Hujan yang dingin mengguyur kota Bandung pagi itu, tepatnya di kawasan Parongpong Bandung Utara. Seorang gadis cantik bernama Raissa masih tertidur nyenyak dibawah selimut tebalnya. Waktu sudah menunjukan pukul 8.00 pagi, tetapi belum ada pergerakan dalam kamar gadis itu. Ketukan halus mulai terdengar di pintu. Lama-lama ketukan itu semakin keras, dan akhirnya diiringi dengan teriakan, "Raissaaaa, mau bangun jam berapa kamuuu! Ini sudah jam 8 pagi nak! Sarapan sudah dingin, ayo bantu Mamah beres-beres rumah!" seru Mamah dari luar pintu kamarnya.
Raissa menggeliat dibalik selimut, mengerjapkan matanya lalu duduk. Ia menguap dan menoleh ke arah jam. "Iya Mah, sebentar lagi Raissa keluar." ujar Raissa dengan suara mengantuk. Ia bangun dari tempat tidur dan mulai merapikan ranjangnya, kebiasaan yang sudah ditanamkan oleh orangtuanya sejak kecil. Setelah itu ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka, gosok gigi dan mengeluarkan apa yang harus dikeluarkan tubuh di pagi hari. Semuanya dilakukan dengan kondisi masih mengantuk. Semalam Ia bergadang memainkan permainan di PC komputernya hingga pukul 1.00 dini hari. "Ya ampun, kalau aku tidak segera menemukan pekerjaan, apa jadinya hidupku? Makan, tidur, bantu Mamah beres beres rumah, masak. Terus buat apa harus capek capek kuliah kalau cuma buat di rumah saja?" pikir Raissa sambil membuka pintu kamarnya dan berjalan ke dapur. Sudah empat bulan ini ia resmi menjadi pengangguran, mimpinya untuk langsung mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Sudah beberapa klinik dan rumah sakit dia coba lamar baik di Bandung maupun di Jakarta, tetapi hasilnya tidak memuaskan, ada saja kendala yang dihadapi Raissa, entah itu karena upah yang terlalu kecil, atau kurangnya pengalaman yang diperlukan. Padahal Raissa sudah menggunakan waktu liburan kuliahnya untuk magang di rumah sakit-rumah sakit. "Pagi Mah, Papah sudah berangkat kerja Mah?" tanya Raissa. "Sudah dari tadi atuh Neng, sejak kapan si Papah berangkat ke kantor jam 8?" kata Mamah sambil menyindir Raissa. "Namanya juga lagi jadi pengangguran Mah, buat apa coba bangun pagi pagi?" kata Raissa sekenanya. Sebenarnya Raissa malu, karena belum punya pekerjaan. Tekadnya sejak masih kuliah adalah apabila sudah lulus nanti ia tidak ingin bergantung sepeser pun pada orangtuanya.
"Ya sudah, sarapan dulu sini, sehabis itu nyapu dan ngepel ya? Mamah mau ke warung Ceu Entin dulu ya. Oiya, belum ada jawaban dari Klinik yang di Jakarta Sa? waktu interview kemarin lancar lancar semua kan?" kata Mamah. "Lancar Mah, kan sudah sampai ke HRD nya segala, karena Raissa harus pulang ke Bandung jadi langsung di interview seharian." kata Raissa. "Semoga jodoh ya Sa, semoga anak Mamah bisa kerja di Jakarta." kata Mamah sambil nyengir dan beranjak ke pintu depan. "Semoga ya Mah" jawab Raissa sambil menatap kepergian Mamahnya.
Sebelum makan ia kembali ke kamarnya dan mengambil ponsel genggam miliknya. Sambil makan Raissa mengecek pesan pesan yang masuk melalui email nya. Kebanyakan hanya iklan, ia menutup ponselnya, mendesah dan mulai memakan sarapan yang sudah dibuatkan oleh Mamah. Selesai makan Raissa mencuci piring lalu menyapu dan mengepel rumah, selesai mengerjakan tugasnya Raissa pergi mandi. Setelah mandi, Raissa keheranan karena Mamah belum juga pulang, ia melongokkan kepala ke jendela, berusaha melihat lebih jelas ke arah warung Ceu Entin yang hanya berjarak dua rumah dari depan rumah Raissa. Dilihatnya sekumpulan ibu ibu termasuk Mamahnya sedang bergosip ria. Raissa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, biarlah, hiburan untuk Mamah tercinta, pikirnya.
Raissa memilih untuk duduk di ruang TV dan menonton televisi, mereka berlangganan TV kabel, jadi pilihan acara lumayan banyak. Salah satu keuntungan pengangguran adalah Raissa dapat menikmati semua acara televisi kesukaannya tanpa pernah ketinggalan. Tetapi pagi ini tak ada acara yang membuat minatnya timbul untuk menonton, akhirnya dia memasang sebuah saluran televisi musik, mengeraskan suaranya dan sambil mendengarkan musik, Raissa mulai mencari lowongan pekerjaan dari ponselnya.
