Kim Kardashian, aksesori dari atas kepala hingga ujung kaki dari merek terkenal, menggandeng seorang bocah lucu yang pakaiannya juga tidak kalah bermerek dengan ibunya, lalu dibelakangnya dua orang pengasuh membawakan semua bawaan si anak maupun si ibu. karena klinik mereka terbilang elite, pasiennya pun berasal dari kalangan elite, pemandangan ibu muda sosialita membawa anak beserta dua pengasuh yang awalnya mengagetkan Raissa lama kelamaan membuatnya terbiasa walaupun sampai detik ini Raissa tidak habis pikir mengapa seorang anak membutuhkan dua orang pengasuh ditambah ibunya juga tidak kemana-mana.

ketika Karina masuk, Raissa menyambutnya seperti biasa dengan senyumnya yang gembira. "Selamat pagi, selamat datang, siapa ini jagoannya kecilnya? mau ke dr. Indra ya?" sapa Raissa ramah. "Aku Karina, kakak Aditya, kamu baru ya?" kata Karina ketus sambil melepas kacamata hitam bermerek terkenal dari batang hidungnya dan memandang Raissa dengan remeh. "Oh, selamat pagi Bu Karina, iya, saya Raissa, baru pertama kali ini ketemu ibu. kalau begitu ini pasti Rangga ya? hari ini jadwal vaksin kan? ayo kita ukur tinggi dan berat badannya!" kata Raissa tanpa kehilangan nada cerianya, mengabaikan sikap ketus dan pandangan meremehkan Karina. Raissa malah memilih mengulurkan tangan pada Rangga yang langsung disambut dengan antusias oleh bocah itu. "Ayoo, Rangga makannya banyak gak? tingginya sudah naik berapa banyak ya dari terakhir kali kesini? ayo kita ukur.. Rangga berdiri disini yaa.. lihaatt ada jerapahnya looh.. Rangga sama jerapahnya tinggian siapa ya?" kata Raissa sambil membawa Rangga ke jerapah pengukur tinggi badan. "waah jerapahnya tinggi sekali suster, kapan aku bisa setinggi jerapahnya?" kata Rangga dengan sedih menatap si jerapah kayu. "jangan sedih.. mau tahu rahasia tidak?" tanya Raissa. "Mau..mau.." kata Rangga. "Jerapahnya sudah berhenti tumbuh lohh.. tingginya hanya segitu terus.. mau tahu yang lebih hebat lagi tidak?" tanya Raissa dengan nada semakin konspiratif sehingga memancing keingin tahuan si anak. "Apa sus?" kata Rangga dengan mata terbelalak. "Kalo Rangga makannya pintar, Rangga bisa tumbuh terruuuusss sampai melebihi jerapahnya!" kata Raissa sambil mengukur tinggi dan berat badan Rangga. "woooww..oke, aku mau makan abis ini. Supaya tinggi." kata Rangga penuh tekad. "Pintar, lihaattt.. Rangga sudah tambah 2 cm loh dari terakhir kali kesini.. hebaatt!" kata Raissa sambil mengacungkan jempol pada anak itu. Rangga tersenyum dengan berseri-seri. Ia menengok pada ibunya yang memberikan senyum manis pada putranya. "Karina masih punya hati juga ternyata, biasanya sosialita muda langsung sibuk dengan gadgetnya begitu tiba dan membiarkan pengasuhnya mengurus anaknya." pikir Raissa tersenyum. "Rangga main di Playground sini dulu ya sambil tunggu dr. Indra. Soalnya masih ada satu pasien di dalam. sehabis ini giliran Rangga yang ketemu dr. Indra ya?" kata Raissa. "okeee!" kata Rangga lalu berlari ke palu ground yang sudah disediakan diikuti dua pengasuhnya. Raissa memasukan data-data pengukurannya ke dalam rekam medis Rangga di komputer dan akan langsung terhubung dengan komputer milik dr. Indra. Karina mendekati Raissa. "Kamu luwes dengan anakku. Biasanya anakku susah bergaul dengan orang asing." kata Karina dari balik meja perawat, ia menorehkan jarinya diatas permukaan meja mengecek keberadaan debu, "Dan Rajin pula, biasanya kalau aku kesini tempat ini agak berdebu." kata Karina sambil menunjukkan telunjuknya yang tetap bersih. Raissa terkejut tetapi menutupinya dengan senyum, " saya senang anak-anak, dan saya senang kebersihan, saya hanya melakukan pekerjaan saya saja. Untungnya saya juga menyenangi pekerjaan saya."kata Raissa. "Bagus, itu bagus sekali Raissa, kalau kita menyenangi pekerjaan kita, kerjaan yang beratpun terasa ringan. Asal jangan sampai menyenangi atasan yaa!?"kata Karina sambil tertawa kecil. "hahahaha.. bisa saja Bu Karina bercandanya, atasan saya perempuan Bu, saya masih lurus" Raissa balas tertawa mengira Karina bercanda. Karina terdiam, "Oh maksud ibu Pak Aditya? " tanya Raissa dan langsung terpikir Liza, "ah rumor saja itu Bu!" kata Raissa. "Yaahh.. kita lihat saja nanti, memangnya¹ atasanmu hanya Aditya saja?" kata Karina misterius. Raissa bingung, masih ingin bertanya tetapi seorang pasien berkebangsaan Korea masuk dan Raissa langsung melayani pasien tersebut. Setelah Karina dan Rangga selesai, Raissa kembali sibuk dengan pekerjaannya, hingga jam makan siang tiba. Raissa sudah tidak sabar ingin pulang karena lelah, tetapi teringat janjinya untuk makan siang bersama teman temannya. Raissa pergi ke Nursing Station yang ternyata kosong, ia mencari ke ruang UGD, sebelum masuk ia bertemu Asya, " Sa, sedang ada kode biru di UGD, makan siang di pending. Nanti sore aku minta Liza datang ke kontrakan. Jadi sampai ketemu nanti sore ya?" kata Asya. " Oh baik. Ada kode biru? butuh bantuan?" tanya Raissa. " cukup kok, kamu pulang saja Sa, nanti kamu sakit kerja terus. jangan khawatir, sudah tertangani kok. sampai ketemu di rumah ya?" kata Asya sambil melambai dan segera masuk UGD. Raissa pun pulang. Karena terlalu lelah Raissa memilih tidak makan siang dan langsung tidur setelah membersihkan dirinya.

