Mada terbangun di sebuah tempat asing yang diselimuti kabut putih. Hanya ada cahaya yang entah dari mana menyoroti tempat berkabut itu, menciptakan siluet batu menyerupai hewan-hewan aneh yang membentuk formasi lingkaran sempurna mengelilingi tempat Mada terbangun. Matanya menyisir lingkungan itu dengan heran dan kebingungan, tempat itu terlalu sunyi bahkan tak ada suara serangga atau katak seekor pun untuk golongan hutan di malam hari. Mada bangkit perlahan, samar-samar ia mendengar suara hela nafas yang berat dan batuk lemah dari balik punggungnya. Ketika Mada berbalik, ia seakan melihat de javu. Ia mendapati seorang anak laki-laki seusianya tengah memeluk salah satu patung terbesar dengan wujud dinosaurus berleher panjang bersayap atau mungkin ialah seekor naga. Meskipun dihinggapi rasa bingung dan gelisah, raut wajah Mada tetap tenang dan datar. Anak laki-laki itu tampak kelelahan dan kesakitan, atau kemungkinan terburuknya... ia tengah sekarat, pakaian yang ia kenakan pun tampak aneh.
"Hei...Kamu baik-baik saja?." Ketika Mada berniat untuk mendekatinya, tiba-tiba sosok itu lenyap seketika tanpa jejak, dan mendadak muncul dua titik sinar yang berpendar dari depan kepala setiap patung di sana.
"Kembalilah, Tuan Rakai," suara berat dan bergetar menggema memenuhi tempat itu. Mada pun tersentak kaget hingga tersungkur, ia menatap takjub patung naga tersebut.
"Bangkitkan Kami kembali, Yang Mulia!,"
Saking takjubnya ia sampai tak bisa berkata-kata. Mulutnya menganga tanpa sanggup mengeluarkan suara.
"Artenia menanti Anda...," seiring meredupnya cahaya yang berpendar itu, suara yang menggema tersebut pun juga semakin hilang.
Saat itulah sebuah angin kencang bertiup ke arah Mada, Mada pun refleks mengangkat lengannya untuk melindungi matanya dari partikel-partikel yang terbawa kencangnya angin. Angin aneh itu muncul tiba-tiba dan hilang dalam sekejap. Suara yang tadinya sunyi senyap berubah menjadi kacau, suara besi yang saling beradu, teriakan orang-orang, dentuman, Mada pun menurunkan lengan dan membuka matanya perlahan. Kabut yang tebal berganti menjadi kobaran-kobaran yang melahap sebuah desa, langit sangat gelap dengan gumpalan awan hitam pekat. Puluhan bahkan ratusan prajurit mengerikkan membabi buta penduduk desa dan membakar rumah mereka. Mayat-mayat berserakan layaknya bangkai ikan yang tersapu ombak.
Mada pun perlahan bangkit dan masih tenggelam dalam ketercengangannya. Di sana ia melihat beberapa orang yang familiar terkapar dengan keadaan tak menyenangkan di antara jasad-jasad yang bertebaran di sana. Mada tertegun dan melangkah mundur perlahan, beberapa langkah kemudian, punggungnya menabrak sesuatu. Ketika ia berbalik ia melihat seorang pria dengan baju perang dengan wajah yang tampak mirip dengannya menatapnya datar dengan sepasang mata tajamnya. Seketika itu juga pria itu menghunuskan pedang ke arah Mada, perlahan hujan turun dengan lebat dan semakin lebat, kilatan cahaya menyambar-nyambar di langit yang gulita. Mada menunduk dengan perlahan dan mendapati sebilah pedang menembus perutnya, ia pun terperangah dengan nafas tertahan. Perlahan rasa sakit yang luar biasa seakan menjalar dari ujung pedang hingga menembus tubuhnya dan mengalir ke seluruh peredaran darah, cairan pekat pun menghambur dari dua sisi tubuhnya. Pemuda itu tak tahu harus bagaimana, lututnya melemas. Ia pun kembali mengangkat wajahnya dengan tertatih, menatap wajah pria itu, ia tampak sangat familiar. Tiba-tiba kilatan cahaya menyambar di langit secara mengerikkan.
