Chereads / Raissa / Chapter 5 - Rencana Alex

Chapter 5 - Rencana Alex

"Perawat baru itu, Raissa, saya suka kepribadiannya, profesional tidak bertele-tele." kata Aditya kepada Bu Ade sambil berjalan menuju lift. "Ya betul pak, saya sempat memperhatikannya sambil menunggu bapak tadi. Setahu saya ini hari pertama dia bekerja tetapi sudah seperti menguasai tempat. Sangat efisien." kata Bu Ade. " Benarkah? semoga anak itu betah bekerja disini kalau begitu. Kita membutuhkan orang- orang yang kompeten di bidangnya untuk kemajuan klinik ini." kata Aditya. "Benar pak, seperti yang mendiang Ayah bapak inginkan. Andaikan beliau masih hidup pasti senang sekali melihat kemajuan klinik ditangan bapak." kata Bu Ade, yang dulunya adalah sekretaris pendahulu Aditya yang tak lain adalah Ayah dari Aditya sendiri dan Bu Ade sudah menganggap Aditya seperti anaknya sendiri. "Syaratnya Pak, jangan main-main dengan perawat-perawat atau dokter -dokter cantik ya pak." kata Bu Ade sambil menyindir atasannya itu. Ia masih mengingat perawat cantik yang sepertinya agak kurang pintar bernama Cinta, setiap hari selalu ada saja yang dilakukannya agar dapat bertemu dengan Aditya. Bu Ade sampai lelah mengahadapi Cinta yang selalu saja mengganggunya menanyakan atasannya itu.

Pemuda berbadan tegap, tinggi, berkulit putih dan berhidung mancung, rambut hitam tebal disisir rapi ke belakang itu hanya meringis dan memasuki lift yang sudah terbuka diikuti oleh Bu Ade. "Saya tidak pernah main-main Bu, saya hanya memperhatikan aset aset perusahaan, hanya terkadang ada yang menanggapi secara berlebihan dan malah menganggu kinerja perusahaan."kata Aditya. "Dit, mumpung tidak ada yang dengar, dengarkan Tantemu ini ya, hati-hatilah, perempuan banyak akalnya dan tipu muslihatnya, apalagi kalau sudah lihat embel-embel nama besar keluargamu, gadis suci pun bisa jadi materialistis!" kata Bu Ade memberi nasehat. "Iya Tante, Akan Adit ingat, cuma lucu saja, itu wejangan biasanya diberikan ke anak gadis, yang jahat itu laki laki loh Tan!" kata Aditya sambil nyengir. " Beda kasusnya Dit. kamu harus pandai membaca situasi dan gerak gerik seseorang." kata Bu Ade yang sangat khawatir dengan atasannya itu. " Tante jangan khawatir, Adit selalu berhati-hati kok." kata Aditya sambil menenangkan Bu Ade dengan menepuk-nepuk bahunya. Pintu Lift terbuka, Adit melangkah keluar disusul oleh Bu Ade, dari jauh mereka melihat Marissa sudah menunggu di depan pintu kantor mereka. " Ini juga satu pantas dicurigai pak Aditya." kata Bu Ade pelan. Aditya yang mendengar Bu Ade hanya menengok Bu Ade sambil berkata, "Noted, Bu Ade." Dan mereka pun berjalan memasuki area perkantoran. Marissa membukakan pintu dengan senyumnya yang cantik. Aditya hanya mengangguk dan masuk ke dalam tanpa menengok lagi, Ia membiarkan Bu Ade saja yang berterimakasih pada wanita itu. Marissa memang cantik dan menarik, tetapi Aditya sudah sering melihat tipe wanita seperti Marissa sebelumnya, wanita agresif yang ingin memanjat tangga sosial, atau mempertahankan lingkaran sosial yang sudah ada. Aditya tidak mau diperalat oleh wanita hanya untuk memuaskan ambisi wanita tersebut. Keluarganya sendiri sudah cukup hancur akibat ulah wanita wanita tersebut termasuk ibunya sendiri. Bukan rahasia besar kalau sebenarnya cinta sejati Ayahnya adalah Bu Ade, tapi Bu Ade adalah salah satu wanita yang Aditya hormati karena Bu Ade memegang prinsip dan integritas yang teguh. Tidak pernah sekalipun ia selingkuh dengan Ayah Aditya bahkan ketika Ayahnya menawarkan Bu Ade untuk menjadi kekasih gelapnya, Bu Ade menolak. Harus Aditya akui, ayahnya bukan orang suci dan termasuk Lelaki yang brengsek, sudah menikah dengan Ibunya tetapi tetap mencintai wanita lain. Ibunya sendiri sama saja, hanya kurang lebih saja dengan Ayahnya. Satu hal yang kedua orangtuanya sepakati adalah harta, selalu tentang harta. Pernikahan mereka pun demi harta. Karina kakaknya pun sudah menikah dengan seorang pria yang 15 tahun lebih tua karena harta. Aditya berusaha sekuat tenaga untuk menghindarinya, tetapi akhir-akhir ini semakin sulit mengingat usianya yang sudah kepala tiga. Aditya sudah sampai ke ruangannya. Bu Tari sedang menunggunya, bersama berkas-berkas pekerjaan yang harus ditanda-tangani. Tiba-tiba Aditya merasa lelah. Bukan karena sedang sakit, tapi lelah dengan politik keluarga yang saat ini sedang dihadapinya. Tadi di ruang Alexander, Alex berkata, "Aku akan menikahi Asya!"

