Langit mulai memerah, Mada dan Sitta masih terus berjalan dengan perut kelaparan. Kali ini mereka membawa tongkat untuk berjaga-jaga apabila kejadian tadi terulang kembali.
"Mada..., kurasa Naga Putih tadi gak jahat, mungkin saja dia bisa membantu Kita keluar dari sini," gumam Sitta agak lesu sambil terus mengikuti ke mana kaki Mada melangkah.
Mada hanya diam dengan pikiran berkecamuk dan perasaan yang mengganjal. Entah bagaimana ia merasa memiliki ikatan batin dengan Naga Putih tersebut, apalagi ketika ia menyentuh kepala Naga tersebut tubuhnya serasa terserap dan ditarik pada reka ulang peristiwa yang pernah terjadi di masa dan tempat antah berantah.
Beberapa jam yang lalu...
Ketika seekor Naga Putih muncul menekan Serigala mutan di tanah, belasan serigala muncul di sekeliling mereka dengan berbagai ukuran. Mada kira situasi makin buruk, ia pikir para Serigala itu muncul untuk memburunya bersama-sama. Namun tiba-tiba sebagian Serigala itu seakan bersujud padanya dan Naga Putih dengan mengeluarkan suara yang malang seakan memohon agar kawan mereka di lepaskan. Naga Putih itu menatap garang Serigala terdepan sambil mengerang seakan ia tengah murka, Naga tersebut pun mulai mencengkeram serigala di bawah cakarnya. Mendapat geraman laksana penolakan dari Naga tersebut para Serigala itu pun beralih bersujud di hadapan Mada menggonggong sekali lalu mengeluarkan suara sedih, di waktu yang sama Naga tersebut menatap Mada dengan wajah garang seakan menunggu keputusannya.
Mada mengernyit dengan dada masih kembang-kempis, matanya terbelalak dengan dahi berkerut, otaknya berusaha mencerna apa yang tengah terjadi di depan matanya. Serigala-serigala itu kembali menggonggong menarik perhatian Mada, wajah-wajah Serigala itu tampak sendu dan menatapnya dengan memohon. Mada pun menatap Naga putih di depannya lalu perlahan ia berdiri dengan waspada.
"Kawan..., -Maksudku... Wahai penguasa hutan, sepertinya Kamu harus melepaskan pimpinan Serigala itu..., hufh," ucap Mada kikuk dan agak canggung, ia menatap Sitta di atas pohon yang menatapnya seperti melihat orang tidak waras, Mada pun menahan malu setengah mati. Namun ajaib, Naga Putih itu menuruti perkataan Mada, para Serigala itu pun melolong, menyembah Mada lalu pergi.
Setelah keadaan aman, Naga Putih itu membantu Sitta turun dari pohon hingga gadis itu memekik takut. Wajahnya yang semula garang dan gagah kini berubah 180°, makhluk itu memperlihatkan wajah yang menggemaskan dan ceria di hadapan Mada serta Sitta. Gestur wajahnya terlihat gembira, telinganya tegak, dan ia melompat-lompat kecil di depan Mada.
Mada dan Sitta pun gemas melihat tingkah laku Naga itu, beberapa menit lalu Naga Putih itu membuat mereka takut, namun dalam waktu singkat Naga Putih itu juga berhasil melenyapkan rasa takut mereka, ia mengulurkan kepalanya pada Mada dengan wajah girang. Ragu-ragu Mada pun mengulurkan tangannya dan menyentuh puncak kepala Naga tersebut. Saat itulah ia merasa tubuhnya tersedot ke dimensi lain, ia melihat serangkaian peristiwa menyedihkan dan mengerikkan di masa lalu. Dalam peristiwa itu ia melihat orang-orang yang terasa dekat dengannya diserang dan mereka berusaha melindungi seorang anak laki-laki yang tidak lain adalah dirinya hingga akhirnya mereka semua mati. Dan dalam keputusasaan serta dalam keadaan sekarat anak laki-laki itu melarikan diri bersama seekor Naga Putih menuju sebuah bukit bersama seorang pemuda bermata emerald yang sempat bersamanya tadi. Dari sana anak laki-laki itu melihat pemandangan kota di hadapannya hancur. Dalam keadaan yang sekarat itu ia hampir putus asa, dan di sanalah ia berbicara dengan pemuda bermata emerald yang ditemani macan kumbangnya. Dengan keadaan tak berdaya, ia bangkit dan menyentuh puncak kepala makhluk itu, sambil memejamkan mata, secara lambat laun makhluk itu berubah menjadi batu dan bersamaan dengan itu air mata anak laki-laki itu mengalir pelan. Rangkaian peristiwa itu terus bermunculan seperti potongan-potongan flashback film yang menyedihkan.
