"Apakah kamu baik-biak saja, Ivy?" tanya Nick menyadarkan Ariel dari kekagumannya pada pria itu yang membuat dadanya menjadi berdebar-debar.
Segera Ariel menegakkan tubuhnya sehingga Nick bisa melepaskan kedua tangannya saat wanita itu bisa berdiri dengan tegap.
"Aku baik-baik saja." Lalu tatapan Ariel tertuju pada dada telanjang Nick. Dia menyadari jika Nick belum mengenakan kemejanya.
Ariel kembali membalikkan badannya. "Kenapa kamu belum mengenakan kemejamu?"
Nick tersenyum geli melihat tingkah Ariel yang menggmaskan. Lalu pria itu mengulurkan tangannya untuk mengacak lembut puncak kepala Ariel.
"Aku tahu adikku tak mungkin berpikir yang aneh pada kakaknya. Baiklah, aku akan memakai kemejanya." Nick mengambil kemeja miliknya yang terjatuh di lantai. Kemeja putih itu terlepas dari tangannya saat Nick berusahan menahan tubuh Ariel agar tidak terjatuh.
Nafas Ariel tercekat merasakan perilaku Nick. Pria itu memperlakukannya seperti seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya. Sejak lama Ariel memimpikan memiliki seorang kakak. Sehingga ketika Nick memperlakukannya seperti adiknya membuat hati Ariel merasakan kehangatan.
"Seperti yang aku katakan tadi, aku sedang mengerjakan sesuatu untuk survey produk White Cell DNA. Karena itu, jika semua orang sudah datang, kamu bisa meminta mereka datang ke ruanganku untuk membicarakannya." Ucap Nick setelah selesai berpakaian.
"Baik, Manajer Si. Apakah kamu mengerjakan semuanya sendirian? Kamu tidak menyuruh karyawan lain?" tanya Ariel dengan nada terkejut.
Nick menatap Ariel bingung karena pertanyaan wanita itu. Dia mengulurkan tangannya untuk membalikkan tubuh Ariel sehingga wanita itu tidak perlu lagi merasa canggung karena dirinya tidak lagi bertelanjang dada.
"Bukankah kamu tahu tahu benar bagaimana cara kerjaku, Sekretaris Bei? Aku akan memikirkan garis besar idenya lalu aku akan membicarakan denganmu, Ren, Jane, dan Elvira. Apa kamu lupa?"
Seketika Ariel gugup karena Nick merasa curiga padanya. Segera Ariel menggelengkan kepalanya. "Tidak, Manajer Si. . Aku hanya terkejut saja. Aku akan memberitahu Ren, Jane, dan Evlira begitu mereka datang. Aku akan kembali ke meja kerjaku jika kau membutuhkanku, Manajer Si."
Ariel segera keluar sebelum Nick semakin curiga padanya. Saat duduk kembali ke kursinya, Ariel teringat pada kejadian dimana dia menghina hasil pekerjaan Nick.
Apakah perusahaan ini bisa berjalan berdasarakan kata 'saya berpikir', Tuan Si? Aku tidak butuh apa yang kamu pikirkan. Aku butuh hasilnya. Jika kamu bisa melakukan survei yang menunjukkan produk ini bisa menguntungkan, baru aku akan memberikan izin dariku.
Nick mengerjakan pekerjaannya deengan sangat keras. Aku tidak pernah berpikir dia akan begitu serius mengerjakan semua perintahku. Sepertinya ucapanku keterlaluan, Batin Ariel.
"Jadi kau sudah menyesali ucapanmu?"
Mendengar suara itu membuat Ariel menoleh dan mendapati Lee sudah berpindah tempat duduk di kursinya. Ariela mendengus kesal melihat malaikat itu.
"Kamu membaca pikiranku lagi? Sudah kukatakan untuk tidak membaca pikiranku lagi." Omel Ariel karena tingkah sang Malaikat yang menyebalkan.
"Dan sudah kukatakan jika aku tidak membacanya. Lagipula bagaimana aku bisa berhenti kalau pikiranmu itu bisa terdengar keras di telingaku." Lee menunjuk ke arah kedua telinganya.
Ariel menghampiri kursinya dan mengibaskan tangannu untuk mengusir malaikat itu pergi. Akhirnya Lee berdiri lalu berjalan menembus meja. Kemudian Ariel menjatuhkan tubuhnya ke atas kursi.
"Kenapa kamu tidak menghilang saja? Bukankah kamu hobi sekali datang tak diundang pulang tak diantar?" Ariel menatap Lee dengan tatapan kesal.
"Sialan. Kamu kira aku Jaelangkung? Lagipula untuk saat ini aku tidak bisa menghilang darimu. Karena aku harus mengawasimu agar tidak kembali pada sifatmu yang sangat berdosa itu." Lee menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ariel memutar bola matanya malas tak ingin beradu mulut dengan malaikat itu. Dia segera menyalakan komputernya dan mulai bekerja. jauh lebih baik bekerja dibandingkan harus beradu mulu dengan malaikan itu.
"Jadi kau sudah mengerti bukan?" Lee duduk di atas meja milik Ivy.