pukul 4 sore Raissa terbangun. matanya sembab, Raissa secepatnya mencuci muka lalu membuka kulkas, meminum sebotol air mineral yang sudah didinginkan sebelumnya dan mengambil sebutir apel lalu memakannya sambil menunggu teman temannya datang.

Tak lama kemudian Asya, Peni dan Liza datang. "Hi Sa, masih ngantuk ya, matanya sembab amat!"kata Peni sambil tertawa. "Iya nih, aku kalau kurang tidur sedikit langsung punya kantong mata. Jelek banget deh!" keluh Raissa. "Masih mending, aku langsung mata panda." kata Liza. Asya datang membawa irisan mentimun, " ini taruh di mata, pasti enakan." katanya. "Waaahh terimakasih mami Asya!" kata Raissa senang sambil memejamkan mata dan memasang irisan mentimun pada kelopak matanya. "Bagaimana tadi kode birunya? selamat?" tanya Raissa sambil berbaring. "Selamat dong, sempat heboh sebentar, pasiennya adalah karyawan bank depan klinik kita, mau keluar makan siang, eh malah jatuh tiba-tiba di depan pintu UGD kita, pas banget ya? penanganan yang cepat membuat harapan hidupnya lebih banyak. " kata Peni yang baru keluar dari kamarnya setelah berganti baju. "ya benar. Aku senang kalau melihat pasien pulang dengan selamat, semoga setelah ini bapak itu akan menjaga kesehatannya ya. Kabarnya bapak itu harus bypass jantung ya Sya?" tanya Liza. "Iya, Menurut Alex sih begitu." kata Asya sambil memakan sisa irisan mentimun. "Alex?" tanya Raissa, Peni dan Liza berbarengan. Biasanya Asya selalu menyebut dr. Alexander atau dr. Alex, tidak pernah hanya Alex. Asya tersipu, mukanya memerah. "Jadi teman-teman,... tapi sebelumnya berjanji dulu padaku.. ini rahasia kita berempat yaa.. jangan ada orang lain yang tahu. Janji?" kata Asya.

"Sumpah!"kata Peni sambil mengangkat tangan kanan lima jari ke atas.

"Janji" kata Liza dengan tanda dua jari keatas.

sedangkan Raissa membuat gerakan mengunci mulut dan membuang kuncinya.

"Jadi semalam.. Alex.. melamar ku.." kata Asya lalu segera menutup mata dengan rapat dan menutup kuping. Tindakannya tepat karena Peni, Liza dan Raissa langsung berteriak kaget " Apaaaaa!!!!"

