"Papa." Seru Patris setengah berbisik ketika memeluk pria itu.
"Dari mana saja kalian baru pulang sekarang?"
"Aku mengajaknya berkeliling dan sedikit lama di pantai, Pa."
"Hmm, bersihkanlah badan kalian dulu, setelah itu kita akan makan malam bersama!"
"Kenapa Papa tidak makan saja duluan? Nanti asam lambung Papa kambuh lagi."
"Tidak, justru Papa mengkhawatirkan dirimu, Nak. Cepatlah! Aku jadi lapar setelah melihat kalian berdua benar-benar pulang."
"Baiklah, Tuan. Aku ke kamar dulu, permisi."
Pemuda itupun berinisiatif untuk segera ke kamarnya membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum melakukan ritual makan malam bersama keluarga tersebut.
"Pergilah! Kau juga, Nak." Titahnya sambil meminta Patris untuk segera mandi.
Di meja makan, Mandala sedang membaca sebuah artikel tentang perkembangan salah satu maskapai yang menjadi saingan untuk maskapainya sendiri. Pria paruh baya itu semakin tertarik untuk menscroll lebih tentang berita itu, tadinya ia hanya iseng sambil menunggu kedua anak muda tersebut mandi.
Tidak lama Patron datang dan mengambil duduk di sebelahnya, kemudian menyusul Patris yang ikut duduk di sebelahnya lagi.
Patris segera menyendokkan nasi ke piring Papanya, kemudian ke piring Patron yang berada di hadapannya.
"Ayo, Pa! Ajak Patris pada ayahnya.
"Sebentar, aku membaca artikel tentang maskapai X ini dulu. Mereka menaikkan lagi harga tiket di maskapai mereka."
"Ohya, lalu apa rencana, Papa?" Tanya Patris sambil menatap Patron di hadapannya, keduanya pun saling menaikkan bahu mereka.
"Entahlah, bagaimana dengan kalian?"
"Kurasa kita tetap bertahan dengan harga yang sudah ada. Tuan tidak usah mengkhawatirkan masalah harga naik pada mereka. Toh, semuanya akan kembali stabil, para penumpang juga tahu mana yang terbaik. Bukankah saat ini kita sedang fokus untuk mengembalikan kepercayaan mereka pada Turbo flight? Percayalah padaku, Tuan."
Mandala dan Patris saling mengangguk. Begitupun dengan Patron yang juga ikut tersenyum dan mengangguk. Pemuda itu bertekad, mulai hari ini ia berjanji pada dirinya bahkan demi Patris untuk kembali mengambil alih posisi dan status Turbo flight dari tangan OJK. Ia akan berusaha sekuat tenaga, apapun demi gadis itu.
"Jadi berapa hari lagi kalian kembali bertugas?" Tanya Mandala pada keduanya.
"Dua hari lagi, Pa."
"Dua hari lagi, Tuan."
Jawab mereka hampir serentak. Dan keduanya kembali saling pandang.
Mandala hanya tersenyum melihat tingkah Keduanya.
"Hmm, baiklah. Ayo! Dimakan dulu, setelah ini kalian boleh istirahat atau temani Papa di meja catur. Apa kamu tidak kangen melawan Papamu, Nak?" Tantang Mandala lagi pada putrinya.
"Hmm, aku jadi tertarik pada permainan catur putri anda, Tuan. Jadi selain pintar merancang busana, ternyata juga jago dalam permainan catur. Keren sekali putri anda, Tuan." Ujarnya takjub.
"Aku rasa kau berlebihan, Tuan Patron. Permainanku biasa saja. Apa kau juga suka bermain catur?" Tanya balik Patris pada pria di depannya.
"Aku? Tidak aku tidak mahir."
"Aku rasa kalian harus bertanding malam ini dan aku yang akan menjadi jurinya"
"Tapi, Tuan..."
"Tidak ada tapi-tapian. Kalian berdua harus bertanding, aku yakin kau sedang berpura-pura anak muda. Ayo! Tunjukkan keahlianmu." Tantang Mandala padanya.
Usai makan malam permainan catur pun dimulai. Tampak Patron sedang serius mengamati bidaknya, sesekali dirinya melirik pada Patris yang tampak bersemangat sekali.
"Aku tidak menyangka kau sehebat ini, Nona. Apa rahasiamu hah? Aku jadi penasaran."Tuturnya dengan mata fokus pada anak catur.
