Ariel menjadi begitu tegang saat Nick tidak mengatakan apapun setelah memergoki wanita itu berbicara dengan Malaikat. Ariel bertanya-tanya apa yang dipikirkan oleh Nick. Apakah pria itu mendengar ucapannya sebelumnya yang menyangkut nama 'Ariel Lin'.
Sayangnya Ariel tidak bisa menanyakan apa yang dipikirkan oleh pria itu. Pasalnya setelah mengenakan setelan baru, Nick segera mengajak Ariel pergi menemui pihak mall untuk membahas survei yang akan dilakukan oleh Nick bersama dengan timnya. Melihat betapa seriusnya Ariel membuat wanita itu melupakan fakta jika Nick memergokinya berbicara dengan Malaikat.
Pembicaraan dengan pihak mall berjalan dengan lancar. Mereka memberikan kesempatan bagi Nick beserta timnya untuk melakukan kegiatan survei di dalam mall selama tiga hari. Itu jauh lebih cukup untuk mendapatkan hasil survei. Setelah selesai, Nick mengajak Ariel makan di salah satu restoran yang ada di mall. Karena hari ini adalah jam kerja dan jam sekolah sehingga tidak terlalu banyak orang yang mengunjungi mall tersebut.
Setelah duduk di salah satu kursi dalam restoran makanan laut, Ariel dan Nick memesan makanan dan minuman yang mereka pilih. Pelayan yang sudah mencatat semua pesanan bergegas pergi menyiapkan pesanan mereka.
"Jadi bisakah kamu memberitahuku, apakah kamu benar-benar Presiden Direktur Lin?" Akhirnya Nick mengeluarkan suaranya yang begitu tenang.
Tubuh Ariel membeku mendengar pertanyaan Nick. Dan inilah yang dikhawatirkannya. Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan, Manajer Si."
"Sepertinya kamu tidak mau mengakuinya sampai aku memberitahumu jika aku mendengar kamu mengatakan 'Jadi tinggal lima mutiara lagi agar aku bisa kembali menjadi Ariel Lin'. Aku tidak mengerti bagian tentang mutiara itu. Tapi aku tahu mengenai bagian nama Ariel Lin. Jadi bisakah kamu menjelaskannya padaku, Ivy? Atau aku harus memanggilku Presiden Direktur Lin?" nada suara Nick penuh dengan tuntutan.
Ariel menghela nafas berat. Sepertinya tidak ada gunanya lagi mengelak jika Nick sudah menangkapnya basah. Akan semakin aneh jika dia tidak mengakuinya.
"Baiklah, kamu memang benar, Nick. Dan kamu tidak salah dengar. Aku memang Ariel Lin, Presiden Direktur Salute."
Meskipun tadi Nick sudah mengetahui wanita yang di hadapannya adalah Ariel tapi tetap saja pria itu terkejut saat mendengar Ariel mengakuinya sendiri. Dan yang membuatnya merasa gila adalah, bagaimana bisa Ariel berada dalam tubuh Ivy?
"Tapi bukankah tubuhmu ini adalah milik Ivy? Lalu bagaimana bisa kamu berada di dalam tubuh Ivy? Apakah ini seperti praktek sihir atau semacamnya?" heran Nick.
Ariel tidak bisa menahan tawanya ketika Nick berpikir apa yang terjadi pada dirinya dan Ivy adalah praktek sihir. Sebenarnya Ariel ingin sekali memberitahu Nick, tapi satu hal yang dipikirkannya. Apakah pria itu akan percaya pada ucapannya?
"Kamu pasti akan mengira aku gila jika aku memberitahu alasan yang terjadi."
Nick menatap Ariel dengan mantap lalu dia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak akan menganggapmu gila. Aku hanya ingin tahu alasan sebenarnya. Jadi bisakah kamu menjelaskannya padaku sekarang, Presiden Direktur Lin?"
"Baiklah, aku akan memberitahumu. Tapi sebelumnya aku ingin meminta sesuatu padamu."
"Meminta apa, Presiden Direktur Lin?" Nick memicingkan matanya menatap Ariel.
"Aku ingin kamu berhenti memanggilku Presiden Direktur Lin. Jika orang lain yang tahu tentangku mendengarnya akan merasa aneh. Panggil saja aku Ariel."
Nick menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku akan memanggilmu Ariel."