Raissa langsung terduduk, irisan mentimun ya copot, lalu saling memandang Peni dan Liza, lalu ketiganya serempak berteriak kembali sambil memeluk Asya, "Waaaaaaaaa!!!!!"

"Selamat ya Syaaaaaa... aku ikut seneng loohhh!!!" kata Liza.

"Aku udah curiga pasti kalian ada sesuatu, aku cuma nunggu kalian cerita aja!" kata Peni.

"kapan pacarannya Sya? kok langsung lamaran?" tanya Raissa.

Asya tertawa, "Reaksimu sama dengan Pak Aditya Sa, waktu Alex bilang sama Pak Aditya. hahahaha.. terimakasih ya teman teman buat dukungannya. Sumpah, selama ini kami tidak pacaran diam-diam. Tapi kami memang dekat, bahkan aku sendiri menaruh hati padanya tapi tidak berani berharap. sebenarnya aku juga ragu menerima lamarannya. Kami berbeda jauh sekali. walaupun kesukaan kami banyak yang sama. Maksudku lebih ke perbedaan sosial." kata Asya.

" Aku mengerti perasaanmu Sya, aku juga selama ini berharap pada Pak Aditya, walaupun kemungkinan pak Aditya memperhatikanku sangat kecil, aku juga akan bingung kalau memang kejadiannya sama denganmu. Pergaulan sosial kita terlalu berbeda. Mungkin pak Aditya akan mudah bergaul dengan kita, tapi kalau kita yang bergaul dengan mereka dan teman-teman mereka? jangan-jangan nanti kita di cap kampungan." kata Liza. "Iya, makanya aku ragu, semalam itu seperti mimpi untukku, dan aku tidak terlalu berpikir panjang dan langsung menerima, tetapi setelah hari ini aku semakin ragu dan takut. Hari ini aku tidak sempat berbicara pada Alex, tapi semalam aku tidak bisa tidur. Pikiranku sudah macam-macam, bagaimana reaksi keluarganya? keluargaku? aku bingung." kata Asya kalut. "Kamu mencintainya? sungguh-sungguh mencintainya? bukan karena uangnya? tampangnya? jabatannya?" tanya Raissa. "Sumpah aku benar-benar mencintainya, bukan karena uang, harta, tahta, dan rupanya. Aku bahkan rela tidak memilikinya asal dia bahagia." kata Asya dengan tegas. "Kalau begitu perjuangkan!" kata Peni. "Benar kata Peni, perjuangkan Sya, kamu beda kasus dengan Liza. Maaf ya Liz.." kata Raissa sambil melirik Liza, Liza hanya meringis."Cintamu tidak bertepuk sebelah tangan, cintamu disambut oleh Alex.. tuh kan aku jadi ikut-ikutan panggil Alex..." kata Raissa sambil geleng-geleng kepala. "Iya Sya, kami mendukungmu siap berjuang.. dibelakangmu!" kata Liza sambil tertawa dan semakin tertawa setelah kepalanya digetok Raissa.

"Terimakasih kalian semua" kata Asya terharu.

"Sya, kuatkan hatimu, kalau kamu pilih terus berjuang, jalanmu bakalan keras, tapi setidaknya kamu punya Alex." kata Peni. Asya mengangguk. "Ya, sebenarnya aku ragu menceritakan ini padamu Sya, tapi ini bisa jadi bahan untuk mempersiapkan mentalmu juga. Tadi pagi kakaknya Pak Aditya datang untuk melakukan vaksin bagi anaknya. Awalnya dia memujiku karena langsung akrab dengan anaknya. Kubilang aku senang anak-anak, lalu dia bilang untuk tidak menyenangi atasanku. Kupikir mengenai pak Aditya, tapi Bu Karina bilang memangnya atasanku hanya pak Aditya? aku langsung bingung, tapi setelah mendengar ceritamu aku langsung mengerti maksudnya. Sepertinya Dr. Alex sudah berbicara dengan keluarga besarnya. Jangan ciut ya Sya, persiapkan mentalmu. Tunjukkan siapa dirimu. Tunjukkan kalau kamu benar benar sayang pada Alex." kata Raissa. Asya termanggu, lalu terlihat bertekad. "Ya benar, aku harus membuktikan kalau aku bukan perempuan pencari harta, aku tulus menyayangi Alex, dalam keadaan apapun aku menyayanginya." kata Asya.

"gitu dong Sya, semangaatt!!" kata Peni lalu memeluk Asya, diikuti oleh Raissa dan Liza.