Raissa segera menuju ruang EKG, untungnya siang ini sepi, Raissa cepat cepat merapikan ruangan, mengosongkan tempat sampah, menyemprot pengharum ruangan, tiba tiba Liza datang. "Nanti saja beres beresnya Sa, kalau sudah mau pulang." kata Liza.
"Tadi di ruangan dr. Alexander, pak Aditya telepon, lalu dr.Alexander meminta pak Aditya ke klinik untuk memeriksa beliau, lalu dr. Alexander minta aku untuk EKG Pak Aditya! haduuhhh aku deg-degan Liz, kayak mau sidang skripsi." cerocos Raissa. "Hah, Pak Aditya beneran mau kesini Sa, hadduuhhh aku mau dandan dulu, pakai minyak wangi. Eh tapi , aku suka grogi kalau di depan dia Sa, kamu aja yang EKG yaa, tolong yaa??" kata Liza ikutan panik. "Justru itu masalahnya Liz, aku juga gugup, dr. Alexander minta aku buat EKG pak Aditya, apa maksudnya coba? mau menguji aku sepertinya... Aduuhh jadi sakit perut nih.. kalau nanti hasil EKGnya keriting gimana? bisa-bisa kontrakku tidak diperpanjang nih..oh iya, Pak Aditya itu orangnya berbulu tidak? kalau dadanya berbulu aku perlu menyiapkan cukuran kan?" kata Raissa kembali dengan kegugupannya. "Dada? berbulu? ampuun Sa, aku jadi ingin mimisan nih.." kata Liza sambil menarik nafas dan tatapannya menerawang. "Ihh..jorok.. mikir apa sih Liz! profesional dong!" kata Raissa. Liza tergelak,"Kan kamu duluan yang mulai!" seru Liza. "Aahh sudahlah, aku mau ke bagian penyediaan alkes dulu, mau cari cukuran, buat persiapan." kata Raissa lalu meninggalkan Liza dengan pikiran kotornya.
Raissa akhirnya mengambil tissue tambahan dan sekantong elektroda EKG selain cukuran untuk berjaga-jaga. Semuanya akan dibawa ke ruang EKG ketika bertemu dengan kak Mira. "Raissa, supaya wajahmu lebih berseri, kamu tambahkan bedak lagi sedikit ya, dan pakai sedikit lipgloss, semprot sedikit parfum juga boleh. Pastikan seragammu tidak kusut ya?" kata Kak Mira sambil berlalu dari hadapan Raissa. Raissa tertegun, "maksudnya aku berantakan kah? badanku bau kah?" tanya Raissa dalam hati sambil mengendus-endus bajunya. Walaupun merasa dirinya masih rapi dan wangi, Raissa tetap mengerjakan apa yang diminta kak Mira lalu cepat-cepat kembali ke ruang Medical Check Up. Liza dan Bang Ucok sudah menunggunya, selain itu ada dr. Alice yang berjaga di Medical Check Up juga menunggu dengan manis bersama mereka siap menyambut Pak Aditya. Raissa meletakkan semua barang yang diambil dari bagian penyediaan alkes dengan rapi di ruang EKG dan kembali bergabung bersama Liza, Bang Ucok dan dr. Alice. Aura tegang sangat terasa. "Siap semua Raissa?" tanya Bang Ucok. "Jangan sampai ada yang salah atau kotor sedikit pun ya?" kata dr. Alice. " Siap Bang, siap dok!" kata Raissa. Liza juga ikut mengangguk. "Tegang amat ya Liz? memangnya Pak Aditya galak ya?" bisik Raissa pada Liza. "Bukan galak, tapi tegas, dan orangnya tidak suka basa-basi. oh ya satu lagi, pak Aditya itu pencinta kebersihan." kata Liza. Raissa mengangguk mengerti. Tiba tiba seorang janitor bernama Siti berlari kecil mendekati mereka, "Pak Aditya sudah datang, baru sampai front office!" katanya sambil terus berlari keruangan lain kemungkinan untuk memberitahukan bagian yang lain. Kalau tidak sedang gugup, sebenarnya Raissa ingin tertawa karena suasananya yang terlalu tegang dan hening. Raissa menarik nafas perlahan dan mengeluarkannya lebih perlahan lagi untuk mengatasi kegugupan. Dilihatnya Bang Ucok dan dr. Alice sudah memasang senyum manis mereka, padahal orang yang ditunggu belum kelihatan batang hidungnya.
