Chereads / Love Above The Clouds / Chapter 3 - Gadis Mandiri~

Chapter 3 - Gadis Mandiri~

Pola pikir matang di usia yang terbilang sangat muda, membuat gadis ini patut diacungi jempol. Cantik, energik, smart, killer insting dan daya pikir tinggi membuatnya tidak akan pernah gentar dan ragu dengan apapun. Ia tahu jika hanya diam dan makan tidur di Apartemen kecil yang ia sewa, tentu saja semakin lama akan membuat tipis angka nominal yang ada di rekeningnya.

Setelah tiba di sebuah Apartemen yang ia searching melalui berselancarnya di Internet. Patrice, akhirnya memilih salah satu tempat tinggal yang ia rasa cukup nyaman untuk di tempatinya sendiri. Gadis itu menyewa sebuah Apartemen sederhana kalau untuk ukuran masyarakat di Paris, tapi justru terbilang Apartemen kelas dua untuk Indonesia. Artinya cukup mewah dan sangat nyaman.

Jarum jam sudah menunjukkan angka 00.00 waktu Paris, setelah beberapa menit lalu dirinya di antar oleh Taksi rekomendasi pihak Airport. Patrice menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk yang sudah tersedia di dalamnya. Sangat nyaman, nakas yang lumayan lebar tempat ia akan menyimpan beberapa keperluannya di sana, wastafel yang berada di samping minibar di depan ruang utama sekaligus menghadap ke jendela kaca, di mana terdapat pemandangan menakjubkan.

Keanggunan menara Eiffel terpampang jelas di tepi Sungai Seine, yang berseberangan dengan Apartemen tempat ia tinggal. Di sinilah Patrice akan menghabiskan waktunya dalam waktu di mana tidak akan ada yang tahu kapan ia akan meninggalkan tempat ini atau mungkin dirinya tidak akan pernah beranjak dari sini. Setelah satu tahun berlalu, pada akhirnya kepemilikan satu buah unit Apartemen tersebut sudah berpindah padanya.

Patrice masih mematung di daun pintu setelah membukanya beberapa saat lalu. Airmata semakin tumpah melihat kondisi orangtua satu-satunya yang ia punya di dunia ini, Pria pertama yang ia cintai ketika pertama kali membuka matanya saat ia terlahir.

"Papa!" Lirihnya semakin mendekat ke banker tempat Mandala terbaring kritis.

Pria itu pun membuka matanya, setelah mendengar suara gadis yang tidak asing di telinga dan terakhir kali ia mendengar suara itu dua tahun yang lalu. Ia pun menoleh pada suara, lalu tersenyum pilu.

"Kau pulang, Nak?"

"Papa!"

Patrice pun berlari, langsung merebahkan kepalanya di dada Pria itu dengan sesenggukan dan airmata yang sudah tak terbendung lagi.

"Papa pikir kau tidak akan pernah pulang, Nak." Lirih Pria yang sebentar lagi akan di copot namanya dari daftar pemilik Maskapai pada OJK itu.

Patrice tak sanggup berucap, airmata seakan mengalahkan suaranya untuk mengatakan apapun. Dan ia pun hanya mampu menggelengkan kepalanya, sembari mengusap air mata pria yang tak kalah deras mengalir dari sudut matanya.

"Karena aku masih anak Papa, bukan?" Hanya satu kalimat yang baru terucap dan airmata kembali mengalir deras.

"Maafkan Papa, Nak."

Patrice menggelengkan kepalanya. "Tidak, Papa tidak salah, Patrice lah yang sudah durhaka pada Papa selama ini. Maafkan anakmu ini, Pa..."

Ayah dan anak itu tidak berhenti saling menyalahkan diri. Patrice menyesal telah meninggalkan Papanya sendiri selama ini, begitu besar harapan pria tua itu padanya, namun egonya begitu tinggi, ketahuilah, tidak semua mimpi yang kita punya akan jadi kenyataan, semua obsesi tidak akan selalu sama dengan ekspektasi, lalu masih pentingkah memaksakan diri?

Setelah satu minggu di Rumah Sakit, kondisi Mandala mulai membaik. Ia pun sudah diperbolehkan untuk pulang.

