Chereads / Meurtre / Chapter 6 - Dalam Pikiranku

Chapter 6 - Dalam Pikiranku

Tak mungkin luput dari coraknya, setidaknya itu yang aku yakini dari setiap tindak-tanduk mau pun setiap gerak-gerik makhluk hidup. Ayolah, kenapa orang-orang tadi begitu lemot? Bukankah sudah jelas apa yang terjadi dengan Bagus Subrata? Di satu sisi aku tak akan mengungkap nama mau pun identitas terkait korban yang merupakan mantan jurnalis, biarkan Para Polisi itu bekerja. Untungnya di pihak kami ada pemalsu yang hebat, sebatas membuat ID CARD seperti ini bukan masalah bagi Uno. Jujur, aku terkadang heran dengan bakatnya memalsukan sesuatu, tapi itu bisa dibahas lain kali, suasana semakin menarik di sini karena ada dua pihak yang baru saja aku sadari.

Selama polisi tadi percaya aku seorang jurnalis kriminal, aku bisa mendekati mereka dengan aman dan semua yang akan kulakukan ke depannya juga sudah kuperhitungkan. Lagi pula aku bersama Cuatro, bakatnya juga dibutuhkan dalam misi kali ini. Bukankah harus ada keuntungan di setiap tindakan yang kita ambil? Bukankah selalu ada harga yang harus dibayar setimpal dengan setiap usaha yang kita lakukan? Sudah jelas kita ini mafia, setiap perencanaan harus berdampak baik pada apa yang sudah disiapkan.

"Sial! Aku tak tahu kau ini orang yang brengsek atau licik? Aku sama sekali tak menemukan keburukan sedikit pun dalam dirimu," ucap Cuatro setelah kujelaskan apa yang baru saja kulakukan.

Aku hanya diam tak menanggapi ungkapan sarkas yang ia lontarkan, bukankah tindakanku agak membantu dalam pencarian buruannya? Rasanya tak perlu bertanya pada setiap kru kereta terkait pembunuhan ini, aku sudah tahu siapa pelakunya, pasti tak jauh-jauh dari Triad. Hanya saja aku perlu menggiring kepolisian pada fakta, jika pembunuhan ini sudah direncanakan, mereka akan waspada dan mencari tahu siapa sebenarnya pihak-pihak yang akan kujelaskan perlahan. Dan saat mereka mengetahui siapa dibalik semua ini? Tai Huen Chai yang jelas keterlibatannya tak akan dilepaskan begitu saja, untuk apa melepaskan penjahat skala internasional? Ini tangkapan besar jika mereka butuh reputasi global. Tapi bukan itu saja, kepolisian yang bergerak tentu akan mempersempit ruang gerak dari orang yang dicari Cuatro, selagi konsentrasinya terpecah dalam pencariannya akan keberadaan Tom, ini akan menghambat setiap langkah yang akan ia ambil. Lihat saja, aku atau dia yang akan menemukan keberadaan Tom terlebih dahulu? Meski orang yang diburu Cuatro ini mengintai dari balik persembunyian, setidaknya aku sudah mengantongi informasi terkait dirinya.

Kulirik rekanku masih mengamati tiap sudut jalanan kota sembari menyetir mobilnya, tak luput sebatang rokok yang ia sulut terselip di jemarinya sekarang. Fokusku kali ini mengajaknya ke rumah Bagus Subrata yang berada di Kelurahan Mojo, Gubeng, keberadaan Tom yang raib dari kontrakannya di Wonokromo dan akan ke mana tujuan Bagus Subrata menaiki kereta saat itu? Menjadi salah satu bahan renunganku sekarang. Setidaknya berita pada koran sembilan hari yang lalu memuat alamat mantan jurnalis ini dengan jelas. Bahan renunganku yang lain ialah saat aku berada dalam kereta, kulihat tirai jendela yang sempat korban tutup dan kesaksian petugas kebersihan yang sempat melihat kepergiannya ke kamar mandi. Bahkan ia pergi sebelum pengecekan tiket berlangsung, ditambah lagi jasadnya yang ternyata terkunci dalam ruangan itu. Masalah terkuncinya toilet bukanlah hal yang penting bagiku. Yang kuperhatikan adalah saat di kamar mandi, ia pasti berusaha meredakan lukanya sejenak, tapi kenapa orang yang terluka tak segera pergi dan masih ingin meneruskan perjalanannya? Atau ia sudah pasrah dalam keadaan seperti itu?.