Dan akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Seperti ada yang memencet tombol slow mode, Seorang Lelaki muda bertubuh tinggi tegap berjalan ke arah mereka, rambutnya hitam lebat tersisir rapi ke belakang, kulitnya putih dan hidungnya mancung, bibir berwarna merah muda seperti tidak pernah tersentuh rokok, memakai kemeja putih khas eksekutif muda disertai celana panjang berwarna khaki dan sepatu kulit runcing berwarna coklat yang semuanya terlihat mahal. Lelaki itu adalah Pak Aditya yang ditemani oleh Bu Ade berjalan beriringan sambil bercakap-cakap membahas sesuatu. Dibelakang mereka ada dua orang wanita cantik yang Raissa tidak kenal, tetapi Raissa menduga mereka adalah Bu Tari dan Marissa.
"Liz, itu Pak Aditya?!" bisik Raissa. "Iyaaa, ganteng kan??"bisik Liza sambil senyum-senyum sendiri. "ssstt" bisik Bang Ucok ke arah Raissa dan Liza lalu kembali menghadap ke arah Pak Aditya yang masih sibuk membahas sesuatu dengan Bu Ade, Bu Tari dan Marissa.
"Okay, saya mau periksa dulu, urusan ini kita akan bahas lagi nanti. Bu Tari dan Marissa Silahkan tunggu di kantor saja, tidak usah menunggu saya disini, biar Bu Ade saja yang bersama saya." kata Aditya. "Baik Pak, kami akan menunggu di kantor saja kalau begitu. Ayo Marissa.."kata Bu Tari sambil meletakkan tangan di punggung Marissa untuk mendorongnya bergerak karena Marissa terlihat enggan pergi dari sana.
" Selamat Siang Pak Aditya, kami mendapat perintah dari dr. Alexander agar Bapak melakukan EKG terlebih dahulu sebelum diperiksa oleh beliau." Kata Bang Ucok. " Ya Pak Ucok, dr. Alex sudah bilang pada saya." jawab Aditya. "Ya betul, kalau begitu, ini Raissa perawat baru yang akan merekam EKG Bapak dan ..." ucapan Bang Ucok terpotong.
"Perawat baru?!" seru Aditya yang langsung dibalas oleh Bang Ucok dengan cepat, " Ya, dr Alexander yang meminta, tapi kami yakinkan bapak.." ucapan Bang Ucok kembali di potong oleh Pak Aditya, " Alex yang minta?" lalu sambil menoleh pada Raissa, Aditya berkata,"pasti dia hanya ingin mengujimu, tapi aku yang dijadikan bahan pengujian.."
Raissa merasa tersinggung, " Selamat Siang Pak Aditya, saya Raissa, saya akan membantu bapak untuk merekam jantung Bapak. Jangan khawatir, prosedurnya aman dan saya sudah sering melakukannya tanpa satu keluhan pun dari pasien. Mari silahkan ikuti saya." Kata Raissa seraya berbalik dan berjalan menuju ruang EKG tanpa menunggu dan melihat apakah pak Aditya mengikutinya atau tidak. Raissa juga tidak melihat tatapan tercengang Bang Ucok, dr. Alice, Liza, Bu Ade bahkan Aditya sendiri. Aditya berdeham membersihkan tenggorokannya. " Bu Ade tunggu disini ya." Lalu Aditya berjalan menuju ruang EKG dimana Raissa sudah membuka pintunya dan menunggu Aditya untuk masuk. Setelah Aditya masuk Raissa menutup dan mengunci pintunya.
