Ariel sudah kembali ke meja Ivy setelah menolong Allan. Namun baru saja duduk di kursinya, pintu ruangan Nick terbuka. Sehingga wanita itu menoleh dan bisa melihat Nick melangkah keluar dan berjalan menghampirinya. Pria itu berhenti tepat di samping meja Ariel. Tatapan pria itu tertuju ke arah wanita yang saat ini sedang menatapnya.
Melihat Nick berdiri di hadapannya dengan mengenakan kemeja putih yang sedikit kusut dan dua kancing terbuka di bagian ata sehingga memperlihatkan kulit dada Nick yang putih bersih mengintip dan menggodanya Ariel. Bahkan dia yakin jika dia tidak bisa menahan diri dengan baik, dia pasti sudah meneteskan air liur.
"Ivy! Ivy, apakah kamu mendengarku?" suara Nick menyadarkan Ariel dari keterpesonaannya.
"Ya, Manajer Si? Ada apa?" tanya Ariel berusaha mengendalikan dirinya.
"Aku hanya ingin bertanya apakah urusanmu sudah selesai?" Nick mengulangi pertanyaan yang sebelumnya tidak didengarkan oleh Ariel..
"Urusan apa?" Ariel tampak bingung menatap pria itu.
Nick memicingkan matanya. "Bukankah tadi kamu mengatakan ada sedikit urusan?"
Mulut Ariel mengerucut membentuk huruf 'o' setelah mengerti apa yang dimaksud Nick. Urusan yang dimaksud pria itu adalah urusan menolong Allan Feng.
Wanita itu menganggukkan kepalanya. "Ya, aku sudah menyelesaikannya, Manajer Si. Apakah anda membutuhkan bantuanku, Manajer Si?"
Nick menganggukkan kepalanya. "Ya, aku ingin mengajakmu pergi ke Happy Valley Shopping Mall. Pihak mall ingin bertemu dengan kita untuk membahas survei yang akan kita lakukan di sana. Karena itu kamu harus ikut denganku."
Ariel menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kalau begitu aku akan segera bersiap-siap lebih dahulu."
"Lima belas menit lagi kita berangkat. Dan minta proposalnya kepada Ren." Nick memberikan perintah.
Lagi-lagi Ariel menganggukkan kepalanya. "Baik, Manajer Si."
Wanita itu melakukan apa yang diperintahkan oleh Nick. Sehingga lima belas menit kemudian dia sudah siap membawa tas dan juga proposal yang sudah dipersiapkan oleh Ren. Pintu ruangan Nick terbuka dan terlihat pria itu mengenakan tuxedo yang semalam dikenakan olehnya. Langkahnya terhenti di hadapan meja tiga karyawannya.
"Aku mungkin tidak akan bisa sampai kemari saat jam makan siang. Jadi aku akan makan siang diluar bersama dengan sekretaris Bei. Jadi jika sudah saatnya jam makan siang, kalian bisa makan siang lebih dahulu."
"Baik, Manajer Si." Seru Ren, Jean dan Elvira bersamaan.
Kemudian pria itu menoleh ke arah Ariel dan menganggukkan kepalanya memberikan tanda bagi wanita itu untuk berangkat bersama dengannya. Namun Ariel benar-benar gugup. Pasalnya dia tidak hanya berada di dalam mobil bersama dengan Nick, tapi dia juga akan makan siang bersama dengan pria itu. Artinya sepanjang hari Ariel akan bersama dengan Nick. Tentu saja hal itu tidak baik untuk kesehatan hatinya.
***
Mobil yang dikendarai oleh Nick berhenti di tempat parkir Happy Valley Shopping Mall. Pria itu mematikan mesin mobilnya. Kemudian dia menoleh ke arah wanita yang duduk di sampingnya. Ariel tampak sedang sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Pasalnya saat Ariel masuk ke dalam mobil Nick, dia bisa merasakan aroma Nick menyebar di seluruh mobil. Sialnya Ariel menyukai aroma maskulin yang keluar dari tubuh Nick.
"Ivy, kamu baik-baik saja?" Nick menyentuh bahu Ariel.
Merasakan sentuhan Nick membuat Ariel terlonjak kaget. Wanita itu merutuki dirinya sendiri karena merasakan perasaan seperti ini.
"A-ada apa, Manajer Si?" Ariel berusaha menghindari tatapan pria yang duduk di sampingnya.
Nick mengulurkan tangannya untuk menyentuh dagu Ariel. Menariknya sehingga wajah wanita menghadap padanya. Melihat wajah Nick yang begitu dekat, seketika rona merah menghiasi wajah Ariel.
"Apakah kamu sakit, Ivy? Kenapa wajahmu memerah?" Nick menyentuh pipi dan kening Ariel untuk mengetahui apakah wanita itu sakit atau tidak. Tanpa pria itu sadari tindakannya justru membuat wajah Ariel semakin memerah.