"Semoga kamu tidak terkejut mendengarnya. Hal ini terjadi minggu lalu. Saat aku terbangun, aku sudah berada dalam tubuh Ivy. Lalu ada seorang Malaikat yang memberitahuku jika ini adalah hukuman yang Tuhan berikan padaku."
"Malaikat?" Nick memicingkan matanya menatap wanita itu.
Ariel menganggukkan kepalanya. "Ya, seorang malaikat yang bawel. Dia sekarang berada di sampingmu."
Nick melihat ke arah samping namun tak menemukan tanda kehidupan sama sekali. Kursi yang ada di sampingnya kosong.
"Kamu memang tak bisa melihatnya. Hanya aku yang bisa. Namanya Lee."
"Lee? Kenapa nama itu tidak asing untukku?"
"Apa kau mengenalnya?"
Nick mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Lee bukanlah nama China. Itu terdengar seperti nama Korea. Tapi telingaku seakan pernah mendengar nama itu. JIka mengingatnya aku akan memberitahumu. Lalu apa yang dikatakan Malaikat itu, Ariel?"
"Lee mengatakan karena sikapku yang sangat buruk, Tuhan memberikanku kesempatan sebelum aku benar-benar dihukum berat. Karena itu dia menukar jiwaku dengan Ivy karena Tuhan ingin aku bisa belajar kebaikan saat menjadi Ivy."
Ariel mengangkat tangannya di mana terlihat ada sebuah gelang mutiara yang me;ingkar di pergelangan tangannya. Ada lima mutiara hitam dan dua mutiara putih. "Ini bukanlah sembarang gelang. Gelang ini diberikan Malaikat itu dan mengatakan jika nama gelang ini adalah 'Gelang kebaikan'. Aku harus mengubah tujuh buah mutiara hitam ini menjadi putih dengan berbuat kebaikan yang tulus. Dengan begitu aku bisa kembali ke tubuhku."
"Artinya kamu akan kembali ke tubuhmu setelah melakukan tujuh kebaikan?" Nick mengambil kesimpulan.
Ariel menganggukkan kepalanya. "Benar sekali. Tidak hanya itu. Jika aku berbuat hal buruk, mutiara hitam ini akan menjadi semerah lava. Jika tujuh mutiara ini berubah menjadi merah, maka aku langsung diseret ke neraka. Setidaknya itulah yang dikatakan malaikat bawel itu."
Lee melayangkan tatapan tajamnya namun Ariel tidak mempan dengan tatapan itu. Nick menyunggingkan senyuman.
"Apakah Malaikat bernama Lee itu sangat bawel?" Geli Nick melihat reaksi Ariel membicarakan Lee..
Ariel menganggukkan kepalanya. "Super duper bawel."
Nick tertawa membuat Lee cemberut kesal. Kemudian deringan ponsel menghentikan pembicaraan mereka. Nick mengambil ponsel yang diletakkannya di meja. Pria itu memberi isyarat pada Ariel untuk menunggu sebentar. Pria itu mengangkat panggilan itu dan menempelkan smartphone ke telinganya.
"Ya, Kakek, ada apa?" tanya Nick.
Ariel mengamati Nick yang sedang menerima telpon dari sang kakek. Terlihat ekspresi Nick berubah serius. Bahkan senyuman yang tadinya menghiasi wajahnya sudah lenyap.
"Apa harus sekarang, Kakek?"
Wajah Nick berubah semakin serius membuat Ariel penasaran.
"Baiklah aku akan segera ke sana setelah makan siang." Nick melepaskan smartphone itu dari telinganya. Kemudian tatapannya tertuju lurus pada Ariel.
"Apakah terjadi sesuatu yang buruk?" tanya Ariel.
"Aku tidak tahu. Kakek hanya memintaku untuk datang ke rumah. Sepertinya memang sangat penting. Karena itu nanti setelah mengantarkanmu kembali ke kantor, aku harus pergi menemui Kakek," jelas Nick.
Para pelayan pun meletakkan pesanan mereka di atas meja. Sehingga Ariel dan Nick menikmati makan siang bersama diiringi dengan pembicaraan ringan diantara mereka. Entah mengapa Ariel merasa sangat lega ketika memberitahu Nick mengenai masalah yang terjadi padanya. Seakan beban menanggung rahasia itu sedikit menguap sehingga terasa begitu ringan. Saat itulah Ariel baru mau mengakui jika dirinya memang menyukai Nick.
***