" Baik pak, silahkan membuka baju atasan bapak, kaus kaki dan sepatu bapak. Tolong semua benda yang memiliki magnet atau terbuat dari metal dilepas dari tubuh bapak dan silahkan taruh di nampan ini. Lalu silahkan Bapak berbaring di tempat tidur yang sudah disediakan." kata Raissa sambil menunjukan letak sebuah nampan di meja dekat kaki tempat tidur. "Harus melepaskan pakaian? atasan saja?" tanya Aditya sambil mengosongkan kantong celana panjangnya dan melepas jam tangan emasnya. "Ya Pak, Elektrodanya harus langsung menempel ke kulit, kalau bapak kedinginan nanti setelah saya pasang elektrodanya, saya akan menyelimuti bapak. Oh ya, kalau ikat pinggang bapak mengandung bahan metal mohon dilepas juga ya pak. Saya akan mengisi biodata Bapak sementara bapak melakukan apa yang saya minta barusan." kata Raissa. Aditya hanya diam dan mengerjakan apa yang Raissa minta. "Boleh minta tanggal lahir, tinggi badan dan berat badan bapak? "kata Raissa sambil mengetikkan nama Aditya ke mesin EKG. "8 Januari 1991, 190 cm, 85 kg" jawab Aditya sambil membuka kancing kemejanya satu persatu dengan lambat, Ia memperhatikan gerak gerik Raissa. Selesai mengetik Raissa berbalik untuk melihat kemajuan pak Aditya. Dilihatnya Pak Aditya baru setengah membuka kemejanya dan Raissa menghembuskan nafas lega karena melihat dada pak Aditya tidak berbulu. Raissa membiarkan pak Aditya membuka kemeja sendiri dan malah mengambil gantungan, "Biar saya gantung kemeja bapak." kata Raissa setelah Aditya membuka kemejanya. " Biasanya wanita memilih untuk membantu membukakan baju saya dan melihat dada saya daripada mengantungkan baju saya." kata Aditya. "Oh ya? Saya perawat pak, hampir setiap hari saya melihat dada manusia. Silahkan dibuka kaus kakinya pak." jawab Raissa pendek dan ketus. Aditya terkekeh geli, dari tadi sebenarnya ia hanya ingin melihat reaksi Raissa, tetapi gadis di depannya ini malah tetap bersikap profesional. Ia menyukai sikap profesional dan percaya diri Raissa. "Baiklah begini saja, sebelum kamu berpikir saya adalah pria hidung belang, Kita mulai lagi dari awal ya, saya minta maaf kalau saya menyinggung perasaanmu sebagai perawat." kata Aditya sambil mengulurkan tangan kanannya. Raissa luluh dan tersenyum, lalu menyambut uluran tangan Aditya. "Baik pak, saya maafkan. Sekarang silahkan buka kaus kaki Bapak dan berbaring di tempat tidur ya, saya akan memasangkan elektrodanya." kata Raissa. Aditya mengangkat alis lalu membuka kaus kakinya, "Wah, ternyata bossy kamu ya?"
Raissa tertawa, "Tidak pak, memang prosedurnya seperti itu." Aditya hanya balas tersenyum dan berbaring di tempat tidur. Raissa lalu dengan cekatan memasang elektroda EKG, berusaha dengan hari hati menempelkan semua elektroda di tempat yang benar dan menghubungkan semuanya dengan kabel-kabel mesin EKG. Lalu Raissa mengambil selimut dan menutupi tubuh Aditya dengan selimut. "Baik, sekarang kita siap merekam jantung bapak, Bernafas saja seperti biasa tidak usah ditahan ya pak, dan tolong jangan berbicara dulu." Lalu Raisa mulai merekam. Raissa merasa lega karena gambar EKGnya terlihat jelas dan tidak keriting. Raissa mengambil kertas EKG dan puas melihat hasilnya. "Sudah selesai, saya bantu melepaskan semua kabel-kabel ini." kata Raissa yang langsung mencabuti semua elektroda dari tubuh Aditya dengan lembut tetapi cepat. Lalu Ia mengambil tissue dan membersihkan sisa-sisa gel pelumas dari elektroda yang tertinggal di dada Aditya. "Sudah bersih, sekarang saya akan membawa hasilnya ke dr. Alexander, silahkan bapak berganti baju disini, dan tolong kunci pintunya setelah saya keluar." Kata Raissa yang langsung meninggalkan Aditya sendirian. Aditya yang ditinggal sendirian merasa heran, biasanya para perawat selalu menemaninya berganti baju bila selesai EKG, entah memakaikan baju, memakaikan kaus kaki, atau apa saja yang membuat ia harus berlama lama dengan mereka didalam ruangan ini hanya berdua saja dan membuat Aditya jengah. Aditya sudah pernah mengutarakan keluhannya kepada Alex, dan karena itu Alex suka sekali menyuruhnya EKG untuk mengerjai Aditya. Tetapi kali ini Aditya tidak keberatan, Raissa membuatnya penasaran. Aditya pun merapikan penampilannya lalu keluar dari ruangan itu dan menuju ruangan sepupunya. Ia berpapasan dengan Raissa yang baru saja mengantarkan hasil EKGnya. "Bagaimana hasilnya?" tanya Aditya. "Nanti akan langsung dijelaskan oleh dr. Alexander pak, bukan wewenang saya untuk menjelaskan hasil EKG bapak." kata Raissa dengan sopan, "Silahkan, dr Alexander sudah menunggu." lanjut Raissa sambil menunjukan ruang dr Alexander. "Kau tidak ikut ke dalam?" tanya Aditya penasaran, ini benar benar di luar kebiasaan. "Oh tidak, dr. Alex sudah ada yang membantu kok di dalam, ada suster Asya. Beliau perawat yang baik, tapi pasti bapak sudah kenal." kata Raissa. " Ah, ya sudah kalau begitu.. maksud saya.. iya saya kenal dengan suster Asya." Aditya heran mengapa jadi dia yang salah tingkah. Lalu Aditya hanya berbalik dan masuk ke ruangan dr. Alexander, sedangkan Raissa melanjutkan perjalanannya menuju bagian Medical check up.
