Sekali-kali Mada menatap 2 seniornya yang sedari tadi bertingkah aneh. Normalnya saat ia tiba 2 orang gila itu akan langsung menghampirinya dan mengajaknya bercengkerama, tapi kali ini mereka berdua tampak diam-diam mencuri pandang ke arahnya dari kejauhan, dan ketika Mada memergoki mereka, mereka langsung tampak gugup dan menjaga jarak.
"Raga-"
"Ya Tuan!" 2 orang gila itu terkesiap begitu Mada tiba-tiba sudah di belakang mereka memanggil salah satunya. Lebih terkesiap lagi Mada yang mendapat sahutan tegas Raga salah satu senior yang dekat dengannya.
"A-aku hanya ingin memberikan laporan absen ini, Bro," ucap Mada kikuk, ia pikir sepertinya ia telah membuat kesalahan hingga sikap kedua seniornya seperti itu.
"A-anu... Bagaimana novel yang Saya rekomendasikan?"
Dahi Mada berkerut mendengar Airiya yang selalu bicara blak-blakan mendadak berbicara formal padanya, terlebih Mada adalah juniornya, jadi terdengar aneh. Di sisi lain ketika Mada fokus pada gadis berambut platinum blonde di hadapannya, Raga tampak menekuri tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala dan Mada menyadari gelagatnya.
"Setelah membaca novel itu sedikit, Aku bermimpi aneh semalam, konyol sekali bukan?" ucap Mada sedikit bercanda. Tiba-tiba kedua orang itu menatapnya dengan mata membulat, Mada pun makin heran, biasanya jika Mada mengatakan sesuatu yang terdengar konyol mereka akan langsung mengejeknya.
"Hari ini... Kenapa Kalian bersikap aneh? Apa Aku membuat kesalahan?"
Raga dan Airiya pun saling pandang lalu menepis ucapan Mada. "Tidak, Kami hanya bercanda, haha. Suruh anak-anak untuk bersiap, Kita akan segera berangkat, Aku dan Airiya akan naik bus duluan."
Mada hanya mengiyakan perintah ketuanya itu dan menemui rekan-rekannya. Sementara itu Raga dan Airiya sesekali menoleh memperhatikan Mada sambil terus berjalan ke arah bus.
"Hei seharusnya tanda itu sudah muncul kan? Apa ada yang salah? Bahkan beliau seperti tidak mengingat sesuatu," celetuk Airiya sembari mengikuti Raga memasuki bus.
"Entahlah, Kita akan tahu jawabannya sesampainya di sana, Kita awasi saja beliau," sahut Raga seraya menjatuhkan tubuhnya ke salah satu bangku bus dan diikuti gadis keturunan Rusia yang sedari tadi mengikutinya.
Semua anggota pun memasuki bus secara teratur seperti barisan koloni semut yang memasuki sarang secara bergantian. Sementara itu Mada mengabsen wajah mereka satu-persatu memastikan tidak ada anggota yang tertinggal, dan ia sadar salah satu juniornya yang dungu tak kunjung datang. Mada pun mengalah turun dari bus dan mencarinya ke lingkungan sekolah, ia tahu jika tidak dicari gadis dungu itu tidak akan datang. Setelah berkeliling sebentar ia menemukan gadis tomboy itu tengah berjongkok di belakang salah satu kelas tak jauh dari gudang, di hadapan gadis itu terdapat seekor kucing hitam yang sedang terluka dan gadis itu tampak tengah mengobatinya. Mada pun menghela.
"Kamu tahu sudah jam berapa sekarang?" ketus Mada sinis.
"Oh, pagi senior, maaf sudah menunggu hehe," ucap Sitta dengan cengiran tanpa dosa, ia mencoba bangkit dengan tubuh kurusnya yang menggendong tas hiking besar dan 2 tandu lipat, tubuh kecilnya itu tak kuat mengangkat beban hingga kembali tersungkur ke tanah. Sekali lagi Mada pun menghela pendek. Pemuda sehat itu lantas menyambar 2 tandu lipat Sitta dan menarik lengan gadis itu dengan mudahnya hingga gadis itu dapat bangkit. Sejenak pandangan Mada tak sengaja bertemu dengan sepasang mata kuning kehijauan milik kucing hitam yang masih duduk di sana. Tatapannya begitu dalam tak seperti kucing biasa hingga Mada terhipnotis beberapa saat sampai Sitta menarik lengan hoodienya.
"Ayo Kita berangkat, Kamu melihat apa Mada?"
Mada menggeleng linglung, barusan ia seperti melihat sesuatu seperti ingatan yang samar ketika bertatapan dengan kucing hitam itu. Mereka pun berjalan menuju bus. Tanpa mereka sadari kucing itu mengikuti mereka.