Mada tersentak seraya membuka mata. Seketika ia terjaga dengan nafas terengah dan keringat dingin bercucuran, itu mimpi yang benar-benar mengerikkan dan begitu nyata hingga membuat jantungnya berdegup kencang. Dengan tangan yang gemetaran, ia memberanikan diri untuk meraba perutnya, jakunnya bergerak naik turun secara kasar bahkan ia terlalu ngeri untuk melihat tubuhnya secara langsung. Yang ia dapati tubuhnya baik-baik saja di bawah novel yang semalam ia baca. Ia tak mengerti kenapa Airiya merekomendasikan novel itu dan anehnya cerita dalam novel itu terasa familiar dari awal ia membacanya, bahkan sampai terbawa ke dalam mimpi. Mada menatap sampul novel tersebut dengan tatapan horor, ia pun melempar novel tersebut ke rak di sebelah ranjangnya lalu beranjak ke dapur untuk sarapan.
Sebuah notifikasi muncul di layar ponsel Mada, remaja bermata tajam itu melirik ponselnya dengan sorot mata yang acuh, kendati demikian ia tetap membuka pesan yang masuk. Bukan hal penting, hanya ucapan selamat ulang tahun ke 17 dari ayah dan ibunya yang bekerja di luar negeri. Lelaki itu kembali menyantap serealnya dalam diam.
20 menit kemudian Mada keluar dari rumahnya dengan ransel hiking di punggung. Setelah menutup pintu dia memutar badan, langkahnya sempat terhenti ketika mendapati wanita dewasa di sebelah rumahnya juga baru saja keluar dengan pakaian tidurnya yang sexy. Wanita itu berjalan ke arah Mada, atau lebih tepatnya ke ujung lorong dengan sebatang rokok di sela bibir sexynya. Kebetulan rumah Mada terletak di ujung lorong dekat jendela, tempat biasa wanita itu merokok.
"Sudah mau pergi? Kali ini berapa lama? Mau merokok dulu denganku?," ujar wanita itu santai sembari memantikkan api.
Mada pun menatapnya tak suka, sejak ia pindah ke sini dia sudah dibuat bergidik oleh wanita aneh itu. Bagaimana tidak, di awal pertemuan mereka saja wanita yang lebih tua darinya itu tiba-tiba mengendus-endusnya dengan jarak yang sangat dekat, tak hanya itu ia juga sering mendusel-duselkan kepalanya ke tubuh atau wajah Mada. Suatu malam saat Mada pulang ia pernah memergoki wanita itu tengah menjilati punggung tangannya lalu mengusapkan ke wajahnya berulang-ulang dengan santainya bahkan ia tak peduli saat Mada menatapnya aneh, dan wanita itu selalu melakukan hal-hal aneh itu di depan rumah Mada. Dari segala hal yang aneh tadi yang paling aneh adalah mata wanita itu, pupil matanya berbeda dengan manusia pada umumnya, warnanya kuning kehijauan dan terkadang Mada merasa bahwa mata itu bersinar di keremangan, awalnya Mada takut dengannya, namun setelah mengenalnya ia merasa lebih sebal.
Berkali-kali wanita itu mencoba memantik api namun pemantik apinya seperti sudah tidak berfungsi.
Ia mendecak, "Bocah, Kamu punya korek api? Sebagai anak perkemahan harusnya punya korek api kan?."
"Aku bukan anak perkemahan dan berhentilah merokok di sini, Aku tidak suka aroma rokok," ketus Mada sinis seraya meninggalkan wanita itu. Belum terlalu jauh mendadak wanita itu berteriak.
"Selamat ulang tahun, Tuan muda!," seru wanita itu membuat langkah Mada kembali terhenti. Ia menatap wanita itu heran, bagaimana wanita itu tahu, dan lagi ia mengucapkannya dengan kata-kata seperti mengejek.
Mada pun menggelengkan kepala dengan skeptis dan melanjutkan langkahnya kembali.
"Apa Kamu dengar rumor yang beredar di apartemen ini?, katanya seorang pekerja kantoran yang tinggal di lantai 11 pernah pulang subuh karena lembur, saat itu sudah sangat sepi, ketika ia naik lift sendirian tiba-tiba ada seekor macan kumbang yang sangat besar ikut masuk ke lift!."
Mada tak sengaja mendengar percakapan beberapa penghuni lantai 9 yang sedang berjalan menuju lift.
"Sangking terkejutnya tubuh orang itu jadi kaku, tapi macan kumbang itu hanya duduk diam sampai lift membawa mereka naik, ketika lift berhenti di lantai 9 macan hitam itu keluar dan berkeliaran di sini."
Mada mendengarkan cerita itu namun tidak terlalu ia gubris.***