"Tunggu! Aku tadi tidak bilang akan memesan minuman yang sama juga." Sergahnya pada kedua pelayan yang hampir selesai menghidangkan pesanan untuk mereka.
"Bukankah kau yang memintanya supaya disamakan dengan punyaku, Sayang?" Tanya balik pria bule itu dengan senyum menggodanya.
"Iya, tapi maksudku bukan berarti minumannya juga harus sama..."
"Sudahlah (sambil merangkul pundak sang gadis seolah keduanya biar terlihat sepasang kekasih), jangan mempersulit mereka, lagipula kau juga tidak memberitahu pada mereka minuman apa yang kau inginkan." Bisiknya.
Kali ini Patrice seakan malas berdebat. Seperti terhipnotis saja, entah kenapa dirinya begitu penurut pada pria asing yang baru saja ia kenal itu. Akan tetapi, kehadirannya sudah tidak seperti orang baru bagi keluarganya, terutama ayahnya sendiri.
Meski ia tahu bahwa Aliando adalah orang yang sudah lama dikenal oleh Papanya sendiri, namun Patrice tetap saja ragu pada pria itu. wajar jika dirinya masih merasa canggung dan risih, apalagi melihat sikap pria itu yang selalu menekankan kata Sayang di tiap kalimatnya.
Setelah selesai, kedua pelayan itu pun mempersilakan keduanya untuk menikmati hidangan resto mereka.
"Kamu tenang saja, aku juga sudah pesankan alpukat kocok kesukaanmu tadi, sebentar lagi datang." Tutur Aliando dengan lembut.
"Hahh...? Tahu darimana kau tentang minuman satu itu?" Tanya Patrice tak percaya.
Aliando yang ditanya hanya cengengesan dan terus melanjutkan kegiatan makannya.
Benar saja, tidak lama kemudian salah satu dari pelayan yang mengantar pesanan tadi terlihat sedang membawa satu cangkir besar alpukat kocok yang dikatakan oleh pria asing itu padanya.
"Nah, sekarang minumlah! Aku tahu kau penyuka alpukat kocok." Ujarnya sambil menyendokkan cumi pedas ke piringnya dan Patrice.
"Darimana kau tahu aku suka minuman ini?" Selidiknya lagi.
"Sudahlah! Ayo diminum, setelah ini kau juga harus membawaku ke tempat yang lainnya."
"Percaya diri sekali. Kalau aku tidak mau bagaiman" gerutunya pelan hampir tak terdengar.
"Ayolah! Jangan mengira aku tidak mendengarmu, Sayang." Lagi-lagi Aliando terus menggodanya sehingga Patrice tak berkutik dengan menahan napas.
Aliando menggelengkan kepalanya tanpa melepas senyum sedikitpun. Semalam, sebelum benar-benar tertidur, ia juga menyempatkan diri berselancar di ponselnya. Beberapa nama Patrice dengan orang yang berbeda bermunculan. Hingga kemudian, nama dan orang yang dia tuju langsung saja terbuka dan melihatkan penampilan Patrice dengan menggunakan kacamata silendris, rambut panjang yang dikuncir dan tampilan wajah dengan make up tipis. "Sungguh gadis ini sangat manis dan tak perlu dirias lagi. Justru wajah polosnya membuatku semakin gila dan berhasrat. Arghh... pikiranku traveling, ada apa denganku, Kenapa perasaan ini berbeda dan sepertinya aku sedang jatuh cinta lagi." Gumamnya.
Setelah melihat beberapa foto di galeri yang terdapat di akun tersebut, Aliando tidak lupa menekan perintah yang menunjukkan profil bahkan seluk-beluk pribadi si pemilik akun. Seorang gadis dengan latar belakang desainer yang berani dibayar mahal dan itu terbukti dari hasil karya yang ia lahirkan, "bukan main!" Ucap Aliando takjub melihat satu persatu tentang gadis itu.
Di samping desainer dia juga hobi berkutat dan meracik beragam bumbu dan rempah di dapur. "I like that!" Serunya takjub.
Kemudian satu lagi yang menarik perhatiannya 'alpukat kocok ', terdapat cangkir panjang bening yang berisi makanan berbentuk puding, maksudnya potongan-potongan tak beraturan dengan tekstur tidak terlalu hancur dan sepertinya hanya di cincang dan dikocok agar rasanya sempurna dan merata, berwarna hijau dengan lelehan coklat di tiap pinggirnya.