Bocah yang kutemui sore hari itu, aku yakin ia tak hanya melihat namun juga sempat melakukan kontak fisik dengan Bagus Subrata, bercak darah pada pundaknya dan posisinya yang berada di bangunan sebelah barat, persis seperti kesaksian Si Masinis yang sempat melihat Bagus Subrata menyeberangi rel dari bangunan barat ke arah bangunan timur sebelum menaiki kereta. Ini semakin menguatkan dugaanku jika sebelum menaiki kereta korban sudah terluka dan sedang mengulur waktu di bangunan barat seakan menghindar dari kejaran seseorang, mengulur waktu sekaligus menyemir sepatunya pada Si Bocah. Tapi kenapa ia tak segera melapor pada satpam atau siapa pun yang berada di sana jika ia sedang diikuti? Koper yang hilang? Jasad yang digeledah? Apa sebegitu pentingnya benda yang dibawa Bagus Subrata sehingga ia bahkan tak ingin melapor?

Bocah penyemir sepatu itu juga muncul dan memerhatikan setiap yang aku ucapkan di stasiun tadi, tapi bisa kupastikan, ia tak tahu jika aku sempat memasuki gerbong tiga. Sedikit bercak darah yang terdapat pada tirai jendelanya yang tertutup juga menyiratkan respons Bagus Subrata atas kegelisahannya karena diikuti seseorang. Lalu sebuah kenyataan menyadarkanku, bahwa sebenarnya ia sedang diikuti oleh dua pihak yang berbeda dalam keberangkatannya. Dua penyebab yang membuatku yakin adalah sinyal di langit sore waktu itu, serta saat di mana Bagus Subrata masih berada di bangunan sebelah barat, aku yakin tak ada yang menyerangnya di sana.

Saat suar ditembakkan, itu terjadi beberapa menit sebelum kereta berhenti, kuperkirakan saat itu juga Bagus Subrata sedang diserang di luar stasiun. Namun, bagaimana dengan mereka yang berada dalam kereta? Aku yakin mereka bukan berasal dari kelompok yang menembakkan suar dan tak butuh sinyal untuk menandai dimulainya eksekusi. Lagi pula sebelum suar ditembakkan, kereta sedang melaju di jalurnya, otomatis mereka sudah berada di dalam sana tepat di gerbong tiga seakan sudah mengetahui jika korban akan menaiki kereta tersebut. Dan jika Bagus Subrata sempat melihat penyerangnya di dalam kereta, ia pasti segera turun! Namun ia tak melakukannya, ini membuktikan ia tak melihat penyerangnya di dalam sana sekaligus tak menyadari jika ada dua kelompok yang sedang mengikutinya. Tak mungkin juga Si Penyerang sempat menyamar dan memasuki kereta eksekutif, kenapa ia repot-repot menyamar dan masuk jika seharusnya ia bisa menghabisi korban saat berada di luar kereta? Konyol sekali, jelas pelaku adalah orang dari kelompok yang berbeda dengan keterampilan melarikan diri yang mengesankan. Aku yakin setelah membunuh, ia masih duduk santai di kursinya dan turun di stasiun yang ia kehendaki, sementara beberapa orang mulai bertanya-tanya mengapa kamar mandi terus terkunci? Tak salah lagi, orang inilah yang sedang dicari Cuatro!.

Aku tahu pembunuhnya pasti tak jauh-jauh dari Triad, tapi kenapa muncul dua pihak? Dua pihak yang mengejar Tom, Bagus Subrata hanya korban yang secara tak sengaja terseret karena berhubungan dengan Tom, ini dugaanku untuk sementara ini karena belum jelas hubungan seperti apa yang mereka miliki? Tujuan akan ke mana ia pergi menaiki kereta itu juga masih kupikirkan. Di kota ini, tujuan dari perintah Bos yang menyuruhku merebut formula Black Tar milik Tom, layaknya Cuatro turut diberi tugas untuk mencari keberadaan orang yang sudah berani menjual Black Tar di teritori kita. Semakin memanas misi kali ini dengan dua pihak lain yang terlibat di dalamnya, menarik sekali.

