Seminggu setelah berita pertunangan Dr. Alex dan Asya diketahui oleh Raissa, Peni dan Liza, Kini berita itu telah menyebar ke seluruh Bhagaskara Medika dan diketahui oleh seluruh karyawan. Beberapa ikut berbahagia, beberapa lagi sirik dan nyinyir. Asya tidak perduli, yang penting sahabat-sahabatnya mendukung dirinya. Raissa berulang kali harus membela Asya pada beberapa karyawan yang nyinyir apalagi dengan Marissa dari tim marketing. Seperti siang ini, Raissa hendak makan siang dengan ketiga sahabat-sahabatnya ketika Raissa kebelet ingin buang air kecil, jadi ia berlari ke toilet khusus wanita. Ternyata di dalam toilet ada Marissa sedang memperbaiki riasan wajahnya. "Hai Marissa!" sapa Raissa sambil masuk kedalam salah satu bilik toilet. "Hai Raissa, waaahh enak ya kamu, sebentar lagi bakalan di traktir terus deh sama nyonya bos Asya. Selamat tinggal makan di warteg, selamat datang Cafe dan restoran mewah." kata Marissa sambil sibuk membedaki hidungnya. Dari dalam toilet Raissa memutar bola matanya, ia segera menyelesaikan urusannya, menyiram toilet dan membuka pintu bilik. " Maksudnya apa Mar?" kata Raissa sambil mencuci tangan. "Ah kamu pura-pura lugu deh, eh.. tanyain dong sama sahabatmu itu, apa sih rahasianya bisa mendapatkan lelaki tampan kaya raya?"Kata Marisa nyinyir, lalu ia melanjutkan, " Asya itu kasih perlakuan spesial ya buat dr. Alexander, jangan-jangan ketika di ruang dokter berduaan saja, mereka melakukan tiiiiiiiiiitttt.. sensor" bisik Marisa sambil terkikik. "Ya ampun Marissaaa.. jangan bikin gosip aneh-aneh ah.. mereka tuh sama-sama orang baik dan pekerja keras, seenaknya saja kamu bikin gosip yang tidak-tidak." gerutu Raissa. "Mana mungkin perempuan seperti Asya bisa menarik lelaki kalangan atas seperti dr. Alexander kalau Asya tidak melakukan apa-apa? Buka mata, jangan naif Raissa. Kamu masih bau kencur banget sih, perluas pergaulan kamu!"kata Marisa masih ngotot. "Kamu tuh yang pergaulannya tidak baik, temanmu semuanya pada culas ya? materialistis semua? kok bawaannya curigaan sama orang lain terus. Ada teman yang bawa kabar bahagia itu harusnya kita ikut bahagia, bukannya dinyinyirin!" kata Raissa. "Ih udah anak kecil ga usah ceramah deh! lihat saja nanti, berapa lama Asya tahan dengan lingkungan pergaulan kalangan atas, aku yakin sebentar lagi kamu akan dilupakan oleh Asya. Kalau itu terjadi, jangan nangis ya!"
kata Marisa sambil mengambil tas dan alat riasnya lalu melenggang keluar dari toilet. Raissa yang kesal hanya bisa merutuk dalam hati, "Dasar sirik! kalaupun aku nangis memangnya bakalan ngadu sama kamu? mending kalo dikasih permen, yang ada juga tambah dinyinyirin balik. Dasar sirik tukang nyinyir!! Biang gosip!! Huh, mending aku makan siang saja ah sekarang.."
