Malam itu Mada terbangun dan berniat untuk pindah ke tendanya. Dari luar tenda yang sunyi terdengar suara derap langkah mencurigakan yang memecah rumput dan dedaunan kering dari samping tenda unit P3K, tak hanya itu dari luar tenda yang Mada diami tampak sebuah cahaya terang menyerupai obor yang tertiup angin ringan, cahaya itu bergerak melintas dari samping tenda menuju hutan dan terdengar juga suara kobaran api yang biasanya dihasilkan dari proses pembakaran. Mada pun terdiam mematung sambil mencoba mendengarkan suara itu lebih saksama, yang membuat Mada merasa aneh komunitas pencinta alam mana yang masih menggunakan obor di masa sekarang?
Di luar tampak sangat sunyi selain suara langkah pelan itu, dan tiba-tiba suara langkah kaki itu berhenti tepat di belakang tenda Mada seakan pemilik suara langkah itu menyadari bahwa seseorang tengah terjaga dan mencoba mengawasinya. Suasana mendadak mencekam, jantung Mada mulai berdegup kencang dengan keringat dingin bercucuran, terlebih ia hanya seorang diri di tenda itu dan ia tak tahu pasti apakah sosok pembawa obor itu ialah salah satu temannya atau justru sosok berbahaya yang berkeliaran pada pukul setengah satu dini hari. Anehnya lagi tiba-tiba cahaya obor itu padam dengan sendirinya tanpa ada usaha apa pun dari si pembawa obor. Mendadak pintu bagian belakang tenda yang berhadapan langsung dengan hutan terbuka, dalam gelap Mada bisa merasakan bahwa sosok itu tengah menyembulkan kepalanya ke dalam tenda dan tengah mengamatinya. Beruntung Mada segera kembali berbaring ketika cahaya itu padam.
Mada berusaha tenang beberapa saat dan berpura-pura tidur hingga sosok itu kembali menarik kepalanya, remaja itu pun menghela nafas lega. Sementara obor yang dibawa sosok misterius itu tiba-tiba kembali hidup seperti api yang muncul dari kompor ketika dinyalakan, sejurus kemudian cahaya itu tampak menjauh memasuki hutan.
Mada merasa hal janggal tengah terjadi, ia mulai memberanikan diri untuk mengintip sosok itu. Remaja itu terbelalak ketika ia mendapati hal mustahil terjadi di depan matanya. Ia melihat punggung seseorang yang tadinya ia kira membawa obor, ternyata ialah Raga dengan api yang menyelimuti tangannya yang sudah tak berbalut sarung tangan, sarung tangan yang selalu ia kenakan di mana pun, kapan pun, dan di hadapan siapa pun. Mada masih tak percaya dengan apa yang terjadi, namun jika tangan Raga terbakar, tak mungkin ia akan bersikap setenang itu seperti tak terjadi apa-apa.
Pemuda itu memasuki hutan dan Mada pun mencoba mengikutinya secara diam-diam. Mada merasa Raga tampak berbeda dari biasanya, ia seperti orang lain yang penuh dengan aura misterius. Entah sudah berapa lama mereka berjalan, Mada merasa ini sudah sangat jauh dari perkemahan dan Raga masih berjalan tanpa melakukan hal-hal berarti. Raga baru berhenti ketika langkahnya habis terhalang sungai.
"Keluarlah, Aku tahu Kamu di sana!" ujar Raga datar dan terdengar jelas pada jarak 10 meter, saat itu juga ia berbalik dengan aura menakutkan. Mada pun terkesiap, jantungnya berdegup kencang, keringatnya bercucuran. Akhirnya ia memutuskan untuk menampakkan diri. Mereka saling bertatapan cukup lama, Mada menatapnya dengan waspada dan dengan jantung yang berdebar kencang, sementara Raga menatapnya dengan wajah datar.
"Si-siapa Kamu sebenarnya?" Mada berusaha menyembunyikan getaran suaranya karena syok.
"Menyingkirlah dari sana," gumam Raga tiba-tiba mengerutkan dahinya.
Alis Mada pun saling bertaut heran dan mulai cemas. Tiba-tiba Raga mengentakkan kedua tangannya ke arah Mada, semburan api pun keluar dari tangannya dengan ukuran luar biasa, bahkan lebih dahsyat dari senjata Flamethrower buatan manusia. Sementara Mada tak punya waktu untuk menghindar dan hanya mampu mematung dengan mata terbelalak.
Tepat sebelum api itu melewati tubuh Mada, atau lebih tepatnya berbelok ke arah samping tubuh Mada, tiba-tiba muncul sebuah akar yang menarik tubuh mereka dari arah samping. Terlambat satu detik saja sebuah ekor reptil raksasa yang misterius akan menghantam mereka dari arah berlawanan dengan akar-akar tersebut. Tubuh keduanya mendarat pada semak-semak belukar, dan ternyata seorang lagi muncul secara misterius di antara mereka, bak ninja yang tengah berkamuflase.
"Anda baik-baik saja, Tuan?" ujar laki-laki misterius itu datar seraya membangkitkan tubuh mereka menggunakan akar-akar tumbuhan dengan apik, wajahnya tak terlihat karena jubah yang menutupi kepalanya dan kain yang menutupi sebagian mukanya, sepasang manik mata emeraldnya yang menyala menatap lurus ke depan, ke arah ekor misterius tadi yang perlahan tertarik ke dalam kegelapan hutan. Mada terdiam menatap laki-laki serta seluruh tempat itu dengan tatapan syok dan tubuh menggigil, ia masih tidak bisa berhenti tercenung.
"Huff, sepertinya Anda masih belum kembali," simpul laki-laki itu yang tak kunjung mendapat jawaban dari Mada.
