"Dia sudah berkeliaran di sekitarmu selama lima hari."
Terdengar suara parau dari dalam telefon genggam itu, sangat tertutup bahkan terkesan gelap, mungkin karena hanya ada sedikit cahaya yang masuk ke ruangan kecil ini. Seorang pria berjaket hitam tampak mengangkat telefon yang entah siapa lawan bicaranya?. Agak buram foto yang sedang ia genggam, sementara tangannya yang lain masih sibuk mengangkat telefon. Kupluk jaketnya yang digunakan untuk menutupi bagian kepala, membuat wajah dari pria ini tak begitu jelas.
"Lalu apa?" tanyanya pada seseorang di ujung telefon.
"Ingat! Jangan remehkan musuhmu! Kelompok mereka memang tak sebesar organisasi kita, tapi sepak terjang mereka di Asia bukan isapan jempol belaka," balas suara parau ini dengan nada tinggi.
"Tenanglah Bos, lagi pula dia ini siapa? Selama ia tak terang-terangan muncul di hadapanku, biarkan saja," sahut Si Pria Berjaket Hitam ini enteng.
Kembali foto dalam genggamannya itu ia amati lekat-lekat, foto yang menampilkan seorang pria bertopi flat cap hitam berada dalam mobil. Coklat jaket yang ia kenakan kontras dengan lensa kacamatanya, agaknya sosok tersebut menjadi topik serius dalam perbincangan kedua orang ini.
"Johanes Simon Liem, salah satu jargon mereka yang beroperasi dengan Code : Cuatro, sering bertransaksi dalam jual beli maupun terlibat penyelundupan senjata ilegal," jelas suara parau ini pada Si Pria Berjaket.
"Hahaha, kelihatannya membosankan," sahut Si Pria yang malah tertawa.
Sejenak terdengar helaan ringan dari dalam telefon, sangat pelan suara parau itu menghela nafasnya seolah menandakan ketidaksukaannya dengan sikap pria ini. Kembali pria bersuara parau ini pun berkata.
"Baiklah, asal kau bisa kuandalkan terserah padamu, tapi... aku juga mendengar rumor jika mereka mempunyai anjing penjaga."
"Anjing penjaga?" tanya Si Pria heran.
"Ya, menurut cerita yang kudengar ia masih muda, hanya saja aku pun belum pernah bertemu dengannya, waspadalah jika ia turut diterjunkan kali ini," sahut suara parau tersebut.
Tawa kecil mulai terdengar dari Sosok Pria Berjaket ini, kian besar gelak tawannya seakan menemukan tantangan baru dalam tugasnya, ia pun berkata.
"Hahaha! Menarik Bos! Kuharap aku bisa bertemu dengannya."
"Bastard! Lakukan saja tugasmu....tuuttt...."
Hening sementara, pria yang di panggil Bos ini sudah menutup telefonnya terlebih dulu. Tinggal Si Pria Berjaket yang masih terduduk diam, entah apa yang di pikirkannya? Hanya tawa kecil yang mulai terdengar darinya.
"Really? Watchdog or Little Dog? Datanglah keparat kecil," gumamnya tersenyum seolah tak sabar menantikan sesuatu.
---
"Ya, aku paham reputasi instingmu atau apalah itu? Tapi coba jelaskan padaku, kenapa kau juga mengarah ke Gubeng sekarang? Bukankah Wonokromo tujuan awalmu?" pinta Cuatro pada rekannya, terduduk kedua orang ini dalam mobil.
"Inilah alasan kenapa terkadang aku malas bekerja denganmu, kembalikan aku ke penjara, dasar otak lemot," ejek pemuda berpakaian hitam ini, beberapa lembar koran pun sedang ia genggam.
"Hahaha, bukankah itu lebih baik dari pada tak punya otak sama sekali? Tapi meski pun tujuan kita sama, Bos memberi kita tugas yang berbeda bukan?" tanya Cuatro memastikan, agaknya ada sesuatu yang belum ia pahami.
"Ya, tujuan kita tak lain merebut benda itu dan menghancurkan kelompok mereka, dan kau pasti sedang kerepotan dengan musuhmu, bukan? Pulanglah, akan kuselesaikan sendiri," kembali ejekan itu terlontar dari mulut Si Pemuda.
Rekannya hanya tertawa enteng seakan tak menanggapinya serius. Dilihatnya tangan Si Pemuda yang mulai merapikan beberapa koran, tinggal satu lembaran yang masih berada dalam genggamannya.
"Perhatikan! 16-April-1997," perintah Si Pemuda, koran yang di genggamnya pun ia buka lebar-lebar di hadapan rekannya.
"JATIM POS – SALAH PAHAM BERUJUNG ADU JOTOS, WNA DIPERIKSA"
Sangat jelas, besar judul surat kabar yang tertera di halaman depan. Jemari Si Pemuda mulai menunjuk-nunjuk berita dalam koran, memberi penjelasan sembari mengingat apa tujuannya sampai bisa singgah di Surabaya. Agaknya rasa enggan membaca menghinggapi Cuatro kala rekannya ini menjelaskan, hanya dengusan kecil yang terdengar darinya. Namun, perhatiannya seolah tertuju pada foto seorang WNA dalam koran tersebut. Seseorang yang duduk dalam ruangan, ia juga dikelilingi beberapa orang di sampingnya seakan sedang dalam pemeriksaan. Gestur wajah Asia, putih bersih kulitnya dengan alis yang jarang namun terkesan lancip. Begitu pun rambutnya yang lurus agak kecokelatan itu juga tak luput dari pengamatan Cuatro.