Raissa kembali ke pantry di Nursing Station tempat sahabat-sahabatnya mulai membukaQ bekal makan siang mereka. Raut muka Raissa masih cemberut. "Kenapa Sa?" tanya Liza. "Itu tadi ketemu si sirik di toilet!" kata Raissa kesal. "Marisa?" tanya Peni. "Kok tahu Pen?" tanya Raissa bingung. "Iyalah tahu, siapa lagi? nyinyir banget mulutnya sejak tau kabar Asya tunangan sama Alex." kata Peni. "Iya, aku juga dengar, nyebarin gosip yang tidak-tidak lagi tentang Asya. Bigos banget deh si Marisa!" kata Liza. " Sudah biarkan saja, nanti juga berhenti sendiri." kata Asya tidak peduli. "Kok kamu tenang saja sih Sya, kami saja mulai gerah dengan Marisa, masalahnya dia seperti menghasut sebagian karyawan sih, jadi sekarang ada yang mendukung ke Asya dan ada yang tidak." kata Raissa mencoba menjelaskan pada Asya. "Marisa itu seperti tong kosong nyaring bunyinya, atau anjing menggonggong kafilah berlalu. Aku tidak mau pusing dengan dia. Alex sudah memperingatkan aku ini bakalan terjadi. Keluarganya saja, Alex tentang, apalah artinya Marisa, bukan siapa-siapa kan? Semakin kita ladeni, semakin dia merasa penting. Padahal masih banyak hal lebih penting yang harus aku pikirkan. " kata Asya. "Mami Asya ini memang paling bijak!! pantas dr. Alex takluk sama kamu Sya!" kata Raissa. Asya hanya tertawa. "Lalu bagaimana dengan dr. Alex? Jadi resign kah?" kata Raissa sambil memelankan suaranya agar tidak terdengar dengan perawat yang lain. Asya sudah menceritakan garis besar masalah keluarga Alex yang berdampak dengan posisi Alex di Bhagaskara Medika. Asya juga membuat ketiga sahabatnya itu bersumpah untuk tidak memberitahukan siapapun mengenai masalah keluarga Alex. "Sayangnya jadi Sa, Saat ini dia sedang mempertimbangkan 2 rumah sakit jantung yang memperebutkan dirinya. Aku sedih juga tidak bisa bekerja bersamanya lagi. Aku senang bekerja disini, tapi aku berpikir harus pindah juga. Alex bilang aku tidak usah ikutan mengundurkan diri, tapi apa jadinya kalau aku bertemu dengan anggota keluarganya yang lain, mereka kan sering kemari. Pasti bakalan canggung suasananya. Hanya Pak Aditya yang mendukung Alex. Yang lainnya aku tak tahu. Jujur aku juga takut kalau bertemu mereka hahaha..."kata Asya merasa galau. Peni, Liza dan Raissa hanya menganggukkan kepala ikutan sedih, mereka juga tidak mau kehilangan Asya atau dr. Alex. "Masih rahasia, jangan kasih tau siapapun ya... Minggu depan, dokter spesialis jantung pengganti Alex akan datang, untuk sementara waktu mereka akan praktek bersama, tetapi seiring waktu Alex akan menggeser pasiennya ke dokter baru itu, juga adik sepupu Alex kabarnya akan menggantikan posisi Alex sebagai COO disini, kalau tidak salah namanya dr. Satya, aku juga belum kenal."kata Asya. "Satya? Anaknya Pak Daryanta? sudah lulus kedokteran? setahuku dulu masih kuliah kedokteran, dulu itu..waktu aku baru masuk kesini." kata Peni. "Itukan sudah empat tahun lalu Pen, Ya lulus lah.. masa mau jadi mahasiswa abadi."kata Liza. "Masih muda ya? belum terlalu berpengalaman dong? kok bisa jadi COO ya?" kata Raissa. "Bisa dong Sa, kan nama belakangnya ada embel-embel Bhagaskara!" kata Peni. Merekapun tertawa. "Semoga bisa sebaik Alex, kalau spesialis jantung pengganti Alex sih katanya sudah lumayan terkenal juga. yah kalau dokter baru bisalah kita tangani, yang ditakutkan itu pemimpin baru yang kurang kompeten. Suka bikin bingung kita yang masih jadi kacung gini soalnya." kata Asya. Peni mengangguk lalu berkata, "atau minimal secakap pak Aditya! Dulu waktu baru menggantikan posisi almarhum Ayahnya, aku juga sempat menyangsikan pak Aditya, tetapi ternyata dibawah kepemimpinannya, klinik semakin maju! Semoga saja dr. Satya begitu." kata Peni yang memang selain Asya sudah hampir 5 tahun bekerja di klinik Bhagaskara Medika. Liza yang baru menginjak dua tahun bekerja dan Raissa yang baru hitungan bulan bekerja hanya bisa mengangguk setuju sampai Liza menambahkan, " setampan pak Aditya juga boleh lohh.. lumayan bisa cuci mata!" "Lizaaaaaa" Raissa, Peni dan Asya serempak tertawa.
