Chereads / The Resurrection of The Maha Akai / Chapter 7 - Portal Artenia

Chapter 7 - Portal Artenia

Akhir-akhir ini kehidupan di Artenia dan kehidupan di Bumi tanpa di sadari sering bercampur. Mendekati usia dewasa sang Maha Akai, pintu dimensi Artenia semakin tidak stabil. Binatang-binatang buas dari Artenia dimanipulasi oleh Bangsa Dosebteus bangsa penyihir jahat untuk mencari dan membunuh sang Maha Akai. Karena itulah Kutai, seorang anak laki-laki bermata emerald diutus pergi ke Bumi sebelum sang Maha Akai dan abdi-abdinya bereinkarnasi, bahkan sesaat setelah sang Maha Akai mati.

Semua orang ricuh dalam kabut, mereka takut jika terjadi sesuatu yang lebih buruk. Terlebih lagi hari sudah gelap dan hanya ada api unggun sebagai penerang, jarak pandang sangat terbatas. Tiba-tiba ada getaran di tanah yang begitu kuat, Raga dan Airiya pun terkesiap, sementara itu semua orang semakin kalut, mereka pikir mereka tengah diteror hantu penunggu hutan.

"Raga! Raga!" panggil Mada kalap mencari sosok anak laki-laki itu.

"Saya di sini, Yang Mulia," sahut Raga seraya menyalakan sebuah api kecil di telapak tangannya. Sejenak Mada merasa syok namun ada hal yang lebih darurat dari rasa khawatirnya pada kekuatan aneh Raga.

"Kurasa akan ada makhluk aneh yang muncul, bukankah seharusnya Kita membawa anggota Kita untuk segera pergi dari sini?" sergah Mada panik.

"Semua tempat sama saja, Yang Mulia. Jangan khawatir karena Aku dan Airiya akan melindungi mereka beserta Anda," jelas Raga kembali membelakangi Mada.

Mada pun mengerutkan dahinya semakin bingung dengan apa yang dimaksud Raga dan situasi apa yang sedang terjadi.

"Tuan Mada, Anda juga bisa melindungi orang-orang dengan kekuatan yang Anda miliki, fokuslah dan ketika ada makhluk aneh yang menyerang ayunkan tangan Anda kerahkan energi Anda, anggap saja Anda memukul makhluk tersebut," "dan Anda juga bisa berkomunikasi dengan Kami melalui telepati," celetuk Airiya dengan sikap kuda-kuda, tinju mengepal dan jantung berdebar. Mada pun membelalak terkejut ketika mendengar suara Airiya dalam kepalanya.

"Gawat," gumam Raga datar dan bersiap untuk menyerang sesuatu yang tengah mendekat. Sebelah kakinya melangkah ke depan lalu meninju lurus ke depan dan brrrr, kobaran api besar menyembur lurus ke depan pada seekor makhluk besar berkepala kerbau dengan badan gorila. Semua orang pun memekik keras, mengira ada gunung api yang mendadak meletus dan penampakan penunggu hutan yang mengerikkan. Sedangkan Airiya melancarkan uppercut bersamaan dengan itu krak, bongkahan es muncul dari tanah menyodok seekor hewan aneh berkepala elang bertubuh singa.

Seakan suasana menjadi slow motion Raga dan Airiya saling memberi aba-aba melalui telepati alamiah mereka saat bertarung. "Bertukar," ujar Raga dalam batin. Mereka pun berpindah posisi secara rolling dengan gerakkan kompak seperti penari yang saling berkoordinasi tanpa kata, tapi dengan gerak.

Merasakan ada makhluk lain yang mendekati regu mereka dari arah yang berbeda, Airiya pun berpijak dan melompat pada bongkahan es yang muncul dari tanah lalu meninju makhluk yang muncul itu dengan batu es yang tiba-tiba terbentuk secara misterius.

Dari arah depan Mada bisa merasakan sesuatu bergerak cepat ke arahnya dengan derap langkah keras, ia pun menarik Sitta ke belakangnya, dan begitu wujud makhluk itu muncul menerkamnya Mada sangat terkejut dan spontan mengayunkan lengannya hingga makhluk itu terpelanting. Melihat adegan itu Sitta pun sama tercenungnya dengan Mada.

