Bagas menatap dingin Agnes yang juga melihatnya dengan ekspresi tak acuh. Kedua mata makhluk Tuhan ini seolah memercikkan api yang langsung membesar dan membakar seluruh bangunan, baik Agnes ataupun Bagas, keduanya sama-sama tak mau kalah. Bagas dengan wajah angelic-nya dan Agnes yang memang polos, namun memiliki harga diri tinggi, menjadi api yang begitu cepat berkobar.
"Apa wajahmu seperti ini, hah aslinya?" sindir Agnes menyeringai.
"Siapa peduli! Toh, aku sudah mengatakan jika aku tak suka dengan perjodohan bodoh ini! Lagipula, aku sama sekali tak mengingatmu, apalagi mengenalmu!" cibir Bagas juga menyunggingkan senyumnya.
"Ternyata, kau pintar juga ya bermain sandiwara! Kurasa kau salah masuk universitas dan jurusan yang ada di sana! Harusnya kau masuk jurusan teater!" seru Agnes hingga menunjukkan urat-urat kesalnya.