Aditya tersentak, "Kapan pacarannya? kalian berhubungan diam-diam?" tanya Aditya.

"Belum pacaran, tapi kami sangat dekat, walau terlihat acuh tak acuh, tapi aku dapat melihat kalau sebenarnya Asya menyayangiku. Maunya langsung kupinang saja, tidak usah pacaran, kami sudah sama-sama dewasa, kenapa harus pacaran segala seperti anak SMA, lagipula persiapan pernikahan juga butuh waktu, bisa dihitung sebagai masa pacaran." ujar Alex sambil nyengir. "Kau yakin? astaga Lex, jantungku jadi sakit lagi. Lalu bagaimana dengan permintaan keluargamu? Setahuku kau akan dijodohkan dengan putri dari Bank Delta." tanya Aditya kaget. "Jantungmu baik baik saja, asam lambungnya saja yang meningkat, terlalu stress kamu, makanya tidak usah pikirkan yang tidak usah dipikirkan. Aku maunya sama Asya, biarkan saja Putri dari bank Delta pilih orang lain. Aku mau hidup tenang, menjauh dari keluarga dengan segala urusan yang tidak jelas. Jangan khawatir sementara ini aku akan tetap disini membantumu mengelola klinik." kata Alex. "Sementara ini? memangnya kau mau kemana?" tanya Aditya mulai cemas. "Dit, dibalik meja itu bukan panggilanku. Aku mau menyelamatkan orang-orang Dit. Ayolah, aku sudah berkali-kali bilang padamu Dit!" kata Alex. "Ya, aku sudah dengar berkali kali juga Lex, tapi soal Asya baru kali ini! Really Lex? Menikah? Lalu mau kau pinang? jadi Asya belum tahu rencanamu ini?"tanya Aditya dengan heran. Alex mengedikan bahu, " nanti aku beritahu."kata Alex santai. "Sinting kamu!" kata Aditya sambil memukul bahu sepupu sekaligus sahabat karibnya itu. "Beritahu aku kalau Asya sudah menjawab ya!" kata Aditya sambil tertawa. Alex hanya mengangkat jempol sambil tertawa .

"Pak Aditya, apa bapak baik-baik saja?" pertanyaan Bu Tari mengembalikan Aditya dari lamunannya.

