"Bagas Aditya Waksana, putra Adi Waksana."
Agnes memikirkan sesaat nama yang baru saja diucapkan papinya. Dan kedua mata dara delapan belas tahun itu seketika membulat sempurna manakala ingatannya mulai teringat dengan ucapan pria yang pernah ditemuinya bersama dengan Abigail.
"Jangan-jangan laki-laki itu yang pernah dikatakan oleh-"
"Kamu kenapa, Nes? Tegang banget?" Lirik George sambil menyetir.
"Eng-nggak apa-apa, PPi. Agnes cuma kaget aja sama namanya, terdengar familiar." Senyum simpulnya.
"Yah, dia memang terkenal di kampusnya, itu yang Papi dengar. Selain pintar dan pandai bersosialisasi, dia juga jadi salah satu mahasiswa asing kesayangan dosen di sana. Gimana menurut kamu? Hebat, kan?" puji George mati-matian.
"Iya, Pi. Hebat." Agnes merendahkan suaranya, memalingkan wajahnya agar sang papi tak tahu rasa sedih dan kesalnya karena dibanding-bandingkan dengan orang yang tak dia kenal.
"Papi juga tahu rencana mami kamu, Nes."