Mada pun menarik tangannya pelan dengan wajah pucat pasi dan sorot mata nanar. "Seryu" gumam Mada pelan, Mahluk itu mengenduskan moncongnya pada lengan Mada. Mada menatapnya nanar, lalu menjauh dengan raut wajah yang tak bisa ditafsirkan.
"Jangan mendekat!" tepis Mada ketika Naga itu mendekat.
Naga itu pun memiringkan kepalanya dengan wajah melas. "Diam di sana dan jangan ikuti Kami!" seru Mada panik seraya menggandeng tangan Sitta yang kebingungan, pemuda itu membawanya pergi menjauhi Naga tersebut.
"Mada? Ada apa huh?" ujar Sitta sambil sesekali menoleh ke arah Naga Putih yang semakin menghilang.
Mahluk itu pun melenguh dengan suara menyedihkan seakan memanggil-manggil Mada. Mada merasa kasihan, namun ia terlalu takut dengan potongan-potongan memori mengerikkan yang berkelabat di kepalanya setelah ia menyentuh Naga itu. ***
Di belakang, Sitta sudah berhenti mencibir, namun perutnya terus menggerutu. Sampai kemudian mereka melihat sebuah asap hitam yang membumbung tinggi ke langit. Sitta pun gembira mendapati tanda-tanda sebuah pemukiman tak jauh dari tempat mereka berdiri. Sitta sudah tidak sabar meminta bantuan terutama makanan, karena sudah berjam-jam perut mereka terus bergemuruh. Dengan riang Sitta berlari ke arah pemukiman tersebut, namun Mada tampak mawas diri.
"Sitta jangan gegabah. Kita gak tahu jelas seperti apa tempat Kita berada sekarang,"
"Karena itulah Kita harus meminta bantuan," ucap gadis itu dengan polosnya.
Mada punya firasat buruk tentang pemukiman itu, namun ia tak bisa membiarkan Sitta pergi sendirian maupun melarangnya.
Satu jam Kemudian mereka berhasil menemukan pemukiman tersebut. Anehnya pemukiman tersebut sangat sunyi, bangunan-bangunannya didominasi arsitektur victoria dengan kesan yang sangat kuno. Suasana pinggir desa sunyi senyap dan menyeramkan. Mada terus dihantui mimpi itu dan merasa waswas. Tiba-tiba Sitta melihat bayangan berkelabat di antara rumah-rumah tersebut.
"Mada! Ada seseorang di sebelah sana!" seru Sitta antusias, ia pun mengejar bayangan itu.
"Sitta! jangan ikuti bayangan itu!" seru Mada segera mengejarnya. Namun tak sesuai harapan, ia kehilangan Sitta hingga tiba-tiba terdengar teriakan histeris Sitta dari arah kepulan asap. Mada pun bergegas mendekati sumber suara. Di sana ia mendapati Sitta terpaku dengan tubuh bergetar ketakutan, nafas tertahan, dan mata terbelalak, di hadapannya banyak jasad berserakan dengan keadaan hancur, darah dan potongan tubuh tercecer di mana-mana, bahkan terdapat dua mayat yang terbakar di sebuah teras rumah yang dilahap kobaran api. Mada pun tertegun seakan ada batu besar menghantam punggungnya. Ia langsung berdiri di hadapan Sitta, mencegahnya agar tak lebih lama melihat hal mengerikkan ini. Sitta pun menangis sejadinya dengan tubuh gemetar, setelah itu tangannya yang bergetar mencengkeram jaket Mada dengan kuat, ia enggan melihat pemandangan itu dengan menghalangi pandangannya dengan tubuh menjulang Mada. Situasi berubah menjadi mengerikkan dan mencekam.
