"Lalu, apa masalah ketiganya?" Tanya Aliando semakin penasaran.
"Masalah ketiga, peningkatan Tarif Batas Bawah (TBB). Alih-alih menurunkan Tarif Batas Atas (TBA) pada awal isu harga ini muncul, pemerintah justru menaikkan TBB penerbangan domestik dari 30 persen dari batas atas menjadi 35 persen dari batas atas. OJK menjelaskan, kenaikan ini beralasan untuk melindungi perusahaan. Tapi, alasan tersebut sangat klise mengingat tidak adanya perusahaan yang membutuhkan perlindungan. Justru perusahaan maverick (pengganggu bagi kartel) dihilangkan dari travel online agent (TOA) yang diduga ada desakan dari pelaku kartel," Jawabnya.
"Lalu masalah Keempat?"
"Masalah keempat adalah, Turbo flight dalam status pengambilalihan oleh OJK." Jawabnya melemah seiring air mata yang menetes tepat menyentuh bibir manisnya yang baru saja panjang lebar bercerita pada pria di depannya itu.
Seketika Aliando mengusap lembut air mata yang berada di bibir gadis itu dengan telunjuknya. Pria itu semakin mendekat dan tiba-tiba saja merangkul tubuh ramping yang berusaha selalu tampak tegar itu.
"Berhentilah menangis! Aku akan mengembalikan semuanya semampuku, percayalah padaku, Nona." Bujuknya sambil melepas pelukannya dan kembali menatap gadis itu dengan lekat.
"Ehm...maaf, aku rasa sampai di sini semuanya sudah jelas." Sambil mengusap wajahnya yang sudah basah oleh airmatanya barusan.
Aliando hanya bisa tersenyum. Ia tahu kalau Patrice sedang berusaha berdalih dan menyangkal perasaannya sendiri saat ini.
"Gadis yang unik!" Gumamnya tanpa melepas senyumnya. Aliando tak bisa pungkiri lagi, semakin ke sini dirinya semakin jatuh cinta pada Patrice. Meski ia tidak yakin apakah gadis ini suatu hari akan menolak dirinya, apalagi jika gadis itu mengetahui identitas dirinya yang sudah menikah dan memiliki seorang Putri.
Dua jam lebih mereka berada di tempat rahasia itu. Patrice pun mengajak Aliando keluar dari sana dan kembali ke mobil. Setelah keluar dari lorong tersebut, gadis itu membelokkan mobilnya setiba di persimpangan, membuat pria itu heran dan bertanya, "apa kau sedang mengajakku berkeliling, Sayang?" Godanya yang selalu menekankan kata sayang di akhir pertanyaannya.
"Maaf, Tuan. Aku bukan kekasihmu." Tegasnya sambil fokus menyetir.
"Kata Sayang tidak selalu untuk kekasih, bisa kita ucapkan pada siapapun, Nona." Jelasnya dengan percaya diri.
"Berarti kau selalu mengucapkan kata yang sama pada tiap wanita?" Selidik Patrice.
"Tidak, aku hanya mengatakannya padamu." Jawabnya enteng.
"Kenapa?"
"Entahlah." Sambil mengangkat bahunya.
"Dasar tidak punya pendirian!" Desisnya.
"Kau mengataiku?"
"Oo, eh, emm... Tidak," jawab gadis itu gugup.
Aliando tersenyum jahil, ia tahu gadis itu baru saja mengatainya seorang yang tidak punya pendirian.
Tadi pagi sebelum berangkat, Mandala juga meminta putrinya itu untuk mengajak Aliando berkeliling dan mengenalkan beberapa sudut, maksudnya beberapa tempat menarik yang ada di kota Jakarta setelah selesai dari tempat rahasia miliknya.
Dari kejauhan terlihat hamparan pasir putih dan birunya laut lepas.
"It's amazing!"
Kau pengertian sekali, Sayang. Tahu saja yang kuinginkan sekarang." Ujarnya penuh percaya diri.
Patrice hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar Aliando yang selalu menekankan kata Sayang ditiap kalimatnya, "ini salah satu pantai dan tempat terbaik yang menjadi favoritku, Tuan Aliando." Tuturnya.
Aliando tersenyum, "i see. Aku melihatnya dari dirimu." Lagi-lagi Aliando menjawab asal seolah dirinya mengerti banyak tentang Patrice.
"Kau yakin tahu banyak tentangku?" Tantang gadis itu yang juga ingin tahu seberapa banyak dirinya diketahui oleh Aliando.