Mandala shock dan hampir kehilangan nyawanya, setelah mendengar Maskapai yang masuk dalam ranking sepuluh besar Penerbangan bisnis miliknya. Dan satu-satunya membuat ia bangga menjadi seorang Militer dan berhasil memiliki sebuah Maskapai penerbangan bisnis dan tentu saja tidak semua rekan seangkatan bahkan memiliki pangkat yang sama dengannya bisa mencapai ke titik ini, tapi sekarang seakan hidupnya berakhir, Maskapai kebanggaannya masuk dalam daftar Likuidasi dan terancam bangkrut.

Ambisi untuk menjadi maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia mulai menunjukan gejala kurang menggembirakan ketika perusahaan batal menggelar penawaran umum perdana saham. Tumpukan utang ditambah ketidak beresan kinerja keuangan membuat Turbo Flight Air makin limbung di tengah ketatnya persaingan bisnis. Beberapa pemegang saham di dalamnya bukan saling mendukung, justru berusaha untuk saling menjatuhkan.

Dengan menyembunyikan data asli, Patrice mengikuti serangkaian pelatihan Pramugari. Dengan senang hati, Mandala pun setuju, ketika sang putri bergabung ke dalam Maskapai mereka untuk menyelidiki pihak mana sajakah yang sedang bermain di dalamnya.

Mandala setuju, ketika Patrice meminta Restu darinya untuk masuk perlahan ke dalam Maskapai yang saat ini di bawah pengawasan OJK tersebut.

Dengan memalsukan datanya, agar tidak ada yang tahu identitas tentang siapa dirinya, Patrice bergabung dalam sebuah Maskapai penerbangan bisnis milik mereka, dengan rute Jakarta-columbia.

Hari ini adalah hari pertama dan perdana untuk Patrice menjalankan tugasnya sebagai Pramugari, pada Maskapai bernama Turbo Flight Air yang merupakan Maskapai milik Papanya sendiri. Hanya saja, status Maskapai itu sangatlah memprihatinkan untuk saat ini. Sudah satu bulan, Maskapai Turbo Flight Air terdaftar dalam status terlikuidasi karena terjadinya penyalah gunaan fungsi dan bobroknya pengelolaan uang yang di lakoni oleh beberapa pemegang saham yang ikut andil di dalamnya.

Patrice sudah menguak tabir itu sedikit-demi sedikit. Sekarang ia butuh bukti dan info yang lebih akurat.

Pelantikan atas dirinya menjadi Pramugari Turbo Flight Air untuk penerbangan bisnis Jakarta - Columbia, membuat Mandala tersenyum lebar seakan ia lupa dengan penyakit yang melandanya saat ini.

"Ini kesempatan untuk kamu, Nak."

"Apa maksud Papa?"

"Papa tidak bisa jelaskan detailnya, Papa rasa kamu harus cari tahu sendiri, dan itu lebih bagus. Bermainlah, Papa percaya padamu, Papa mengandalkanmu, Nak." Ucap Mandala di saat Patrice berpamitan padanya untuk penerbangan yang akan berlangsung satu Minggu itu.

Hari terakhir setelah satu minggu berada di negara latin tersebut, Patrice pun bersama awak kabin lainnya bersiap untuk kembali ke tanah air. Seperti Pramugari lainnya, Patrice melayani dan membantu para penumpang untuk meletakkan tas mereka pada bagasi yang berada di atas kepala mereka.

Tanpa disadari oleh Patrice, dia telah berhasil menarik perhatian seorang penumpang yang baru saja naik dan berada di bangku barisan nomor dua.

"Silakan pasang sabuk anda, Tuan!" Titah Patrice padanya.

Pria itu sedikit terkejut dan aneh. Kenapa tidak? Pertama yang membuatnya terkejut, bukankah semua awak bahkan satu maskapai sudah tahu bahwa siapa dirinya dan yang kedua dia merasa aneh, baru melihat pramugari yang baru saja menegurnya sesaat yang lalu. Selama ini belum ada yang menegurnya soal tata etika dalam pesawat ketika akan lepas landing. Lalu, siapa gadis ini.

"Aku baru melihatnya, apa dia pramugari baru kenapa hanya satu gadis yang aku lihat, bukankah perekrutan pramugari belum dimulai dan kenapa hanya dia sendiri. Siapa dia?"