Seminggu berlalu, spesialis jantung yang baru mulai berpraktek di Klinik Bhagaskara Medika. Dokter tersebut adalah dr. Faisal, seorang pria paruh baya, berbadan tinggi dengan kepala yang hampir seluruhnya ditutupi uban, maunya selalu cepat-cepat. Perawat yang mendampinginya selalu terlihat berlari kecil kesana kemari untuk mempersiapkan pasien yang akan melakukan pemeriksaan treadmill, pemeriksaan Echocardiography, atau hanya berkonsultasi. Tidak jarang kak Mira akhirnya harus meminta tolong pada perawat yang sedang tugas di medical check up untuk membantu di poli jantung. Dr. Faisal cukup terkenal sehingga banyak pasiennya yang sudah nyaman dengan dr. Faisal mengikutinya pindah ke Bhagaskara Medika. Hal ini membuat Aditya senang, karena pemasukan untuk klinik bertambah.
dr. Faisal juga ternyata adalah seorang dokter yang humoris, walau humornya adalah humor khas bapak-bapak, tetapi Raissa senang karena tidak usah menghadapi dokter tukang perintah yang kerjaannya marah-marah. Sebenarnya, dr. Faisal tidak pernah marah-marah karena perawat-perawat yang membantunya adalah Asya dan Raissa. Kedua perawat ini terkenal cepat dan efisien. Karena itu kak Mira sering menugaskan Raissa membantu Asya di poli jantung. Kalau sudah kosong baru Raissa kembali ke poli anak. Raissa senang karena ia mendapat banyak ilmu baru tentang jantung dan peredaran darah dari dr. Faisal. Saran-saran dr. Faisal untuk pasien yang berkonsultasi padanya dicatat Raissa dalam hati, kadang ke ponselnya. Kalau ada yang Raissa tidak mengerti ia akan bertanya pada dr. Faisal dan dr. Faisal tidak pelit ilmu menjelaskan apa yang Raissa tanyakan. Begitulah cara Raissa belajar, bukan hanya dr. Faisal, dokter-dokter lain pun Raissa perlakukan sama.
Seminggu sesudah kedatangan dr. Faisal, dr. Satya datang. Aditya tidak memperkenalkan Satya sebagai pengganti Alex melainkan sebagai Asisten COO. Semua orang beranggapan Alex kewalahan dengan rencana pernikahannya sehingga membutuhkan asisten, tidak ada yang mengetahui kebenarannya selain Aditya, Raissa, Asya, Peni dan Liza, dan mereka tetap bungkam.