"Hei, kenapa kau tersenyum?"

Pertanyaannya menarik kesadaranku dari lamunan panjang yang mengganggu, segera kulirik jam tangan yang ia kenakan, pukul 08.15 WIB, jelas masih pagi. Dengan santai ia lantas melemparkan puntung rokoknya yang sudah habis keluar kaca, berapa menit yang sudah kuhabiskan untuk merenung?.

"Hanya menerka," balasku singkat.

Pukul satu siang nanti, polisi itu bilang ingin menemuiku di lobi hotel dan saat itu juga aku akan semakin menggiringnya pada Triad.

"Begitu? Ya, aku tak paham jalan pikiranmu, tapi dari dulu kau memang selalu serius jika menyangkut pekerjaan," sahutnya sembari membelokkan mobilnya ke arah kiri.

"Sudahlah, akan ada jatahmu tampil setelah ini, aku harap kau paham seluk beluk M18," jelasku berharap ia paham apa maksudku, lagi pula bukankah dalam pekerjaan kita dituntut untuk selalu serius? Anak TK pun paham akan hal itu.

"Granat asap? Aku oke-oke saja dengan itu, kau tahu? Aku baru menyadari sesuatu," ucapnya tampak serius memandang ke arahku.

Sejenak aku diam, menyimak apa yang ia bicarakan, siapa tahu ia menemukan petunjuk terkait keberadaan orang yang dicarinya?.

"Setelah kita berpencar di sekitar Hotel Shangri-La dan Manyar pukul empat pagi tadi, kau menyuruhku mengantarkanmu ke Wonokromo dan kita memasuki Jalan Bratang Gede Tiga, itu sama seperti alamat kontrakan Tom yang tertera di koranmu! Dugaanku, pagi tadi kau mengeceknya untuk memastikan apakah kontrakan itu masih berpenghuni atau tidak? Menyadari tak ada tanda-tanda seseorang, kau lantas mengajakku ke Stasiun Gubeng dan saat itu juga kau lakukan rencanamu pada polisi-polisi tersebut, tapi ini seperti kau membantuku karena membatasi gerak orang yang kucari, aku yakin dia akan berhati-hati dalam bertindak," jelasnya panjang lebar seolah sudah mengeluarkan seluruh kemampuan otaknya.

Astaga, betapa lemotnya orang ini? Dan dia baru menyadarinya setelah dua jam sejak meninggalkan Wonokromo, mungkin ini juga termasuk alasan kenapa dia belum bisa menemukan keberadaan target yang ia cari.

"Dan lihat! Sekarang kita menuju Jalan Jojoran Satu, aku tahu kawan! Kau pasti akan mengarahkanku ke Jalan Jojoran Satu Blok K, menurut koranmu yang sempat kubaca, itu adalah alamat tempat tinggal Bagus Subrata," lanjutnya lagi berseru dengan payah.

Memang beberapa meter di depan sana, akan ada belokan yang mengarah ke Jalan Jojoran Satu Blok K, tapi kuharap ia menghentikan sikapnya yang konyol.

"Lalu, menurutmu tindakan apa yang akan kuambil di rumah Bagus Subrata?" tanyaku mengetesnya.

"Tentu tak sebatas mengabarkan kabar duka pada keluarganya, kan? Mungkin mencari tahu tentang hubungan antara Tom dan Bagus Subrata atau mungkin saja ada hal-hal lain dalam kepalamu yang rumit," jawabnya lugas.

Tanpa kusadari, aku malah tersenyum mendengar jawabannya, ia pun memandangku agak aneh. Tentu jawabannya belum mencakup keseluruhan dari tindakan apa yang akan kuambil di kediaman mantan jurnalis ini. Semua harus terkait dan saling berhubungan agar rencana Bos berjalan mulus ke depannya. Dan dimulailah sekarang, tepat saat mobil ini mulai memasuki Blok K, semua harus ada dalam jangkauan dan kuasaku!. Sembari bersiap, rasanya tak masalah jika kunikmati sebatang rokok untuk saat ini.