Chereads / Tunangan CEO Yang Tertukar / Chapter 22 - 22.Merasa Aneh

Chapter 22 - 22.Merasa Aneh

Ariel duduk di samping ranjang di mana Allan berbaring. "Kamu tidak apa-apa, Direktur Feng?"

Seketika pria itu menoleh mendengar pertanyaan Ariel. Dahinya berkerut berusaha mengenali wajah Ariel dalam wujud Ivy. Sayangnya dia sama sekali tidak bisa mengenali wajah Ivy. Kemudian pria itu mengambil handuk di dahinya lalu berusaha untuk duduk dibantu oleh Ariel.

"Kamu siapa? Bagaimana bisa kamu tahu namaku?" tanya Ariel memicingkan matanya curiga ke arah wanita itu.

Ariel merutuki dirinya sendiri karena lupa jika dirinya tidak berada dalam tubuhnya. Gadis itu pun memutar otak mencari alasan yang tepat agar Allan tidak curiga jika dirinya adalah Ariel.

"Namaku adalah Ivy Bei. Aku salah satu karyawan di tempat ini. Tadi aku melihatmu pingsan di lorong perusahaan. Jadi aku membawamu kemari. Dan alasan aku mengetahui namamu adalah karena kamu bertunangan dengan Presiden Direktur Lin. Lagipula tidak ada yang tidak mengenalmu, Direktur Feng."

Allan menatap handuk di tangannya. Handuk basah itu digunakan untuk mengompres dahinya. Setidaknya itulah yang dilakukan oleh petugas yang bekerja di sini.

"Karena panasmu tinggi, jadi petugas yang bekerja di sini mengompresnya dengan handuk itu." Ariel menunjuk ke arah handuk di tangan Allan.

Pria itu menoleh dan tersenyum lemah pada Ariel. "Terima kasih sudah menolong dan merawatku, Nona Bei."

Ariel menganggukkan kepalanya. "Tidak masalah."

"Oh, ya, aku ingat sesuatu. Bukankah kamu adalah orang yang membantu persalinan istri Paman Jerry di kediaman keluarga Feng, bukan?"

Nafas Ariel tercekat karena Allan membahas peristiwa persalinan yang dibantunya tempo hari. Tak ingin menambah kecurigaan Allan, Ariel menganggukkan kepalanya.

"Ya, benar. Itu adalah aku."

Allan menyunggingkan senyuman lemah. "Kamu benar-benar wanita yang baik, Ivy. Aku merasa bersyukur istri Paman Jerry bertemu denganmu. Tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan."

Ariel memicingkan matanya penuh kewaspadaan ke arah Allan. "Bertanya apa?"

"Saat istri Paman Jerry menanyakan namamu, kenapa kamu menyebut namamu adalah Ariel? Bukankah Ariel adalah nama dari Presiden Direktur Lin?" tanya Allan penasaran.

Ariel merutuki dirinya sendiri karena harus menyebutkan namanya sendiri saat wanita yang ditolongnya menanyakan namanya.

Bagaimana aku harus menjawabnya? Ayo berpikir, Ariel. Cari alasan yang masuk akal agar tidak membuat Allan curiga. Bingung Ariel dalam hatinya.

"Katakan saja kalau kamu hanya keceplosan saja." Lee tiba-tiba muncul di samping ranjang.

"Saat itu aku hanya keceplosan menyebutkan nama Presiden Direktur Lin karena saat itu aku tidak sengaja melihat dia dari pintu."

Ariel berharap-harap cemas sembari melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Allan. Dia bertanya-tanya akankah Allan mempercayai ucapannya atau semakin curiga padanya?

Namun detik berikutnya, Ariel bisa mendengar Allan tertawa. Wanita itu tampak bingung melihat reaksi laki-laki itu.

"Kamu benar-benar lucu, Nona Bei. Tidak menyangka kesalahpahaman seperti itu bisa terjadi. Tapi aku tetap berterima kasih padamu sudah menolong istri Paman Jerry dan juga menolongku."

Ariel menganggukkan kepalanya. "Sama-sama."

"Kalau begitu aku akan pergi." Allan meletakkan handuk kecil itu di atas meja lalu dia turun dari atas ranjang.

Ariel berdiri dari kursinya dan menatap ke arah pria itu. "Apakah kamu yakin jika kamu sudah tidak apa-apa, Direktur Feng?"

Allan menganggukkan kepalanya. "Ya, aku sudah tidak apa-apa. Semua ini berkat dirimu sudah menolongku, Nona Bei. Dan aku harus segera kembali, sekertarisku saat ini pasti sedang panik mencariku."

Allan tidak menghubungi Jason sama sekali. Dia yakin sekretarisnya itu pasti sekarang sedang mencarinya ke mana-mana. allan hendak berjalan tapi sesaat tubuhnya terhuyung karena kepalanya masih terasa pusing. Ariel menahan tubuh pria itu yang hampir terjatuh.

"Seperti tubuhmu masih lemah, Direktur Feng. Apakah kamu yakin bisa pergi sendiri?" Ariel tidak yakin melihat kondisi pria itu.

"Hanya masih sedikit pusing, tapi aku sudah tidak apa-apa. Aku harus segera pergi. Sekali lagi terima kasih sudah menolongku, Nona Bei."