"Perkenalkan Tom Yong Sheng, saat aku masih di dalam sel, Bos hanya memberiku sebuah nama tanpa ada ciri-ciri maupun lokasi keberadaannya, orang ini menghilang dari peredaran dalam sebulan terakhir sejak transaksi pertama, tepat hari ini aku sudah keluar sel selama tujuh hari. Dalam pencarianku, sepertinya Tom memang mengarah ke kota ini dan benar saja! Koran ini buktinya, ini berita sembilan hari yang lalu dan kau juga di kota ini menyelidiki buruanmu, kau tahu artinya? Ini unik, pahami baik-baik."
"Apa?" bertanya Cuatro dengan enteng, sejenak ia malah memainkan topinya.
"Persetan denganmu!" balas Si Pemuda agak keras.
Respons yang ala kadarnya itu membuat sosok serba hitam ini terpaksa kembali menjelaskan, bagaimanapun juga ia merasa punya tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan ini.
"Tai Huen Chai! Dia dan orang buruanmu berasal dari kelompok yang sama! Dan selama aku menyusup, aku mendapat info jika Tom adalah orang yang mengusulkan kerja sama Black Tar Heroin dengan organisasi kita dua bulan yang lalu, menurutmu di mana tempat terbaik melakukan transaksi dan memproduksi barang ini?"
Melebar mata itu seolah mulai memahami alur yang sedang terjadi. Kembali Cuatro bertanya untuk memastikan.
"Santiago! Dan itu tak sulit bagimu karena kau di penjara di Puente Alto, lalu apakah Tom dan buruanku sedang bekerja sama di kota ini? Mereka sama-sama berasal dari Triad, kan?"
"Waktu adalah pencerita yang handal Cuatro, urutkan maka kau akan temukan sebuah fakta," ucap Si Pemuda seraya menyulut rokok, Cuatro hanya memperhatikan kala asap-asap itu dengan santainya ia hembuskan.
"Rangkai poin pentingnya, dua bulan yang lalu kerja sama Black Tar Heroin dimulai, sebulan yang lalu Tom mulai menghilang, seminggu yang lalu Bos mengabariku, lima hari belakangan kau sudah disini menyelidiki siapa keparat yang menjual Black Tar dan berani memasuki teritori kita, benar?" tanya Si Pemuda yang dibalas anggukan pelan Cuatro.
"Dan kenapa orang yang kau cari malah ada disini sama seperti Tom? Ada aroma perpecahan yang terendus olehku karena Tom mulai menghilang tak berselang lama sejak kerja sama itu dimulai, Bos ingin merebut formula Black Tar itu melalui keberadaan Tom dan di satu sisi ia ingin menghancurkan pihak yang memasuki teritori kita, perhatikan lagi koran ini! Orang di samping Tom!" lanjut Si Pemuda seraya kembali menyodorkan koran tepat di hadapan wajah Cuatro.
Sejenak pria ini melepas kacamatanya, kembali ia mengamati lekat-lekat foto yang menampilkan sosok pria separuh baya di samping Tom. Dalam koran itu disebutkan jika pria ini adalah pemilik kontrakan di Daerah Wonokromo yang sedang di tempati WNA tersebut. Dilihatnya Si Rekan Serba Hitam ini yang masih asyik menghisap tembakaunya dalam-dalam, merasa tak mendapat penjelasan lebih rinci, Cuatro pun buka suara.
"Siapa lagi ini? Apa dia ada kaitannya? Membingungkan."
"Bagus Subrata, mantan jurnalis, aku mengumpulkan berita-berita koran yang pernah ia tulis dan rata-rata isinya memuat tentang narkotika, coba tebak! Pagi ini ada pembunuhan di stasiun dan siapa menurutmu yang tewas? Ini ada hubungannya dengan apa yang tertulis dalam koran ini, sepenggal kebenaran tentang apa yang sebenarnya terjadi pada sembilan hari yang lalu," jawab Si Pemuda mencoba menjelaskan.
"Hmmmm, salah paham berujung adu jotos? Aku tak paham apa kaitannya dengan pria ini, tapi bisa saja Bagus Subrata mengetahui Tom menyimpan Black Tar dalam kontrakannya saat itu, merasa takut kedoknya terbongkar lalu Tom pun membunuhnya," sahut Cuatro mencoba menerka.
Si Pemuda diam sejenak seakan tak peduli, beberapa kali asap tipis itu ia hembuskan menikmati ketenangan yang menguasainya. Namun entah kenapa, tiba-tiba rokoknya yang masih separuh malah ia lempar keluar dari jendela mobil, Apa kegelisahan mulai bersarang di benaknya?. Kacamata hitamnya ia turunkan, tampaklah kedua matanya yang melempar pandangan pada rekannya dengan serius.
"Dari hasil pergerakan kita pukul empat pagi tadi, ada sesuatu yang masih samar bagiku, untuk sekarang aku akan kembali ke stasiun dan kau bisa pergi sesukamu," balas Si Pemuda seraya membuka pintu mobil.
Meski heran, agaknya Cuatro memang tak bisa mencegahnya. Pria ini hanya diam kala mengamati rekannya yang mulai beranjak turun. Lamat-lamat ia teringat akan sepak terjangnya mau pun peristiwa yang sering ia alami kala ditugaskan bersama dengan Si Pemuda. Dari balik kaca depan mobil, sosok serba hitam ini semakin jauh meninggalkan dirinya yang sibuk dengan pikirannya, koran yang sedari tadi dibawa Si Pemuda tampaknya memang sengaja ia tinggalkan di kursi penumpang, jemari Cuatro pun lantas mengambilnya.
"Dasar, selama ini apa yang kau lihat dengan mata seperti itu?" gerutunya menyiratkan keheranan.