Ariel menatap Malaikat itu bingung. "Mengerti apa?"
"Apa yang terjadi tidak semuanya seperti yang kamu pikirkan. Jadi janganlah mengecam seseorang tanpa mengetahui kebenarannya. Seperti yang kamu lakukan pada Nick. Kamu berpikir dia adalah Manajer Produk yang payah dan malas-malasan. Tapi pada kenyataannya dia adalah salah satu karyawanmu yang paling bekerja keras. Seharusnya kamu menghargainya." Ceramah Lee panjang lebar.
Ariel mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya… Ya…. Malaikat yang suci."
Lee tersenyum puas karena sedikit demi sedikit Ariel mulai berubah dan mengetahui kesalahannya.
***
Setelah Ren, Jane, dan Elvira datang, Nick pun segera mengumpulkan mereka untuk melakukan diskusi mengenai survey yang akan mereka lakukan. Sehingga saat ini Nick, Ariel dan ketiga karyawan lainnya sedang duduk mengelilingi meja Nick.
"Elvira, apakah produk White Cell DNA sudah dipersiapkan?" tanya Nick.
Wanita bertubuh gemuk yang mengenakan celana coklat dan kemeja hitam besar itu menganggukkan kepalanya. "Sudah, Pak. Seharusnya hari ini tiga kotak produk White Cell DNA akan tiba."
"Kerja bagus, Elvira." Kemudian tatapan Nick beralih pada wanita yang duduk di samping Elvira. "Jane, apakah kuesionernya sudah jadi?"
Jane menganggukkan kepalanya. Kemudian wanita itu memutar laptopnya sehingga layar berisi formulir kuisioner terpampang di layar laptop. "Saya sudah mengerjakannya, Pak. Karena sekarang sudah zaman yang modern, sehingga saya membuat kuisioner ini secara online. Saya akan membagikan kuisioner online ini dengan mengirimkan link atau scan kode barcode."
Nick menggeser kursor untuk membaca setiap pertanyaan demi pertanyaan. "Ide yang sangat cemerlang, Jane. Tapi edit sedikit, buat beberapa pertanyaan dengan menggunakan pilihan 'ya' atau 'tidak'. Kamu juga bisa menambahkan pertanyaan mengenai bagaimana pendapat konsumen mengenai produk baru kita."
Jane menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak."
Terakhir, Nick mengalihkan pandangannya pada Ren. "Apakah kamu sudah menemukan tempat yang tepat untuk melakukan survei produk kita, Ren?"
"Aku sudah melakukan survei tempat di mana pengunjung yang datang kebanyakan wanita. Tempat itu adalah Happy Valley Shopping Mall. Kita sudah pernah melakukan kerjasama dengan mall ini. Sehingga aku berpikir akan sangat mudah mendapatkan izin dari pihak Happy Valley." Jelas Ren.
"Happy Valley memang tempat yang sangat ramai. Dia bahkan mendapatkan rating yang bagus dibandingkan mall yang lain. Kalau begitu tolong kamu ajukan proposal acara kepada Happy Valley, Setelah hasilnya keluar, kita baru bicarakan lagi."
Ren menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak."
Ariel menatap Nick yang terlihat menawan saat sedang serius. Wanita itu tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya. Tapi dia tidak bisa berhenti memandang Nick. Seakan Nick adalah pemandangan paling menarik yang pernah dilihatnya.
"Kalau begitu rapat sudah selesai." Merasakan tatapan Ariel, Nick menoleh ke arah wanita yang duduk di sampingnya.
"Apakah ada yang ingin kamu katakan, Sekretaris Bei?" tanya Nick.
Namun Ariel yang masih saja sibuk mengagumi Nick tidak mendengarkan ucapannya. Dia hanya diam dengan tatapan tertuju lurus pada Nick.
""Apakah kamu mendengarku, Sekretaris Bei?" Nick mengguncangkan bahu wanita itu sebelum akhirnya Ariel tersadar.
Ren, Jane, dan Elvira menahan tawa mereka melihat reaksi Ariel. Seakan mereka tahu apa yang terjadi pada wanita itu.
"Ya, ada apa, Pak?" tanya Ariel.
"Kamu dari tadi menatapku, aku berpikir kamu punya sesuatu yang ingin kamu katakan."
Ariel menggelengkan kepalanya. "Tidak, Pak. Tidak ada."
"Karena tidak ada lagi pertanyaan, kalian bisa kembali bekerja."
Ariel, Ren, Jane, dan Elvira pun berdiri lalu meninggalkan ruangan Nick. Saat berada di luar, Ariel yang hendak berjalan menuju mejanya tiba-tiba saja ditarik oleh Ren, Jane, dan Elvira menjauhi ruangan Nick.
"Ada apa ini?" tanya Ariel bingung.
"Ivy, apakah itu benar?" tanya Ren dengan mata berbinar.
Ariel memicingkan matanya. "Apanya yang benar?"
Jane terkekeh geli. "Apakah benar kamu menyukai Manajer Si?"
Seketika Ariel melotot kaget mendengar pertanyaan itu.
***