.
Samar Mada melihat seorang perempuan cantik di sampingnya dengan pakaian kerajaan yang belum pernah ia lihat tengah tersenyum padanya, menggandeng tangannya, namun ia tak dapat melihat sebagian wajah gadis itu selain senyumannya. Sekelibat tiba-tiba seorang anak laki-laki bermata hijau menghampirinya dengan menaiki seekor macan kumbang, ia tampak panik dan mengucapkan sesuatu namun Mada tak dapat menangkap kata-katanya. Ketika Mada berkedip suasana sudah berubah gelap, ia melihat 3 orang laki-laki dan 1 perempuan dengan baju perang terkapar tak bernyawa di tempat yang berbeda-beda, salah satu laki-laki di sana berambut platinum, dan gadis yang tersenyum manis padanya tadi sudah terkapar di lantai istana dengan sebuah tombak menembus perutnya.
Mada tiba-tiba tersentak dari lamunannya dengan nafas tersendat lalu terengah.
"Senior! Kamu... baik-baik saja?" sebuah suara menyadarkannya bahwa ia sudah berada di bangku bus, dan ia baru sadar bahwa Sitta duduk di sebelahnya memegang tangan kirinya sejak tadi. Ia pun menoleh dan sempat terdiam mendapati tatapan dan ekspresi cemas dari gadis setengah polos setengah dungu itu.
"Yeah...," jawabnya linglung sambil menarik tangannya. Gadis itu pun menghela lega.
"Wah wah..., lihatlah mereka, Kalian mau melakukan hal manis apa lagi, hah?" goda Airiya dari bangku depan sambil menyangga dagu dengan senyum menggoda. Mada pun memasukkan tangannya ke saku hoodie-nya dengan grogi.
"Aku? Dengan Mada? Haha senior jangan bercanda," sergah Sitta dengan senyum supelnya. Ia tampak begitu santai menanggapi godaan Airiya, sementara Mada masih bertahan dengan muka tebalnya yang bersemu sambil menghindari tatapan Airiya dan sesekali menatap gadis di sebelahnya.
"Ayolah Airiya, Kami hanya junior dan senior yang akrab gak lebih dari itu," elak Mada kikuk.
"Benarkah...???" goda Airiya semakin gemas.
Mendadak Raga menyembulkan kepalanya dan menengok ke belakang sambil menatap mereka acuh tak acuh. "Hei, berhentilah bersikap norak, dasar bodoh. Kamu kebanyakan membaca komik dan menonton drama. Ingatlah kenyataan hidup? dasar nenek sihir," ejek si Ketua organisasi yang kembali berhasil menyulut pertengkaran dengan sekretarisnya itu.
"Apa?! coba ulangi lagi ucapanmu tadi!"
"AIRIYA NENEK SIHIR BERAMBUT PUTIH…!"
"Rambutku platinum bukan putih sialan!"
Pertengkaran antara ketua dan sekretaris komunitas pencinta alam itu pun tak terelakkan. Sementara itu Mada tercenung saat menyadari warna rambut salah satu laki-laki yang berkelabat di benaknya tadi dan warna rambut Airiya adalah sama. Mada pun beralih menatap Raga, ia menyadari wajah seniornya itu juga mirip dengan salah satu laki-laki dalam ingatannya. Lalu ia menoleh pada Sitta yang tengah tersenyum geli melihat pertengkaran kekanak-kanakan seniornya, gadis itu pun menatap Mada masih dengan senyum manisnya yang membuat ingatan Mada kembali terbentur pada adegan barusan saat ia melamun tadi, senyuman Sitta mirip dengan gadis yang muncul dalam benaknya.
Tiba-tiba telinga ke 3 remaja itu berdenging, namun dengingan tersebut seperti berasal dari suatu tempat yang mengundang insting mereka untuk menoleh ke sumber penyebab. Di seberang jalan di antara pepohonan rimbun terdapat beberapa patung tua berbentuk hewan aneh yang berbaris secara melingkar. Mada pun membelalak, seakan ada sebongkah batu menghantam punggungnya, tanpa sebab yang jelas ia mengalami serangan panik, dadanya sesak, dan perutnya mual. Sitta pun terkesiap dan segera memberinya kantong plastik untuk Mada muntah-muntah.
Raga dan Airiya pun saling bertatapan dengan wajah cemas, kucing hitam yang entah muncul dari mana melompat ke atas pundak Airiya dan ikut menyaksikan Mada yang muntah-muntah. Tapi kedua orang itu tak merasa kaget sama sekali dengan kemunculan kucing misterius tersebut, mereka sibuk mencemaskan junior mereka. ***