Patrice tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putih yang teratur dan bersih itu, sambil melirik ke kamera dan menempelkan cangkir berisi jus pokat tersebut ke bibirnya yang juga persis seperti sedang mengecup, "sungguh meruntuhkan hasratku saja." Ucapnya malam itu.
Tidak disangka oleh Aliando bahwa hari ini Patrice selain membawanya ke markas rahasia mereka, gadis itu juga membawanya ke pantai dan salah satu pusat kuliner yang ada di sana. Kebetulan sekali mereka mampir ke salah satu resto yang menyediakan olahan berbagai seafood dan pria itu berusaha mencuri kesempatan dengan memesan alpukat kocok diam-diam kepada pelayan.
"Aneh!" Desis Patrice tanpa perlu melirik pria tampan yang punya percaya diri tinggi itu.
"Kau mengataiku aneh. Kenapa, memangnya apa yang kulakukan sehingga kau bergumam, Sayang?" Tanyanya tanpa beban yang semakin membuat Patrice tak berkutik.
Gadis itu terus menyantap makanan di depannya dengan sesekali meneguk dan mengunyah pecahan daging alpukat di dalam mulutnya.
"Hmm..., Ini sungguh nikmat. Apa kau tidak berminat menyicipinya?" Tiba-tiba Patrice teringat Aliando yang hanya meminum hot lemon tanpa minuman dingin sepertinya.
"Tidak, untukmu saja. Aku sudah kenyang, lagipula segelas hot lemon sudah cukup untukku, Nona."
"Yakin tidak ingin mencobanya?" Sambil menyendoki alpukat dan menyodorkan ke mulut Aliando.
"Mmm, tidak kau saja."
"Ayolah! Ini sangat enak, Tuan. Kau tidak akan menyesal mencobanya, aku jamin."
Aliando semakin terdesak dan akhirnya membuka mulutnya untuk sesendok alpukat yang disuapi oleh Patrice untuknya. Matanya tak kunjung lepas dari wajah cantik yang sedang menyuapinya saat ini, "terima kasih." Ucapnya di akhir suapan terakhir yang diberikan oleh gadis itu.
Patrice seakan hanya menjawab dengan senyuman kecil, "suka tidak? Kalau iya, aku akan pesankan satu untukmu."
"Eh,tidak, jangan! Aku sudah kenyang, mungkin lain kali saja. Tidakkah kau lihat kalau aku baru saja menghabiskan dua piring seafood dan cumi ini? Bukan karena aku tidak suka, tapi menurutku ini sangat mengenyangkan." Jelasnya pada Patrice.
Usai mengenyangkan perut, keduanya melanjutkan perjalanan mereka menyisiri tepian pantai hingga waktu pun beranjak sore. Tanpa terasa begitu banyak waktu yang mereka habiskan dengan perbincangan kecil dan tak berarti, namun sangat meninggalkan kesan mendalam di hati mereka.
"Kau sudah menikah, Tuan Aliando?" Tiba-tiba saja Patrice bertanya di sela keheningan mereka yang saat ini sedang duduk sejajar.
Sambil berselonjor kaki, begitupun dengan Aliando yang tengah asyik melempari tiap ombak yang datang dengan cangkang kerang yang berada di dekatnya. Seketika kegiatannya terhenti dan langsung menoleh pada gadis di sebelahnya, dengan senyum kecil yang tak bisa ia lepas tiap menatap wajah indo nan manis itu, "menurutmu bagaimana?" Tanyanya kemudian.
"Mmm, belum. Ehh, maksudku, ya...mana kutahu. Aku juga sedang bertanya padamu."
Patrice tampak gugup dan merutuk dirinya sendiri, kenapa tiba-tiba pertanyaan itu muncul begitu saja, bukankah itu adalah hal yang sangat sensitif? "Arghh... Dasar konyol! Kenapa jadi bertanya seperti itu?" Rutuknya.
"Aku sudah menikah dan bahkan memiliki anak perempuan."
"Berarti benar dong dugaanku?" Langsung menoleh wajah Aliando.
Pria itu mengangguk tanpa melepas senyumnya, "memangnya kenapa jika aku sudah menikah bahkan punya anak, apa kau tidak ingin berteman denganku?" Godanya.