"Sa..Sa.. tebak Sa.." tiba tiba Mamah masuk dan langsung menuju Raissa. " ada apa Mah?" tanya Raissa. " Ituuu.. anak temennya Ceu Entin, perawat juga, sudah dapat kerjaan di Klinik yang waktu meng-interview kamu. Tapi dia dapatnya yang buat dikirim ke tengah laut itu Sa. Katanya gajinya pakai dollar looh! Kamu kalau keterima disana di gaji pakai dollar juga tidak? " kata Mamah yang matanya tiba tiba hijau. "Ya tidak dong Mah, Raissa kan melamar untuk yang di klinik utamanya di Jakarta, bukan yang di lapangan. Lagipula yang kelapangan itu yang sudah punya pengalaman, Raissa masih kurang pengalamannya." kata Raissa menjelaskan. "Ohhh begitu, eh tapi pasti enak ya Sa, kalau kerja ke tengah laut terus digaji dengan dollar." kata Mamah lagi. Raissa menepuk jidatnya. " Mah, kalau Raissa ke tengah laut, namanya ganti jadi Raisso, soalnya yang ke tengah laut pasti diminta laki laki!" kata Raissa kesal. "Iihh.. anak Mamah ini tidak bisa diajak mengkhayal, buyar deh khayalan mamah punya anak kaya raya!" kata Mamah sambil ngeloyor ke dapur. Raissa hanya tertawa saja mendengar Mamahnya mengomel jengkel lalu ia mengikuti Mamahnya ke dapur. "Memangnya mamah sanggup pisah sama anaknya kerja ke tengah laut, jauh loh, terus pulangnya juga tidak bisa tiap Minggu, seperti kalau Raissa kerja di Jakarta." tanya Raissa. " Hehehehe, iya ya, kalau Mamah kangen susah ya mau ketemunya? mana anak Mamah cuma semata wayang gini. Ya sudah kalau gitu kamu cari kerja ya di Bandung aja nak?" kata Mamah sambil memeluk putrinya. Raissa memeluk Mamahnya, " di Bandung belum ada yang mau menerima Raissa Mah." kata Raissa. " Adaaa.. kamu aja yang tidak mau karena gajinya kecil!" kata Mamah. " Yaaa kalau bisa dapat yang lebih kenapa tidak Mah, kan Mamah yang mimpi anaknya jadi orang kaya.. hahaha..." kata Raissa sambil tertawa. Mamah yang jengkel hanya bisa memukul Raissa dengan serbet.
Tiba tiba terdengar nada dering ponsel milik Raissa, Raissa buru buru melihat nomor pemanggilnya. " Mah, nomornya tak dikenal tapi nomor daerah Jakarta.." kata Raissa sambil berharap. " Ya sudah, ayo buruan diterima!" kata Mamah. Raissa mengangguk lalu menekan tombol hijau di layar ponselnya, "Halo, selamat pagi.. Oh Iya Benar, ini dengan Raissa,.. Oh ini dari Bhagaskara Medika?..oh baik, saya tunggu.." ujar Raissa, Mamah yang ikutan menguping langsung merapat. " Diterima tidak? berapa Gajinya? dollar tidak?" tanya Mamah sambil berbisik. "ssst.. Mamah, bentar dulu dong, ini lagi disambungkan ke Pak Sugih HRD nya, tadi resepsionisnya yang telpon. Eh, udah nyambung lagi Mah.. sstt" kata Raissa sambil membuat gerakan menepis dengan tangannya. Mamah tidak kalah gesit, ia langsung mengambil kertas dan pulpen lalu menulis lambang dollar diikuti tanda tanya. Raissa hanya mengernyitkan dahi, menggeleng lalu membalikan badan memunggungi Mamah. Mamah mengejar dengan pindah ke depan Raissa, akhirnya Raissa pindah ke dalam kamarnya sambil mengunci pintunya. Mamah yang tertinggal di luar hanya bisa cemberut, mengangkat bahu lalu tanpa merasa bersalah menempelkan kupingnya ke daun pintu berusaha mendengarkan pembicaraan. Sayangnya Mamah tidak dapat mendengar apa-apa dikarenakan suara Raissa yang memang halus, ditambah pula lawan bicaranya bicara melalui telepon dan Raissa tidak menggunakan mode pengeras suara, jadi Mamah bingung apa gerangan yang sedang di bicarakan. Akhirnya Mamah menyerah menguping. Memilih untuk berdiri saja di depan pintu kamar Raissa sambil menyilangkan tangan di dada. Beberapa menit berlalu, Mamah mulai bosan, tangannya sudah pindah ke pinggang. Lalu mamah berjalan bolak balik di depan kamar Raissa. Tiba tiba pintu kamar Raissa terbuka. "Maaahh.. Raissa