Wanita itu segera menepis tangan Nick. "Aku baik-baiks aja. Sebaiknya kita bergegas pergi sebelum kita terlambat."
Ariel melepaskan sabuk pengaman yang menahan tubuhnya. Kemudian dia berjalan keluar meninggalkan Nick yang tampak kebingungan. Keluar dari mobil Nick, Ariel menyandarkan tubuhnya di samping mobil Nick. Satu tangannya memegang tas dan proposal yang dibawanya diselipkan di lengannya. Lalu satu tangannya menyentuh dadanya yang berdebar-debar.
Kenapa aku jadi seperti ini? Apakah aku memang benar-benar menyukai Nick?
"Baru menyadarinya?"
Suara itu membuat Ariel menoleh. Dia bisa melihat Lee berdiri di sampingnya. Karena masih kesal dengan Malaikat itu, Ariel memilih membuang muka tidak mau berkata apapun padanya.
Terdengar suara pintu mobil di tutup. Ariel menoleh dan melihat Nick sudah berjalan keluar dari mobil. Dia berjalan memutari mobilnya dan menghampiri Ivy. Tanpa mengatakan apapun pria itu meraih tangan Ariel dan berjalan menuju pintu masuk mall.
Tatapan Ariel tertuju pada tangan Nick yang menggenggam tangannya. Dia merasakan tangan pria itu begitu hangat. Dan Ariel mendapati dirinya menyukai sensasi hangat yang diciptakan oleh Nick. Tatapannya beralih pada punggung lebar pria itu. Dia pun bertanya-tanya jika tangan Nick saja terasa hangat, lalu bagaimana rasanya jika pria itu memeluknya?
Segera Ariel menyingkirkan pikirannya yang sudah melenceng jauh. Setelah masuk ke dalam pintu masuk, Nick dan Ariel masuk ke dalam lift. Namun melihat Nick menekan lantai dua membuat Ariel kebingungan. Perusahaan Salute sudah lama bekerja sama dengan Happy Valley Shopping Mall sehingga Ariel juga pernah datang kemari.
"Bukankah kantor mall ini berada di lantai paling atas?" tanya Ariel menatap pria yang berdiri di sampingnya.
"Aku masih mengenakan tuxedo yang semalam kukenakan. Meskipun tidak bau, tap tetap saja kemejanya tampak kusut. Aku tidak bisa menemui orang penting dengan pakaian yang buruk. Jadi aku akan membeli pakaian lebih dulu."
Ariel tidak tahu jika Nick benar-benar memikirkan sampai sedetail itu. Tak lama kemudian pintu lift terbuka. Nick menariknya menuju sebuah toko yang khusus menjual setelan-setelan kerja. Setelah masuk ke dalam toko itu, Nick mendudukkan Ariel di atas sofa.
"Tunggu di sini dulu. Aku akan memilihnya dengan cepat."
Ariel menganggukkan kepalanya. "Ya, nikmati saja waktumu."
Nick pun berbalik meninggalkan Ariel untuk memilih setelan yang akan dikenakan olehnya. Lee kembali muncul dan duduk di samping wanita itu.
"Kenapa kamu jadi marah padaku?" tanya Lee.
"Karena kamu sangat menyebalkan. Meninggalkanku begitu saja tanpa membantuku."
"Aku hanya ingin kamu merenungkan jika perbuatanmu membiarkan Allan sendirian adalah salah. Bukankah cara yang kulakukan berhasil? Pada akhirnya kamu membantu Allan."
Ariel masih saja marah dan tidak mau menoleh ke arah Lee. Sehingga Malaikat itu menghela nafas berat.
"Apakah kamu tidak mau memeriksa gelangmu?" tanya Lee.
Ariel mengangkat satu tangannya di mana gelang mutiara melingkar di pergelangan tangannya. Betapa terkejutnya wanita itu saat melihat mutiara berwarna putih bertambah satu lagi. Ariel menatap Lee dengan kedua mata yang berbinar senang.
"Mutiaranya berubah lagi? Lihatlah, Lee! Mutiara putihnya bertambah satu lagi." Ariel bersorak senang sembari menunjukkan gelang itu kepada sang Malaikat.
Lee menganggukkan kepalanya. "Tentu saja karena kamu sudah menolong tunanganmu sendiri. Sehingga mutiara putihnya bertambah lagi."
Mata Ariel berbinar senang. Jari telunjuknya menyentuh dua mutiara berwarna putih. "Jadi tinggal lima mutiara lagi agar aku bisa kembali menjadi Ariel Lin."
Awalnya Lee tampak tersenyum ikut senang melihatnya. Namun tiba-tiba senyuman Malaikat itu lenyap. Dia menepuk bahu Ariel.
"Ada apa, Lee?" Tanya Ariel bingung.
Lee menunjuk ke arah belakang Ariel. Wanita itu berbalik dan wajahnya seketika membeku mendapati Nick sudah berdiri di belakangnya dengan ekspresi terkejut menghiasi wajahnya.
***