Patris hanya tersenyum dan menatap sebentar pria tampan itu. Tanpa Patris sadari, dirinya begitu asyik memperhatikan rupa Patron yang tampan. Bulu cambang yang mulai tampak dan sedang tumbuh tipis itu seakan mempertegas wajahnya. Rahang kokoh yang pastinya membuat para gadis luluh, tatapan bola matanya yang teduh dan memabukkan, tubuh atletisnya yang mampu menghangatkan tiap wanita yang pernah masuk ke dalam dekapannya. Sungguh sebuah mahakarya yang tak bisa dipungkiri akan pesona tampannya.
"Kau berlebihan sekali."
"Aku tidak memujimu, aku hanya menyampaikan apa yang baru saja aku lihat.
Kadang Patris berpikir, apalagi selama berjalan dengannya tadi siang setelah mereka baru saja kembali dari pantai, apa hari-harinya akan dipenuhi rasa cemburu jika ia memang akan bersanding sebagai kekasih atau mungkin kelak keduanya akan menjadi pasangan suami-istri.
"Hahh...biar saja seiring waktu, kenapa aku jadi berpikir sejauh ini?" Bathinnya.
Mandala yang tadinya berniat akan menjadi juri untuk mereka, baru saja beranjak dan memilih menonton TV di kamarnya.
"Aneh sekali bukan? Dia yang mendesak kita untuk bertanding di meja catur, malah dia yang duluan menuju ke kamarnya." Ujar Patron dengan tertawa kecil.
"Huaaamm! Tuan, aku rasa sudah waktunya untuk istirahat. Maaf, aku tidak bermaksud untuk menolakmu bertanding, aku rasa kita masih punya banyak waktu. Aku benar-benar mengantuk sekali, bukankah kita sudah melewati hari yang melelahkan seharian ini?"
"Ya, tentu saja. Baiklah, aku juga demikian." Jawab Patron.
Keduanya pun memutuskan untuk bubar dan menuju ke kamarnya masing-masing. Patris bukannya menuju ke kamarnya, melainkan menuju dapur terlebih dahulu, sedangkan Patron langsung ke kamar yang disediakan untuknya.
Setelah membuatkan segelas susu untuknya, ia pun bergegas menuju kamar dan segera mengunci pintu. Rasa kantuknya tak bisa lagi berkompromi, sambil melepas pengait bra yang menjadi kebiasaannya dari dulu ketika akan tidur, gadis itu tak menyadari kalau dirinya sudah salah masuk kamar dan Patris pun langsung merebahkan tubuhnya, melepas sandal busa yang biasa ia gunakan ketika berada di dalam rumah, menarik selimut dan langsung terlelap.
Patron yang sudah berada di kamarnya, lupa mengunci pintu, rasa kantuk yang sempat melandanya tiba-tiba saja hilang dan memutuskan menuju balkon.
Pria itu berdiri di tepi balkon dengan kedua tangannya menahan dinding pembatas, menarik napas sambil memejamkan matanya, seakan meresapi setiap udara malam kota Jakarta yang masuk ke rongga lalu menghembuskan pelan. Dalam pejaman matanya ia sembari tersenyum, "Gaby sayang, besok Daddy akan memperkenalkanmu dengan seseorang yang sudah berhasil mengusik hati Daddy, Nak. Daddy pikir tidak akan pernah lagi bertemu dengan seorang wanita seperti Mommy Lauramu. Maksud Daddy mereka memang berbeda. Akan tetapi keduanya sama-sama berarti, semoga Tuhan menghendaki kami berjodoh."
Ia pun kembali membuka matanya sembari tersenyum pada kelap-kelip yang juga seakan ikut menyambut senyumnya. Patron pun kembali ke kamar. Setibanya di dalam setelah menutup rapat pintu, ia terperanjat, tiba-tiba saja ada seseorang yang sudah berbaring , kemudian sebuah bra yang tergeletak hitam di atas nakas.
"Astaga! Apa-apaan ini?" Serunya sambil bertanya pada dirinya sendiri.
Patron melangkah pelan mendekati seseorang yang wajahnya juga ditutupi oleh selimut, ia mendekatinya, menyibak selimut itu untuk memastikan siapa gerangan yang berada di balik selimut tersebut.