Chereads / Love Above The Clouds / Chapter 14 - Apa Dia Kekasihmu

Chapter 14 - Apa Dia Kekasihmu

"Sepertinya kau tidak hanya mahir dalam menerbangkan pesawat, ternyata juga mahir jadi fotografer." Puji Patris takjub.

Patron tersenyum getir mendengar sanjungan gadis di sebelahnya yang sedang melihat hasil jepretan beberapa foto di galerinya, "kau tahu Nona? Ini sudah menjadi bagian dari aliran darahku, tapi semenjak Daddy memintaku untuk mengikuti sekolah penerbangan, akhirnya mau tak mau semua harus kukubur dalam-dalam."

"Maksudmu kau dipaksa begitu?" Tanya Patris penasaran dengan menghadang jalannya, terlihat sekali gadis itu sudah akrab dan tidak canggung lagi pada pemuda asing tersebut. Sebab, semakin ke sini, semakin banyak hal yang ia tahu tentang pria itu.

Patron pun tiba-tiba menghentikan langkahnya, menatap dalam ke manik gadis itu, mencermati paras cantiknya yang tidak terlalu diberi makeup atau polesan lain. Ia sadar, bahwa dirinya benar-benar telah jatuh cinta. Sembari menyunggingkan sedikit senyum, bahwa ia senang dengan tatapan wanita di depannya sambil kembali membuka suara, "sebelum aku menjawabnya apa aku juga boleh tahu, sebelum memilih untuk terjun ke maskapai, selama ini kau di mana, Nona?"

Patris terdiam dan membuang muka, melanjutkan langkahnya. Patron hanya menarik napas dan menghembuskan pelan sambil mensejajarkan langkahnya dengan gadis itu.

"Ini semakin gelap, kurasa kita harus segera kembali sebelum Papa aku benar-benar khawatir kenapa belum kunjung kembali." Dalihnya.

"Apa kau terbiasa seperti ini menutup diri dan tidak pernah terbuka pada siapapun, Nona?" Tanya Patron tak menggubris ajakan Patris yang terlihat semakin meninggalkannya.

Gadis itu berbalik sambil kembali menatapnya, "sudah lima bulan ini aku baru kembali dari Paris." Jawabnya singkat dan melanjutkan langkahnya.

"Oo, kau berlibur ke sana?" Tanyanya bersemangat.

"Tiga tahun kuhabiskan waktuku di sana."

"Benarkah? Ya Tuhan! Mengapa aku harus tahu sekarang? Tidak, jangan pedulikan ucapanku, maksudku apa yang kau lakukan di sana apakah sedang kuliah?"

"Menurutmu?"

"Tentu saja aku tidak tahu." Mengangkat bahunya.

"Kau tahu, Tuan...?

"Patron! Cukup sebut namaku saja, okay!"

Patris mengangguk, "baiklah kalau itu maumu." Ujarnya.

"Memangnya apa yang ingin kau jelaskan padaku?" Tanya pria itu penasaran.

Patris pun menghela napas berat, "Patron, apa kau tahu? Terkadang hidup meminta kita untuk memilih sesuatu yang bertolak belakang dengan mimpi kita. Tapi kurasa kau juga paham bahwa setiap mimpi jarang sekali akan beriring dengan Ekspektasi."

"Gadis pintar! Kau membuatku semakin bersemangat saja. Ada apa dengan pribadimu?" Gumamnya.

"Bahkan ketika mimpi itu jadi kenyataan dan sudah berada di depan mata, justru kita sendiri yang melepasnya. Demi apa?"

"Demi apa? Tanya Patron sudah semakin tak sabar dengan penjelasan Patris yang menurutnya sedikit berbelit itu.

"Demi menghindari pertikaian yang tak berujung, demi sebuah keegoisan yang tak bertepi, demi sebuah rasa sakit oleh luka yang mustahil bisa kembali utuh meskipun sudah dijahit kembali..."

Patris terisak di penjelasan terakhirnya, airmata sudah mengalahkan ketegaran di dirinya. Seakan tak mampu menutup diri lagi, barangkali pria itu cocok baginya untuk berbagi rasa sakit yang pernah ada, entahlah....