"Ya Bu, hmmm, sebenarnya dr. Alex menyuruh saya istirahat hari ini. Mungkin sarannya akan saya turuti. Mana berkas yang harus saya tanda tangani? saya akan tanda tangani, lalu saya akan pulang. Mengenai proposal dengan Bintang Energi, buat meeting dengan bagian medical site besok pagi. Kita harus pastikan kita punya sumber dayanya, jangan sampai mengecewakan pelanggan." kata Aditya. Bu Tari menyerahkan berkas yang dipegangnya. "Ini berkasnya, saya akan buat jadwal meeting untuk besok pagi pukul 9.30 bersama dengan dr Aldi. Saya buat untuk internal meeting dulu ya pak, kalau sudah siap semua baru saya undang pihak Bintang Energi." kata Bu Tari. "Baik, good job Bu Tari." kata Aditya sambil memeriksa berkas dan menandatanganinya. "Bagaimana dengan Pabrik Pakan ternak yang meminta in house medical Check up, Pak? pabrik mereka di daerah Tangerang dan karyawan akan ada sekitar 150 orang." kata Marissa. Aditya menghela nafas, "Bu Tari, apa tidak bisa ditangani oleh Bu Tari dan team marketing? apa saya harus ikut memikirkan semuanya hingga sampai ke in house medical check up, itu kan memang sudah dagangan sehari-hari kalian? Masih harus bertanya pada saya?"kata Aditya ketus. "Tidak pak, maksudnya, bisa saya tangani, jangan khawatir pak, nanti laporannya akan sampai ke meja bapak. "Kata Bu Tari cepat, lalu menoleh pada Marissa sambil melotot seakan ingin memakan anak itu. Setelah berkas selesai ditanda tangani Bu Tari cepat mengambil berkas tersebut dan pamit undur diri sambil menarik Marissa dengan cepat. Marissa kali ini ikut dengan muka tertunduk malu menyadari kesalahannya. Ia telah mempermalukan Bu Tari di depan Pak Aditya dan pasti sebentar lagi ia akan di semprot Bu Tari. Marissa pasrah dan hanya menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran.

Sepeninggalan mereka Aditya juga bergegas merapikan mejanya dan segera keluar ruangan. "Bu Ade, saya pulang duluan ya, saya akan menuruti saran Alex untuk istirahat hari ini." kata Aditya. "Ya Pak, saran yang baik, semoga besok bapak sudah baikan dan dapat bekerja kembali seperti semula." kata Bu Ade. " Terimakasih Bu." Kata Aditya singkat dan meninggalkan Area perkantoran menuju lift. Ia mengecek jam tangannya, lalu kaget karena jam tangannya tidak ada, lalu dia ingat tadi jam tangannya dilepaskan saat EKG, berarti ia harus mampir ke klinik untuk mengambilnya.

Ketika Aditya hendak menekan tombol untuk membuka lift, pintunya sudah membuka sendiri dan Raissa yang keluar dengan kepala menunduk tidak melihat Aditya berdiri di depan pintu lift, akhirnya tubrukan tidak dapat dihindari. "Eh, Bapak.. Maaf pak saya tidak melihat, saya buru-buru kesini mau mengembalikan jam Bapak. Ini dia." Kata Raissa sambil mengeluarkan jam tangan dari tas nya. Aditya memperhatikan gaya pakaian Raissa, atasan Cami blouse hitam putih, bawahan rok jeans selutut, sepatu kets warna putih yang bersih dengan kaus kaki hitam semata kaki, tas selempang hitam dengan gantungan gorila hitam, ditambah topi bucket warna hitam dengan bunga-bunga putih menutupi rambut hitam Raissa yang panjang sampai ke punggungnya. "Sudah berganti baju? sudah waktunya pulang ya?" tanya Aditya sambil mengambil jam tangannya. "Iya pak, sudah jam 4 lewat, kalau belum tentunya saya masih pakai seragam dong pak." kata Raissa sambil tersenyum. "Terimakasih sudah membawakan jam saya, saya baru saja akan ke klinik untuk mengambilnya. Kamu sudah menghemat waktu saya. sekarang saya bisa langsung pulang. Kamu pulang ke arah mana Raissa? "tanya Aditya. "Ke Dewi Sartika Pak, saya kost disana. Bapak kemana?" tanya Raissa spontan. Aditya hanya tertawa karena merasa sebenarnya Raissa tidak ingin benar benar tahu, hanya basa basi saja, tetapi pertanyaan Raissa dijawab juga olehnya, "Pondok Indah"

"Oh.. mm..baiklah pak, saya pamit pulang dulu ya, mau bersih-bersih kamar. Hati hati di jalan pak!" kata Raissa sambil masuk ke lift dan memencet tombol lift untuk menutup. "Eh tunggu, saya juga mau turun." kata Aditya cepat. Raissa kembali menekan tombol untuk membuka pintu lift yang sudah setengah menutup. "Oh iya pak, maaf, Silahkan pak!" kata Raissa. Dan merekapun turun ke lantai dasar dalam diam. Ketika keluar lift mereka hanya saling melambaikan tangan dengan canggung dan menuju arah yang berlawanan.