Aliando yang masih mengantuk itu kembali menarik selimut hangat dan kembali tertidur seraya mengembangkan senyumnya. Dirinya pun tidak menyangka jika pada akhirnya akan kembali jatuh cinta seperti yang sedang ia rasakan saat ini. Hampir lima tahun lamanya, perasaan yang pernah hilang itu kembali hadir dan parahnya setelah bertemu dan melihat Patrice sang gadis yang tak lain adalah putri atasannya sendiri.
Pagi itu di meja makan keluarga Mandala, Bapak dan Putrinya itu tengah menikmati ritual sarapan pagi mereka tanpa Aliando. Pasalnya pemuda itu masih meringkuk di balik selimut hangat yang diberikan Patrice padanya semalam.
"Kenapa tidak membangunkannya saja, Pa? Biar kita bisa sarapan bersama." Tanya Patrice sambil menyendokkan nasi putih ke piring Ayahnya.
"Biarkan saja, anggap dia sedang menikmati liburannya. Karena selama ini ia tidak berhenti bekerja dan hanya bisa tidur beberapa jam, lalu saat ini ia harus terbang ke Indonesia atas perintahku. Seingatku kemaren dia juga bilang baru saja melakukan penerbangan dari Mexico setelah itu sebelum berangkat ke sini, ia pun menyempatkan diri untuk bertemu dengan keluarganya sebentar." Jelas Mandala pada putrinya.
"Melelahkan sekali." Ujar Patrice sambil memotong kolak talas ungu di mangkoknya.
"Selamat pagi semuanya." Sapa Aliando tiba-tiba muncul dengan rambut yang masih tampak basah karena dirinya baru saja selesai melakukan ritual mandi pagi, dengan menggunakan celana berbahan katun longgar dan kaus oblong.
"Selamat pagi." Sapa keduanya.
"Aku pikir lebih baik membiarkanmu tertidur untuk mendapatkan istirahat total, makanya aku tidak berniat membangunkanmu, Aliando. Ayolah kesini! Kita sarapan bersama, kebetulan kami baru saja mulai." Ajak Mandala dengan antusias dan bersemangat sekali.
"Maaf, aku terlambat." Ucap Aliando terdengar menyesal karena dirinya merasa telah membuat mereka menunggu.
"Ooh, tentu tidak. Papaku sengaja membiarkanmu dan tidak membangunkanmu, Tuan. Jadi aku rasa tidak ada masalah." Sambung Patrice dengan senyum hangatnya.
"Baiklah. Sekali lagi aku minta maaf karena jadi tidak enak." Ujarnya lagi pada ayah dan putrinya itu.
Patrice pun segera menyendokkan kolak berwarna ungu kental ke dalam mangkuk milik Aliando. Pria itu sempat heran, makanan jenis apalagi ini yang sedang disuguhkan padanya, akan tetapi karena aroma wangi Vanilla, hadas manis dan daun pandan yang berasal dari makanan tersebut membuatnya penasaran ingin segera menyantapnya, pria itu tidak peduli apakah rasanya akan enak atau tidak, yang penting dia harus segera mencicipinya terlebih dahulu.
"Astaga, Tuhan. Ini sungguh lezat dan aromanya dari awal membuatku mengurungkan niat untuk bertanya dan protes walau sebelumnya belum pernah bertemu makanan ini." Ucap Aliando dengan antusias.
"Kau menyukainya?" Tanya Patrice yang tidak kalah antusias, karena lagi-lagi masakan yang ia minta pada bibi Rhima di belakang akan menjadi makanan kesukaan Aliando berikutnya.
"Tentu saja, Nona Patrice. Jangan bilang kalau ini juga masakanmu." Ujar pria itu padanya.
"Benar, Tuan bule. Yang bikin menunya memang non Patrice." Sambung Rhima yang tiba-tiba datang membawakan secangkir teh hangat untuk Aliando.
"Sudah kuduga. Aku yakin kau pasti bangga dengan putrimu ini, Tuan. Salah satu kebahagiaan itu berasal dari sebuah masakan dan makanan nikmat dari dapur kita sendiri, bukan? Lalu, apa aku boleh tahu ini makanan apa?" Tanyanya lagi yang tak berhenti menikmati aroma dan lembutnya potongan talas ungu tersebut ke dalam mulutnya.
"Namanya kolak talas, kau tahu talas kan...?"
