"Aku ingin bicara denganmu."
Tasya mengurutkan keningnya mendengar perkataan laki-laki yang ada di hadapannya.
"Kenapa diam? aku ingin bicara denganmu, hanya berdua."
Tasya yang merasa tidak enak meminta sahabatnya untuk meninggalkannya berdua dengan laki-laki di hadapannya. melihat sahabatnya diam Ina sahabat Tasya menepuk punggungnya.
"Aku kesana dulu, jika kamu sudah selesai bicara, kamu bisa menyusul kesana."
"Ya Na, nanti aku akan menyusul kamu ke sana." Tasya berharap jika laki-laki di depannya segera bicara agar ia segera menyusul sahabatnya yang lebih dulu pergi.
"Bisa bicara sekarang? ini masih jam kerja, aku tidak ingin mendapat teguran karena aku lalai,"
"Ikut denganku." tanpa menunggu Elvan menarik tangan Tasya ke restoran yang tidak jauh dari mereka.
"Duduk," Elvan tidak peduli berapa pengunjung memperhatikan dirinya saat menarik tangan Tasya.
"Kenapa anda sangat kasar? apakah anda ingin melaporkan saya ke pihak berwajib? apa anda sudah memiliki bukti, jika saya yang menculik Putri anda? luar biasa anda yang menghalalkan segala cara untuk menangkap saya?" Elvan mengerutkan keningnya, gadis di depannya benar-benar labil dan bar-bar.
"Bisa diam? sejak tadi kamu tidak henti-hentinya bicara."
Tasya mengrucutkan bibirnya, kesal dengan ucapan yang di lontarkan oleh laki-laki di depannya.
"Kenapa diam?"
"Bukankah Anda meminta saya untuk diam? kenapa sekarang anda bertanya kenapa saya diam?"
"Maksudku.."
"Tuan, jika anda ingin bercanda dengan saya, maaf saya tidak ada waktu."
Tasya berusaha untuk bangkit dari tempat duduknya, namun dengan cepat Elvan menahan pergelangan tangan Tasya dan kembali mendudukannya.
"Tuan Maaf, saya sedang bekerja, saya bukan orang pengangguran dan saya di sini bukan untuk berjalan-jalan, tapi saya bekerja di sini jadi saya minta tolong lepaskan saya, dan saya harus kembali bekerja. saya tidak ingin hanya gara-gara anda saya dipecat dari pekerjaan saya." kata Tasya dingin.
"Oke, sekarang duduklah dengarkan saya bicara." dengan berat hati Tasya kembali duduk.
"Katakan Ada apa anda menemui saya?"
"Nona, saya minta maaf atas apa yang sudah saya lakukan terhadap anda, dan juga saya minta maaf karena saya sudah menuduh anda sebagai penculik putri saya dan tujuan saya ke sini ingin memberikan satu tawaran kepada nona, saya yakin anda akan menyetujui tawaran saya ini."
Tasya tersenyum pada laki-laki yang semakin menyebalkan.
"Anda begitu yakin saya akan menerima tawaran anda?"
"Ya, karena saya tahu orang seperti kamu sangat membutuhkan uang yang banyak dan pekerjaan yang bagus, dan saya menawarkan kamu sebagai pengasuh putri saya dan kamu akan mendapatkan gaji dua kali lipat lebih besar dari gaji yang kamu terima saat ini."
'Hahaha, Anda terlalu percaya diri tuan. bagaimana jika saya menolaknya? karena saya tidak berminat untuk bekerja dengan orang lain selain bos saya saat ini, lagi pula saya juga tidak berminat bekerja dengan orang yang sombong dan angkuh seperti anda." Tasya meninggalkan Elvan, tanpa sengaja tubuhnya bertabrakan dengan seorang waitress sehingga minuman yang di bawanya tumpah kelantai.
"Maaf, saya tidak sengaja." kata Tasya, merasa bersalah pada waitress yang membawa minuman.
"Mbak, saya yang akan ganti rugi. maafkan kekasih saya." Tasya membulatkan matanya mendengar penuturan laki-laki di depannya.
"Saya permisi," setelah kepergian waitress, Elvan menarik pergelangan tangan Tasya agar kembali duduk.
"Kenapa mau kabur? apakah saya seperti hantu?"
Tasya menghela nafasnya, laki-laki di depannya benar-benar menguras emosinya.
"Bisa kita bicara ke intinya? saya sedang bekerja, jika saya tetep disini itu artinya saya lalai dalam bekerja dan saya tidak ingin di pecat."