Ariel hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian dia mengamati Allan yang berjalan dengan perlahan meninggalkan ruangan itu. Lee berdiri di samping Ariel dan mengamati Allan yang sudah menghilang dari ruangan itu.

"Aku pikir kamu tidak akan menolongnya. Jadi apa alasanmu yang membuat kamu berubah pikiran?" Lee menoleh ke arah wanita yang berdiri di sampingnya.

Ariel berjalan meninggalkan ruangan itu tanpa menjawab pertanyaan dari Lee. Malaikat itu tampak melongo melihat reaksi Ariel yang dingin.

"HEI!!! Kenapa kamu tak menjawab pertanyaanku, Ariel?" geram Lee yang berlari mengikuti wanita itu.

Ariel membuang muka tidak mau melihat Malaikat itu. "Aku sedang tak ingin berbicara apapun denganmu. Aku harus kembali bekerja."

Lee berhenti melangkah dan mengamati Ariel berjalan menuju pintu tangga darurat. Bibir mungil Lee tampak memberengut kesal.

"Bagaimana bisa dia jadi marah padaku? Bukankah seharusnya aku yang berhak marah melihat sikapnya yang kejam." Gumam Lee sebelum akhirnya menghilang.

***

Di dalam ruang kerja Ariel, terlihat mata Ivy menerawang ke depan. Wanita itu masih memikirkan kejadian di ruang kesehatan tadi. Dia tak henti-hentinya memikirkan bagaimana kebersamaan Ariel dan Allan. Wanita itu menyentuh dadanya. Hati Ivy terasa sesak jika mengingat hal itu.

"Kamu tidak berhak memiliki perasaan ini, Ivy. Presiden Direktur Lin yang berhak memiliki perasaan itu. Allan adalah tunangannya, bukan tunanganmu. Sadarlah, Ivy." Wanita itu memukul kepalanya sendiri untuk menyadarkan posisi dirinya.

Ponsel Ariel berdering membuat wanita itu terkejut. Melihat nama 'Allan' terpampang di layar ponsel membuat Ivy bimbang untuk mengangkatnya. Pasalnya dia takut jika dia mendengar suara Allan, hatinya akan semakin sakit. Tapi Ivy juga tidak ingin membuat pria itu curiga padanya. Pada akhirnya wanita itu menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda itu ke telinganya.

"Kak Allan?" sapa Ivy setelah mengangkat panggilan itu.

"Sekretaris Yuan bilang jika kamu menelpon untuk mencariku. Apakah itu benar, Ariel?" Suara Allan terdengar lemah di telinga Ivy.

Wanita itu menganggukkan kepalanya. "Ya, aku memang menelpon sekretaris Yuan untuk mengetahui keadaanmu. Aku khawatir melihat wajahmu yang pucat tadi, Kak. Apakah kamu baik-baik saja, Kak?"

"Kamu sepertinya benar, Ariel."

Tubuh Ivy menegang mendengar ucapan pria itu. "Benar tentang apa, Kak Allan? Aku tidak mengerti."

"Aku memang sakit saat ini. Seperti yang kamu katakan tadi," jawab Allan.

Ivy bingung harus bagaimana meresponnya. Sebagai Ivy, wanita itu akan bawel dan memberitahu pria itu untuk beristirahat. Tapi sebagai Ariel yang dingin, dia tak mungkin memberikan perhatian lebih pada Allan.

Masa bodoh. Aku tidak akan tinggal diam melihat orang yang kesulitan. Geram Ivy dalam hati.

"Saat ini Kak Allan sedang berada dimana?" tanya Ivy dengan nada cemas.

"Aku sedang di kantor."

Seketika Ivy melotot kaget. "APA?! Kak Allan sedang sakit dan masih berada di kantor? Ini tidak bisa dibiarkan. Sebaiknya Kak Allan meninggalkan kantor sekarang atau aku akan datang dan menyeret Kak Allan untuk pulang."

Allan yang sedang duduk di ruangannya hanya tersenyum geli mendengar omelan Ivy yang mengingatkan pada ibunya.

"Baiklah, Mama. Aku akan pulang sekarang."

"Mama?" Bingung Ivy.

allan kembali terkekeh geli. "Saat ini kamu terdengar seperti Mama yang sedang memarahi anaknya. Karena itu aku memanggilmu Mama."

Ivy tersenyum baru menyadari dirinya seperti yang dikatakan Allan. "Maafkan aku."

Allan memicingkan matanya. "Untuk apa kamu minta maaf, Ariel. Aku senang mendengar kamu begitu mengkhawatirkanku. Baiklah aku akan pulang dan beristirahat, Mama. Sampai jumpa nanti."

"Baiklah, Anakku." Ivy mengikuti permainan peran antara anak dan ibu itu.

Senyuman masih menghiasi wajah Allan mengingat kebawelan tunangannya. Tapi senyuman itu memudar saat mengingat sesuatu.

Allan teringat pada wanita yang menolongnya tadi. Melihat sikap Ivy yang dingin mengingatkan Allan pada sosok Ariel. Meskipun belum pernah bertemu dengan Ivy sebelumnya, tapi entah mengapa Allan bisa merasakan aura Ivy sama persis dengan aura dingin milik Ariel yang dulu. Ditambah Allan merasa aneh dengan sikap tunangannya yang sekarang jauh berbeda dengan yang dulu.

Apakah ini hanya perasaanku saja? tanya Allan dalam hati.

***