dr. Satya dengan cepat menjadi favorit para perawat, karena ia masih muda, mukanya yang tampan juga makin membuatnya semakin disenangi. Keturunan Bhagaskara memang tidak ada yang buruk rupa.Liza senang bukan kepalang, tetapi seperti biasa kalau didekati Liza langsung berubah seperti tanaman putri malu, menciut. Sifat Satya yang supel sangat bertolak belakang dengan pekerjaannya di balik meja. Suatu hari Aditya mengeluh pada Alex. " Alex, coba kau ajari dulu Satya, berkas-berkas laporan banyak sekali yang menumpuk di mejanya. Kalau kau pergi nanti sepertinya aku akan stress. Anak itu bagusnya jadi dokter UGD saja.. dia lebih suka beraksi daripada dengan pekerjaan dibelakang meja atau mengurus manajemen. Bisa keriting rambutku nanti!" umpat Aditya. "Sabar, aku sedang mengajarinya Dit. Tidak ada yang instan." kata Alex. " Kamu enak Lex, kamu pergi ke tempat baru, aku ditinggal sama anak bau kencur, biarpun sepupu sendiri , aku sebal juga lama-lama!"kata Adit. Alex hanya tertawa, " Biar hidup makin menarik Dit, harus ada perubahan. Tidak seru kalau begitu-begitu saja, nanti kamu malah terjebak di zona nyaman!" kata Alex. Aditya masih memberengut kesal. " Baiklah, pokoknya Satya harus sudah bisa berubah sebelum kau pindah, oke?" kata Aditya. "Semoga ya.. tergantung Satya kan mau berubah atau tidak." kata Alex enteng yang membuat Aditya makin menggertakan gigi. Aditya pantas jengkel, gara-gara Satya, Aditya harus banyak memperbaiki kesalahan atau menambah segala sesuatu yang kurang dari Satya, jam kerjanya jadi makin panjang, pulangnya semakin malam. Pagi-pagi Aditya sudah di kantor kembali. Aditya hanya berharap lambungnya tidak sakit kembali. Tapi akhir-akhir ini Aditya merasa ada yang kurang beres dengan dirinya. Sepertinya ia terlalu lelah, tetapi Aditya tidak bisa berhenti, Aditya termasuk orang yang perfeksionis, kejanggalan sedikitpun tidak bisa ditolerir. Malam inipun Aditya masih berada dikantornya, jam sudah hampir menunjukan pukul 10 malam. Bu Ade sudah pulang sejam yang lalu, itupun Aditya yang memaksanya pulang. Bu Ade sebenarnya membuat Aditya berjanji untuk pulang juga, tetapi Aditya langsung tenggelam dengan pekerjaannya sehingga lupa waktu. Aditya kembali merasakan sensasi panas di dadanya. sambil menahan sakit, Aditya menekan nomor telpon UGD. "Selamat malam Bhagaskara Medika, dengan Raissa disini, bisa saya bantu?" sapa Raissa yang kebetulan sedang tugas jaga malam di UGD. "Raissa, ini Aditya, saya di kantor saya, dada saya sakit.. uukhh.." kata Aditya yang sudah berkeringat dingin. "Baik pak, tarik nafas dalam, berbaring dulu di sofa bapak, saya keatas segera sambil membawa kursi roda ya!" kata Raissa lalu menutup telepon dan segera mengontak dr. Deasy yang kebetulan berjaga bersama Raissa malam ini. "Bawa Strecther saja Sa, kalo ada apa-apa lebih mudah kita menangani pasien daripada kursi roda. Panggil Supir Ambulance untuk membantu mendorongnya. Aku akan membawa peralatan medis." kata dr. Deasy sambil memasukan beberapa peralatan medis seperti stetoskop dan tensimeter ke dalam tas medis. "Baik dok!" kata Raissa yang langsung menempelkan tabung oksigen ke strecther dan memanggil Pak Wani supir Ambulance malam itu untuk membantunya mendorong Strecther ke ruangan Pak Aditya. Dalam 3 menit, ketiganya sudah berdesakan keluar dari elevator menuju ruangan Pak Aditya. Mereka menemukan pak Aditya terlentang di sofa sambil menahan sakit. Raissa dan dr Deasy segera mengecek nadi dan nafasnya. Untungnya masih ada. Aditya sudah pasrah saja digotong keatas strecther dan diselimuti lalu dibawa kembali ke UGD dengan cepat.