"Seperti yang tadi saya katakan, saya menawarkan pekerjaan untuk kamu dan akan saya gaji dua kali lipat dari gaji yang kamu terima disini."
"Maaf saya tidak mau, permisi." Tasya meninggalkan laki-laki yang terkejut melihat sikap Tasya yang keras kepala, bahkan melebihi dirinya.
"Ini semua demi putriku, dia dirawat di rumah sakit, sejak pertemuannya denganmu, dia tidak henti-hentinya mencarimu dan sekarang," ucapan Elvan terhenti, berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya mengingat putrinya yang kini terbaring di rumah sakit.
"Dia putri anda, lalu apa hubungannya dengan saya?"
"Jelas ada, dia mengira jika kamu adalah ibunya,"
"Kalau begitu, suruh ibunya untuk datang."
"Dia sudah meninggal," jawabnya mampu membuat Tasya berbalik.
"Aku mohon temui putriku, jika kamu ingin aku berlutut untuk minta maaf atas apa yang sudah saya lakukan, maka akan saya lakukan,"
Tasya sesat terdiam menatap laki-laki yang terlihat menundukkan wajahnya, ia merasa tidak ada hubungannya dengan gadis kecil yang di tolongnya dan ia tidak mungkin meninggalkan tempat kerjanya, sudah banyak yang di lakukan oleh Tias untuknya, tidak mudah untuk pergi darinya. dering ponsel milik laki-laki di depannya mengembalikan kesadaran Tasya.
"Halo Ma, apa! aku akan kesana."
Elvan berlari keluar dari restoran, tanpa mereka sadari mereka tengah berpegangan tangan berlari menuju parkiran. Elvan tidak menyadari apa yang ia lakukan, bahkan kini mereka saling diam dengan pikiran masing-masing, Elvan yang memikirkan keadaan putrinya yang kembali menangis, dan Tasya yang tidak tahu apa yang dilakukannya saat ini, bagaimana bisa dirinya mengikuti Elvan. mobil memasuki halaman rumah sakit, bergegas Elvan keluar dari mobil dan berlari ke ruang perawatan.
"Sayang, ada apa nak?" tanya Elvan saat berada di dalam ruang perawatan putrinya.
"Ayah, Tante ibu, aku mau Tante ibu." tangisnya membuat Tasya yang berada di luar tertunduk, benar yang di katakan oleh laki-laki yang membawanya ke rumah sakit, berlahan Tasya membuka pintu ruang perawatan, ia tidak bisa mendengar tangis gadis kecil yang menyentuh hatinya.
"Ibu!" seru Nara saat Tasya berdiri di ambang pintu.
"El, dia?" tanya Sukma, yang di angguki oleh Elvan.
Nara merentangkan tangannya meminta di gendong oleh Tasya.
"Kenapa menangis sayang? Tante disini sekarang," Tasya memeluk tubuh kecil Nara yang diam seketika saat mendapatkan pelukan darinya.
"Tante ibu, jangan pergi. Nara mau Tante ibu."
Tasya tersenyum mendengar ucapan garis kecil yang berambut hitam panjang.
"Tante tidak akan pergi asal, Nara mengikuti apa yang Tante katakan, bagaimana?"
Nara mengangguk cepat membuat Tasya terkekeh.
"Sekarang, Nara duduk dan makan ya." Tasya mendudukan Nara di tempat tidur dan meraih mangkuk yang berisi bubur yang ada di atas nakas, ia tahu jika Nara menolak semua makanan, terlihat berapa menu makanan tersedia di atas nakas dan semua masih utuh.
"Tante ibu, Nara mau kalau Tante ibu yang menguapi Nara,"
"Tentu sayang, sekarang berdoa dan buka mulutnya yang lebar, biar pesawat tempur yang membawa bubur bisa mendarat di..." Tasya tersenyum saat Nara, tidak henti-hentinya berceloteh, hingga satu mangkuk bubur ayam telah tandas.
"Sekarang, Nara minum obat dan istirahat." Nara menuruti perkataan Tasya.
tidak jauh dari Tasya, Elvan yang takjub dengan sikap gadis labil yang berubah tiga ratus delapan puluh derajat, dengan sikap yang di tujukan padanya.
"El kamu sudah melihatnya bukan? lakukan sesuatu agar gadis itu bersedia bekerja di rumah, jika perlu kamu nikahi dia, bukankah dia gadis yang cantik dan keibuan. apa lagi yang kamu pikirkan, El?"