"Ayo cepat pergi dari sini, hiks, Kita cari bantuan ke tempat lain."
Mada membisu matanya berkaca-kaca ketika ia melihat ada juga jasad balita tergeletak di sana. Perasaannya bercampur aduk tak karuan, begitu ngilu teriris-iris, ngeri, sedih, dan entah mengapa ia merasa murka. Dahinya berkerut kasar, giginya bergemertak saking menahan emosinya. Tak lama kemudian terdengar derap langkah puluhan orang dengan suara gemerincing besi dan suara-suara hewan buas.
Mada pun segera mengusap matanya, lalu menatap wajah Sitta dan membisik, "Sst, pelankan suaramu, Kita harus segera pergi dari sini tanpa ketahuan,"
Sitta pun mengangguk dengan wajah sembap dan sesenggukan, lalu mereka segera bergegas dengan hati-hati dan mengendap.
Sialnya di depan sana mereka mendapati beberapa makhluk mengerikkan dan beberapa manusia yang menunggangi mereka tengah berbelok ke arah Mada dan Sitta, sontak Mada dan Sitta pun bersembunyi di gang antara rumah yang sempit dan gelap. Kedua remaja itu terengah dengan tubuh dibasahi keringat dingin, jantung mereka berdegup kencang ketika pasukan aneh itu terdengar mendekat dengan derap langkah keras dan cepat. Mada dan Sitta pun menahan nafas hingga pasukan kecil itu berlalu. Mada pun memberanikan diri mengintip dengan hati-hati dan gemetaran. Beberapa saat setelah dirasa aman Mada pun menggandeng Sitta keluar dari persembunyian. Sampai akhirnya mereka berhasil mencapai perbatasan kota dengan hutan.
Mada mulai berlari menyeberangi ladang kosong antara kota dengan hutan tanpa melepas genggaman tangannya pada Sitta. Namun ketika mereka hampir memasuki hutan, sebuah panah melesat ke arah Mada dan menusuk punggungnya bagian atas. Sitta pun memekik dan terjerembap ke belakang karena kaget, sedangkan Mada langsung tersentak dan tersungkur ke depan, ia bersimpuh sambil meringis dan memegangi bahunya.
"Mada!" sergah Sitta sepintas beranjak lalu mencabut anak panah tersebut. Mada pun mengerang keras. "Tenanglah, Aku akan menyembuhkanmu," sergah Sitta panik.
"Tidak, Kita harus lari dulu!" elak Mada sambil membekap luka di belakang bahunya dan bangkit.
Dan saat itulah sebuah pasukan kecil muncul di belakang mereka. Mungkin ada sekitar 20 orang laki-laki dengan postur tubuh berbeda-beda, namun yang pasti mereka tampak menakutkan dengan seringaian garang, pakaian mereka terbuat dari besi menyerupai baju perang kuno, beberapa ada yang menunggangi hewan-hewan aneh berukuran raksasa. Dan salah satu di antara mereka dengan aura penguasa terbang bersama hewan tunggangannya lalu mendarat tepat di hadapan Mada dan Sitta, hewan tunggangan itu mirip dengan Naga Putih yang Mada temui sebelumnya namun warnanya keperakan.
Mata tajam pria itu menatap Sitta lalu pandangannya terhenti pada Mada, wajahnya sangat dingin dan datar. Kemudian matanya menangkap sebuah simbol di leher Mada.
"Bawa gadis itu hidup-hidup," gumam pria itu dingin.***