"Senior...? Kamu juga punya ilmu sihir?" tanya Sitta polos sekaligus takjub.

"Apa? Tidak!" jawab Mada tegas, karena tidak mau menerima kenyataan. "Benar Kamu yang menyembuhkan lukaku pagi ini? Bagaimana bisa?" tanya Mada bersamaan dengan itu muncul makhluk yang tadi ia lempar. Spontan Sitta pun mengulurkan tangannya, percikan cahaya merah muncul secara misterius dari ujung jari-jari Sitta dan ketika cahaya itu menabrak makhluk tersebut, mendadak makhluk itu jatuh dan langsung mati.

"Tolong rahasiakan ini dari orang-orang," gumam Sitta memohon. Ketika mereka berbincang singkat, seseorang meluncur dari atas bersama sebatang kayu runcing yang menusuk seekor monster aneh yang hampir menerkam mereka berdua, dan orang itu mendarat tepat di hadapan Mada serta Sitta. Tak lama kemudian seekor Macan Kumbang, Harimau putih yang diliputi uap beku, dan seekor Burung Phoenix berekor api muncul turut membantu membasmi makhluk-makhluk misterius itu.

"Yang Mulia, tetaplah fokus dan jangan menjauh dari Kami, makhluk-makhluk ini mengincar Anda," ujar laki-laki itu seraya menghunuskan 2 bilah pedang yang memancarkan cahaya kehijauan. "Nona penyembuh tolong jaga tuan Kami."

Sitta dan Mada pun hanya bisa melongo, sementara laki-laki berjubah itu sudah sibuk bertarung bersama macan kumbang piaraannya. Dan benar ucapan anak laki-laki itu, semua monster itu berlari ke arahnya, Raga, Airiya, dan anak laki-laki berjubah itu sibuk menghadang mereka, banyaknya makhluk yang muncul membuat mereka tampak kewalahan, Mada pun mencoba mencari jalan keluar di tengah kekacauan itu.

Tiba-tiba Mada berlari menjauhi teman-temannya. Sitta pun berseru memanggilnya, sementara Raga, Airiya, dan laki-laki berjubah itu keheranan karena makhluk-makhluk itu beralih ke arah lain.

"Raga! Airiya! Mada melarikan diri ke arah sana!" teriak Sitta panik.

Raga, Airiya, Sitta, dan laki-laki berjubah itu pun mengejarnya, namun sebelum laki-laki berjubah itu pergi ia membuat banker dari batang tumbuhan yang muncul dari tanah melindungi rombongan Raga.

Mada terus berlari diikuti para monster di belakangnya, remaja bermata amber itu tak tahu ke mana ia berlari dan ia tak peduli. Tanpa ia sadari tempat ia berlari sudah tidak sama lagi, ia tak sadar sudah berpindah ke dimensi lain, di kaki langit di tempat itu tampak langit yang gelap mulai memudar. Ia merasa kakinya berpijak pada tanah yang tiba-tiba ambles dan ternyata ia terperosok ke lembah yang dalam bersama para monster yang mengejarnya.

"Mada!!" Mada bisa mendengar teriakkan Raga Airiya dan Sitta, bahkan ia bisa melihat mereka menyembulkan kepala mereka dari tepi tebing. Laki-laki berjubah mengulurkan tangannya dan sulur-sulur tumbuhan pun bermunculan meraih Mada, dan Mada berusaha menggapai sulur-sulur tersebut namun tidak tergapai. Cahaya mulai merayap seakan pagi mulai terbit.

"Zaku!" seru Raga lantang, saat itu juga Burung Phoenix api terbang ke arah lembah dan terjun bersama Raga. Burung itu terjun menukik dengan Raga yang melekat di punggungnya, pemuda itu mengulurkan tangannya, sedikit demi sedikit jarak mereka terkikis dan akhirnya Raga berhasil meraih tangan Mada. Raga pun kembali membawanya ke atas dengan Zaku burung Phoenix berekor api, begitu sampai di atas mereka menjatuhkan diri begitu saja dengan nafas terengah, lega, lemas, dan berdebar.***