"Apa, talas? Bukankah itu tanaman gatal dan beracun?" Tanya Aliando terkejut. Sebab, setahunya tanaman talas itu tanaman gatal dan beracun.
"Tidak semua, Nak." Jawab Mandala santai dan masih asyik menikmati makanan tersebut.
"Tanaman talas sangat banyak jenisnya, Tuan. Ada yang boleh dimakan dan ada yang tidak boleh karena gatal dan beracun. Jadi tidak semuanya mesti beracun." Jelas Patrice.
"Hmm, begitu ya? Aku tidak menyangka akan menjadi seenak ini, aku sangat menyukainya, benar-benar amazing." Pujinya tanpa henti sambil terus menyuapi kolak ubi talas tersebut ke mulutnya.
Mandala dan Patrice saling mengangkat bahu mereka dan terkekeh oleh tingkah Aliando yang selalu memuji masakan yang mereka hidangkan untuknya.
"Astaga! Aku hampir saja lupa jika hari ini jadwal penerbanganku di Columbia. Tuan, aku belum sempat mengabari rekan penggantiku untuk jadwal hari ini, karena aku tidak memberitahunya tentang keputusanku yang akhirnya memilih untuk datang ke Indonesia." Ucapnya sambil menjelaskan keterkejutannya dan baru menyadari kalau dirinya telah melewatkan sesuatu.
"Kalau begitu, segeralah beritahu rekanmu itu." Titah Mandala yang juga ikut tegang.
"Bagaimana bisa kau datang ke sini dan para kru yang lain tidak mengetahui kepinfahanmu?" Selidik Patrice yang tidak habis pikir, apa jadinya coba, jika sebuah maskapai tanpa pilotnya.
"Sorry, Nona. Aku harus menelepon sebentar." Ucapnya pada Patrice dengan mengangkat sebelah tangannya.
Tidak lama sambungan teleponnya di jawab dari seberang.
Terdengar percakapan Aliando dan rekannya dengan menggunakan bahasa negaranya. Tidak berselang lama, pria asing itu terlihat sumringah dan bahagia. Apakah barusan dirinya baru saja mendengar berita bahagia atau sejenisnya?
Aliando mengangguk ketika gadis itu bertanya apakah semuanya baik-baik saja atau sebaliknya?
Mandala yang tadinya tampak tegang, sekarang ikutan lega.
"Lain kali aku tidak ingin mendengar masalah seperti ini. Ini masalah besar, Aliando. Apa kau tahu bahwa salah satu perkara terbesar yang sedang menimpa maskapai Turbo adalah di bagian ini. Begitu banyak penyelewengan dan kurangnya servis kru pada penumpang, bahkan beberapa oknum penting sedang mempermainkanku, sehingga banyak para kru mengeluh akan finansial mereka."
"Maksud anda, Tuan?" Tanya Aliando yang sepertinya memang belum memahami maksud dari ucapan yang disampaikan oleh Mandala padanya.
Ayah dan anak itu kembali saling pandang dan menoleh pada Aliando. Patrice menghela napas dan kemudian berdehem, "apa kau juga tidak mendengar Turbo flight dalam status terliquidasi?" Tanya Patrice pelan.
"Tuan, apa putri anda sedang bercanda denganku?" Tanyanya balik pada pria paruh baya di depannya.
"Patrice benar. Ini juga akan menjadi tugas utamamu nantinya, aku ingin kau membantu putriku dalam mengusut kasus ini. Tapi ingat! Jangan sampai ada yang menyadari posisimu selama berada di negaraku."
"Tentu saja ini tidak mudah dan aku ingin kau membayarnya dengan jiwa dan raga putrimu ini, Tuan Mandala." Lirihnya dengan menggunakan bahasa Spanyol.
"Aku seperti mengerti yang kau ucapkan barusan." Bisik Patrice di sebelahnya.
"Uhuk... Uhuk...!!!" Tiba-tiba saja Aliando langsung terbatuk dan Patrice pun segera mengambilkan segelas air putih yang sudah ada di depannya.
Dengan pasrah pria itu pun menerima gelas dari Patrice kemudian meneguknya hingga tuntas.
"Terima kasih, Nona." Ucapnya tanpa berkata apapun lagi.
Patrice hampir saja tidak bisa menahan tawanya oleh sikap Aliando yang konyol itu. Pria itu terlihat pucat dan mengeluarkan keringat dingin.