"Sepertinya ingatannya masih terbawa separuh jiwanya," ujar Raga tampak jenuh. Tiba-tiba muncul getaran di tanah. Raga dan laki-laki itu pun langsung bersiaga.
"Se-sebenarnya apa yang ter-, akh!" mendadak kaki Mada ditarik oleh ekor misterius tadi ke atas hingga tubuhnya menjuntai terbalik dengan ketinggian 10 meter, Mada pun memekik panik. Laki-laki itu pun menusuk ekor tersebut dengan tombak bambu yang ia ciptakan secara ajaib seperti sulap hingga terdengar suara geraman hewan buas itu, seketika tubuh Mada pun terlepas dan terjun bebas. Secepat kilat ribuan sulur tumbuhan menangkap tubuhnya sebelum jatuh ke tanah.
Karena tertusuk, ekor raksasa itu pun menggila, mengibas ke segala arah hingga menghantam tubuh Raga sampai ia memekik dan terpental ke arah pepohonan sebelum jatuh ke sungai yang agak dangkal. Sedangkan laki-laki misterius itu mampu menghindari hantaman ekor tersebut dengan lincah.
"Raga!" sergah Mada secara spontan merasa cemas, ia tak bisa bergerak karena tubuhnya terperangkap pada sulur-sulur tumbuhan, sedangkan Raga masih bergeming dari dalam sungai, membuat Mada semakin khawatir.
Mendadak air sungai di sekitar tempat Raga jatuh tampak mendidih, perlahan Raga muncul dari dalam air dengan tertatih sambil memegangi punggungnya dan dengan aura yang mencekam, "Ugh, punggungku..., dasar kadal sialan!" desisnya seraya melompat keluar ke tepi sungai, "Akan Kujadikan Kamu kadal panggang! dasar kadal sialan!" geramnya seraya menghambur dengan api merah yang berkobaran dari tangan dan kakinya. Melihat itu Mada pun termenung.
Tiba-tiba ekor reptil raksasa yang mengibas ke segala arah itu menghantam Mada, remaja itu pun langsung memejam hingga semuanya gelap, permukaan lengannya terasa sakit seperti terbakar, ketika ia membuka matanya samar-samar ia melihat salah satu anggota P3K tengah memegang lengannya dan langsung menarik tangannya kembali begitu Mada menatapnya. Orang itu membeku menatapnya dengan bungkam, dan anehnya lengannya sudah tidak terasa sakit lagi. Karena masih mengantuk Mada pun kembali melanjutkan tidurnya.
.
Mada mengernyit dengan gelisah, tiba-tiba ia tersentak bangun dengan nafas terengah, ia pun langsung mengamati keadaan sekitar, lalu memeriksa tangannya. Seingatnya semalam tangannya terbakar dan terluka akibat semburan api Raga, namun apa yang terjadi, tangan itu baik-baik saja pagi ini. Berarti kejadian semalam hanyalah mimpi, pikirnya. Ia pun menghela nafas lega sambil mengusap tengkuknya dengan telapak tangannya yang terasa begitu kasar, ia pun baru ingat bahwa tangannya masih diperban. Dipandangnya perban itu dengan heran, mengapa perban tersebut bisa lusuh, sekali lagi kejadian malam itu pun berputar-putar di kepalanya membuatnya bimbang. Namun ada yang aneh ketika ia menggerakkan telapak tangannya. Ia pun membuka kain kasa tersebut dengan hati-hati, dan yang lebih aneh lagi dia menemukan luka di telapak tangannya sudah sembuh tak berbekas. Ia pun terpukau tak percaya. Tak lama kemudian perhatiannya teralih pada suara gaduh dari luar. Mada pun beranjak dari tenda unit kesehatan dan mendapati Raga beserta Airiya tengah adu cekcok seperti biasanya.
.
Pagi itu seluruh peserta perkemahan sudah disibukkan dengan agenda hari itu. Sinar mentari belum sampai menjamah tempat itu, namun langit sudah mulai terang, burung-burung berkicau riang, udara sangat dingin menggigit tulang. Seseorang memasuki tenda unit kesehatan, dan di dalam sana, ia mendapati Mada masih tertidur pulas dengan tubuh dan wajah lusuh oleh tanah. Kedua alis orang itu pun berkerut heran. Ia mendekat, tangannya berniat mengguncang tubuh remaja itu untuk membangunkannya, namun tangannya terhenti ketika matanya menemukan luka pada lengan Mada. Ia yakin lengan itu masih baik-baik saja saat kejadian kemarin, sampai akhirnya ia menemukan luka bakar melekat di sana pagi ini. Ia menatap wajah Mada, dahinya tampak berkerut samar, orang itu pun merasa iba melihatnya. Ia menoleh ke sana ke mari memeriksa keadaan sekitar, memastikan tak ada siapa pun di tenda itu selain mereka berdua. Dirasa sudah aman dari penglihatan orang-orang, orang itu pun menyentuh luka bakar Mada beberapa saat, membuat dahi Mada berkerut dan terusik hingga setengah terjaga dan menatapnya. Orang itu pun terperanjat dan spontan menarik tangannya, perlahan luka bakar itu memudar dengan sendirinya. Orang itu membeku sejenak dengan nafas tertahan, matanya terpaku pada mata Mada yang masih menatapnya dengan sayu.
Orang itu pun mengibaskan tangannya di depan wajah Mada, memastikan apakah remaja itu sudah bangun. Namun Mada tak merespons sama sekali dengan mata terbukanya.
"Hng...,"gumam remaja itu tak jelas lalu menguap sambil meregangkan tubuh hingga terdengar suara-suara krek dan berganti posisi. Samar-samar terdengar suara dengkuran, orang itu pun mengembuskan nafas dengan lega dan segera pergi.***