"Patron memeluk tubuh lemah yang tidak akan ada yang tahu serapuh apa dirinya selama ini untuk bertahan, bertahan dari rasa sedih, rasa sepi yang selalu mengiringi tiap detik langkah di hidupnya, "hatiku sakit setiap melihat air matamu jatuh, Nona. Berhentilah menangis! Aku di sini, jika kau berkenan untuk menjadi temanmu, kuharap kau tidak keberatan." Ujarnya, sembari memegang kedua bahu wanita itu dengan lembut, mengelus ragu wajahnya dan tidak lupa mengusap tiap airmata yang membasahi wajah cantiknya.

Patris pun terlihat tak keberatan dengan perlakuan lembut pria di sebelahnya, ia pun menelengkan sedikit wajahnya agar bersentuhan dengan telapak tangan Patron yang masih berada di pipinya.

Patron semakin bergetar, ia pun kembali meraih tubuh itu ke dalam pelukannya, "berhentilah menangis! Aku tidak tahan melihat tiap tetes airmatamu."

Patris melepas pagutan mereka dan mengusap kasar wajahnya, "maaf, aku jadi terhanyut." Ucapnya.

"Sudahlah, ayo kita pulang! Aku juga tidak enak pada Tuan Mandala karena seharian bersama anak perempuannya tanpa kabar berita." Ajaknya sambil menggenggam tangan gadis itu.

Setibanya di mobil, "kau tidak ingin menyetir?" Tawar Patris yang langsung berbelok ke pintu kiri dan langsung masuk.

"Heei... Kau tahu ini bukan di negaraku, Nona?" Tegur pria itu mengejar Patris dengan tangan sama-sama menyentuh pintu mobil.

Patris sedikit tersenyum, "kau jangan khawatir, di sinipun sama saja. Bedanya hanya karena posisinya saja, kalau di luar bangku setir di sebelah kiri sedangkan di sini berada di sebelah kanan." Jelas Patris.

"Jadi kau memintaku untuk menyetir, baiklah dengan senang hati." Ujar Patron sambil membukakan pintu mobil untuk sigadis.

***

"Patris!"

Kedua anak muda itu berbalik setelah suara seseorang yang tidak asing di telinga gadis itu dan dirinya sudah lama sekali berniat tidak ingin mengingat suara bahkan pemiliknya sekalipun.

Keduanya menoleh heran, terlebih Patron.

Langkah pria itu semakin mendekat pada mereka.

"Kau mengenalnya?" Bisik Patron.

"Tentu saja dia mengenalku karena aku yang sudah lama mengenal bagaimana dirinya dibanding anda, Tuan." Jelas William tanpa ditanya dan penjelasan itu jelas sekali ditujukan pada Patron.

"Apa maksudmu, Tuan?" Tanya Patron merasa tersinggung dan sedikit memajukan langkahnya ke hadapan pria itu.

"Bukankah kau sudah bersamanya dan Sebelumnya dia pernah bersamaku? Betul begitu, Sayang?"

Patron sudah tidak tahan dengan ocehan yang terdengar menghina itu, ia pun maju dan hampir memukul William.

"Tidak perlu kau menyentuhnya. Itu percuma, karena sama saja kau mengotori tanganmu jika menyentuh sampah ini." Cegah Patris sambil mencekal lengan Patron.

"Sampah, kau bilang aku sampah, Sayang? Lalu bagaimana denganmu, lebih sampah mana antara kita, kau atau aku?"

Bugg!!!

"Keterlaluan! Kau pikir kau siapa seenaknya menghina orang serendah itu, kau pikir aku tidak mengerti bahasamu hahh?"

"Patron, stop!!! Aku bilang kau tidak perlu menyentuh sampah liar ini, ayo kita pergi!" Ajak Patris sambil menghadang Patron yang akan memukul William lagi dan menarik pria itu agar masuk ke dalam mobil lalu membanting pintu untuknya, kemudian ia pun bergegas masuk ke dalam mobil dan segera menancap pedal gas tanpa peduli teriakan William dari luar.

"Apa dia kekasihmu?" Selidik Patron dengan nada terdengar tidak senang.

"Kami saling mengenal semenjak SMA..." Menggantung kalimatnya.

"Hingga sekarang?"

"Hingga aku benar-benar memutuskan untuk pergi dari rumah."

"Maksudmu?"

"Aku terbang ke Paris malamnya setelah melihat nya bersama sahabatku sedang melakukan hal menjijikkan itu tepat di depan mata kepalaku sendiri." Isaknya sudah tak tahan. "Astaga! Mengapa dunia begitu sempit sehingga aku harus bertemu lagi dengannya" jelas Patris sambil mendesah kasar dan terus fokus pada jalan di depannya, lagi-lagi dengan air mata yang kembali berlinang.