diterima Maahh!!!" teriak Raissa sambil memeluk Mamahnya. "Anakku dapat pekerjaan, Horeee!!" teriak Mamah sambil balas memeluk Raissa, lalu sambil berpelukan mereka melompat lompat kegirangan. Mamah menyeret Raissa ke sofa di depan televisi, lalu mereka berdua duduk. "Ayo buruan, ceritakan apa saja yang dikatakan bapak HRD, Mamah penasaran.." kata Mamah. Tanpa bisa menahan senyum Raissa berkata, " Pak Sugih bilang, Raissa diterima, dan kalau bisa bekerja secepatnya mengingat saat ini Raisa tidak punya pekerjaan lain, tapi tadi Raissa minta waktu sampai akhir minggu ini, dan mulai masuk Senin depan, karena Raissa harus mencari kost-kostan. Untung Pak Sugih mengizinkan. Jadi Raissa akan mulai bekerja Senin depan! Horee.. status Raissa sudah bukan pengangguran lagi Mah!" kata Raissa gembira. " Hebat anak Mamah! jadi perawat di Klinik paling top di Jakarta, Mamah bangga sekali nak!" kata Mamah sambil mencium kening Raissa. " Eh tunggu sebentar, kenapa kamu harus cari kost-kostan, kan ada paman dan bibimu. Mereka pasti bersedia kalau Raissa mau menumpang di rumah mereka." kata Mamah. " Jauh ah Mah, Paman Ari tinggal di Bekasi timur, Bibi Lina di Bogor. Mamah kan tahu di Jakarta macetnya seperti apa. Lagian Raissa mau cari yang dekat saja. Supaya gampang kalau Raissa harus dinas malam." kata Raissa menjelaskan. "Oohh.. ya sudah kalau memang maumu begitu. Nanti kalau Papah pulang, kita atur lagi persiapannya. Sekarang kan masih hari selasa, masih ada beberapa hari lagi kan?" kata Mamah. Raissa mengangguk. Lalu tersenyum. Hatinya senang, tapi juga takut. Ini kali pertama ia tinggal jauh dari orangtuanya. Walaupun anak tunggal dan dididik untuk mandiri, tetap saja ada perasaan ngeri ketika harus berpisah dengan orangtuanya. "Raissa mau ke kamar dulu ya mah, mau beres beres apa saja yang harus dibawa, mungkin sebaiknya Raissa secepatnya ke Jakarta, mencari kost-kostan kadang membutuhkan waktu dan tenaga." kata Raissa lalu segera pergi menuju kamarnya untuk membereskan barang-barang yang akan dibawanya.
Sore itu, ketika Papah pulang dari kantor, kabar gembira dari Raissa langsung diberitahukan oleh Mamah yang sudah menyambut di depan pintu bersama Raissa. "Wah, selamat Raissa, kamu sudah dapat pekerjaan. Walaupun jauh kerja di Jakarta tapi kalau memang sudah jalanmu harus kesana Papah tidak akan melarang, yang jelas kamu harus selalu ingat apa yang Papah Mamah ajarkan kepadamu, jaga diri dan selalu berhati-hati." kata Papah sambil memeluk putri semata wayangnya. " Iya Pah, pasti Raissa akan selalu ingat, Papah Mamah jangan khawatir." kata Raissa menyemangati orangtuanya. "Khawatir itu sudah tugas orang tua nak, ngomong ngomong kapan kamu mau berangkat? Papah kalau mendadak begini tidak bisa antar, bagaimana kalau lusa, jadi besok Papah bisa minta izin cuti 2 hari untuk membantu mencari kost-kostan buat kamu? kita menginap di rumah om Ari saja dulu sementara. Nanti Papah yang akan hubungi Om Ari." kata Papah. "Boleh Pah, Raissa juga harus membeli beberapa keperluan besok, keperluan untuk seragam, soalnya celana putih Raissa sudah kekecilan, gara gara 4 bulan menganggur berat badan jadi agak naik ni Pah hehehe.. Raissa juga butuh sepatu putih untuk bekerja." kata Raissa. "Besok, Mamah akan temani Raissa berbelanja." kata Mamah. "Asyiikk.., makasih Mah, Oya Mah, Raissa pinjam uang dulu ya buat beli keperluan seragam Raissa, nanti Raissa bayar setelah gajian." kata Raissa malu-malu. Mamah Papah saling berpandangan, "Ya tidak usah dibayar Raissa, ini hadiah buat kamu dari kami." kata Mamah. " waahh.. makasih Mamah, Papah, Raissa sayang banget sama Mamah dan Papah." kata Raissa sambil memeluk kedua orang tuanya bersamaan.