"Setidaknya aku yakin kau seorang gadis yang kuat dan mandiri, Nona." Sambil menghadap pada gadis yang baru saja menghentikan mobilnya itu.
Keduanya kembali saling menatap. Begitupun dengan Patrice yang berusaha menahan sikap gugupnya di depan pria tampan itu.
"Sudahlah! Kau terlalu sok tahu, "dalihnya sambil membuka seat belt yang melekat di tubuhnya. Namun tiba-tiba saja sabuk itu tak kunjung terlepas.
Melihat gadis itu kesulitan karena sabuknya, Aliando pun tanpa diminta berinisiatif mendekat.
"Kau mau apa?" Tanya Patrice tegang.
"Atau kau hanya ingin mengajakku untuk mengobrol di sini?" Tanyanya balik.
"Hufft...." Lirih Patrice pasrah sambil memutar bola matanya malas.
Aliando tersenyum jahil tanpa melepas tatapan nakalnya pada gadis yang jauh lebih muda darinya itu, "tenanglah, Nona! Aku orang baik-baik dan hanya berniat membantumu." Tuturnya sambil mencoba melepas seatbelt yang agak macet itu.
Entah apa sebabnya, itulah takdir... Kita tak pernah menyadari, terkadang Tuhan selalu punya cara sendiri untuk membolak-balik dan mengusik hati seseorang. Bahkan selalu ada moment di tiap kesempatan bahkan pada saat rasa gugup sedang melanda hati dan pikiran kita. Seperti yang terjadi saat ini, sabuk pengaman yang digunakan oleh Patrice tiba-tiba saja macet dan Aliando sudah berusaha melepaskan dari tubuhnya, namun benda itu tak kunjung terlepas.
Keduanya semakin saling menyentuh, Patrice tak dapat menghindar ketika wajah mereka ikut bersentuhan oleh situasi yang sedang berlangsung saat ini. Terlihat olehnya dari wajah pria itu bahwa dirinya tampak sibuk dan sedang fokus dengan sabuk yang bermasalah itu.
Bagaimana pun gadis itu mengelak, tetap saja kulit mereka tanpa disengaja semakin saling menyentuh, "benar-benar di situasi yang sulit." Gumam gadis itu tanpa sengaja menyentuh hidung Aliando dengan bibirnya.
Aliando tersenyum tanpa melepas tatapan intensnya hingga pada akhirnya sabuk itu terlepas dan Patrice yang langsung bangkit dari duduknya seiring dengan pintu yang juga terbuka setelah ditekannya.
Aliando mendesah kecil dengan sikap Patrice yang selalu mengelak disetiap kedekatan mereka. Ia menutup kembali pintu mobil dengan perlahan, sambil memperhatikan tiap langkah yang berangsur dengan larian kecil milik gadis cantik dan pastinya kelak akan menjadi pewaris tunggal atas kepemilikan maskapai terbesar dan tersohor yang ada di tanah air saat ini. Ia yakin, maskapai itu akan kembali ke tangan mereka.
Setelah melihat Patrice di pesawat saat itu hingga kemudian mengetahui bahwa dia adalah putri dari sahabat Daddynya, pria asing itu bertekad akan membantu Mandala dengan cara apapun, sebab ia sadar tak ada satupun pendukung dalam bisnis pria tersebut. Apa lagi setelah melihat kenyataan yang ada, di mana semua orang hanya mementingkan keuntungan sendiri-sendiri tanpa memikirkan dampak yang akan timbul di belakang hari seperti yang terjadi pada Turbo flight saat ini.
Aliando ikut berlari tanpa melepas senyum mengejar Patrice yang semakin meninggalkannya. Sudah cukup lama dirinya tak sebahagia ini, setelah lima tahun kematian yang membawa Laura dari kehidupan duniawi demi menghadap Yang Maha Kuasa, seakan senyum yang sempat hilang itu telah kembali karena gadis yang sedang ia kejar saat ini.
"Nona Patrice, tunggu aku! Teriaknya hampir tak didengar gadis itu walau Patrice sempat menoleh dan semakin meninggalkannya.
Patrice mengabaikan teriakan pria asing itu yang baru saja keluar dari mobilnya. Ia pun menuju sebuah pintu, di mana semua pengunjung akan bermula dari sini untuk masuk ke dalam. Setelah membayar dua karcis untuk dirinya dan Aliando, gadis itu melanjutkan langkahnya, bahkan lebih cepat.