Setibanya di Medical Check up, Liza dan kak Mira sudah menunggu, tentunya bersama dr. Alice dan Bang Ucok.
"Gimana? Cakep kan Pak Aditya"kata Liza, "Huss, nanti aja ngomongin itu, gimana tadi lancar kan? Pak Aditya tidak ada keluhan?" tanya kak Mira. Raissa tertawa lalu berkata, "tenang kak, lancar kok, sejauh ini Pak Aditya atau dr Alexander tidak ada keluhan, dan iya Liz, pak Aditya cakep." kata Raissa lalu menambahkan dalam hati, "tapi agak brengsek."
Liza langsung berseri-seri. Kak Mira menghembuskan nafas lega. "Tapi tadi kau hebat Sa, jarang ada perawat yang berani sama pak Aditya." kata Bang Ucok. "Iya, aku sampai mau copot jantungku tadi, kupikir pak Aditya akan marah. Tapi kamu keluar senyum senyum aja."kata dr. Alice. " Wah ada apa memangnya tadi?" tanya kak Mira. Lalu dr Alice dan Bang Ucok menceritakan dengan singkat pada kak Mira. " hehehe.. aku agak tersinggung tadi, tapi sudah tidak apa-apa kok, anak baru memang banyak yang harus di buktikan." kata Raissa sambil nyengir. " Bagus Sa. Semangat!" kata kak Mira. Raissa, Bang Ucok, Liza,Kak Mira dan dr. Alice sibuk bersenda gurau dan tidak melihat Bu Ade yang ikut memperhatikan mereka dari tempat ia duduk menunggu Aditya. Tak lama kemudian mereka semua kembali ke pekerjaan masing-masing, Raissa melihat Bu Ade yang masih duduk di ruang tunggu. "Halo Bu Ade, mau tunggu pak Aditya di ruang eksekutif saja?" tawar Raissa. "Tidak usah Raissa, disini juga nyaman, sudah tidak usah pikirkan saya, lanjutkan saja pekerjaanmu." kata Bu Ade. " Baiklah kalau begitu, permisi Bu." kata Raissa. Bu Ade hanya mengangguk sambil tersenyum. Sambil menunggu, Bu Ade memperhatikan Raissa si perawat baru. Menurutnya Raissa adalah perawat yang cekatan, Ia sopan dan bisa bergaul dengan semua pasien, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, hubungan dengan rekan sekerjanya pun berjalan dinamis. Tidak terlihat bahwa Raissa adalah seseorang yang baru hari ini bekerja disini, kecuali baju seragamnya yang berbeda tentu saja. Bu Ade menyimpan semuanya dalam memorinya, pasti Bossnya akan bertanya padanya mengenai anak baru tersebut. Sudah menjadi tugas Bu Ade untuk menyediakan semua informasi untuk Aditya. Beberapa saat kemudian, Aditya muncul dari ruangan dr. Alexander dan menghampiri Bu Ade. Bu Ade melihat bahwa mata Aditya mencari Raissa, tetapi Raissa baru saja pergi ke ruang ukur untuk mengukur tekanan darah, tinggi badan dan berat badan seorang pasien. " Ayo kita ke kantor sebentar Bu Ade, Alex menyuruhku untuk istirahat saja, tetapi ada sesuatu yang harus kubahas dengan Bu Tari sebentar lalu setelah itu aku akan pulang." kata Aditya. " Oh kalau memang dr. Alex menganjurkan istirahat apa tidak ditunda dulu saja pak, atau saya bisa mengatur rapat via telepon saja. Jadi Bapak bisa pulang." kata Bu Ade. "Tanggung Bu Ade, saya sudah disini. Ingatkan saya 30 menit lagi ya, kalau saya harus istirahat, jangan sampai saya rapat berlarut-larut dengan Bu Tari." kata Aditya. " Baik pak." kata Bu Ade dan merekapun beranjak menuju kantor di lantai dua.