Ariel meringis sakit saat pantatnya dengan keras membentur lantai. Dia menyentuh pantatnya dan mendongak. Dia bisa melihat seorang petugas keamanan yang sudah mendorongnya jatuh.
"Apa kamu tidak ingat peraturannya? Karyawan biasa tidak boleh naik lift ini." Larang pria yang menjaga pintu lift itu agar tidak dimasuki sembarangan orang termasuk karyawan biasa.
Tidak terima dengan perlakuan kasar penjaga itu, Ariel menjadi sangat kesal. Dia berdiri dan menghadapi pria yang memiliki tinggi tubuh yang sama dengannya.
"Karyawan biasa? Kamu pikir aku siapa, HUH?" bentak Ariel.
"Kamu hanyalah sekertaris Manajer Si. Memang kamu pikir kamu siapa bisa membentakku HUH? Sebaiknya kamu melewati tangga darurat seperti yang dilakukan para karyawan lainnya." Petugas keamanan itu berani membalas bentakan Ariel.
Ariel tersadar jika saat ini dia sedang terperangkap dalam tubuh Ivy. Dia bukanlah Ariel sang Presiden Direktur. Tak mampu berbuat apa-apa, Ariel pun berbalik dan berjalan menuju tangga darurat yang sering dipakai karyawan.
"Dasar penjaga menyebalkan." Kesal Ariel menghentak-hentakan kakinya menaikki tangga.
"Kamu marah lagi?"
Langkah Ariel terhenti seketika dan hampir saja terjatuh jika bukan Lee yang menarik tangannya untuk menahan tubuh wanita itu. Ariel terengah-engah karena terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi. Dia melihat anak tangga di belakangnya. Dia yakin jika dia terjatuh, pasti tubuhnya akan terasa sangat sakit.
"YA!! Berhentilah mengagetkanku. Hampir saja aku terjatuh." Omel Ariel.
Lee mengangkat kedua bahunya tidak peduli. "Itu kan salahmu sendiri yang ceroboh. Padahal aku baru saja menolongmu agar tidak terjatuh. Tapi kamu bukannya berterima kasih tapi justru mengomeliku."
"Kamu yang salah malah menyalahkanku. Dasar Menyebalkan. Sudahlah, berdebat denganmu membuatku semakin terlambat." Ucap Ariel melangkahkan kakinya lebih cepat menaiki tangga dan meninggalkan malaikat itu. .
"Kumohon berubahlah, Ariel."
Langkah Ariel terhenti mendengar nada suara Lee yang berbeda. Dia berbalik dan mendapati Malaikat itu tampak sedih. Tatapan matanya terlihat memohon pada Ariel. Entah mengapa melihat Lee seperti itu muncul rasa kasihan yang baru pertama kali Ariel rasakan.
Lee menaiki tangga menghampiri wanita itu. Langkahnya terhenti saat berada di hadapan Ariel. Tangannya terulur menyentuh pipi wanita itu. Entah apa yang sudah dilakukan oleh Malaikat itu. Tapi saat ini tubuh Ariel tak bisa bergerak. Wanita itu melihat tatapan Lee tertuju padanya.
"Aku hanya ingin kamu berubah, Ariel. Karena itu aku akan selalu membantumu." Ucap Lee tersenyum pada Ariel. Kemudian Malaikat itu langsung menghilang dari hadapan Ariel.
Seketika Ariel bisa menggerakan tubuhnya kembali. "Ada apa dengan Malaikat Bawel itu? Sangat aneh."
Setelah itu Ariel menyadari sesuatu. "Oh, tidak. Nick bisa memarahiku karena sudah sangat terlambat."
Ariel berlari sekuat tenaga hingga menuju lantai tujuh di mana tempat kerja Ivy berada. Dengan lunglai Ariel membuka pintu Devisi Produksi. Langkahnya terhenti saat tiba-tiba ledakan conveti mengarah tepat pada wajahnya. Membuat semburan berbagai kertas berwarna-warna menyerbu Ariel.
"Selamat datang kembali, Kak Ivy." Seru Ren yang memegang tabung conveti yang sudah kosong.
Jane bertepuk tangan. "Kami benar-benar senang mendengar Sekretaris Bei mengumumkan jika Presiden Direktur Lin menyesal dan tidak jadi memecatmu."
Elvira menganggukkan kepalanya. "Syukurlah penyihir berdarah dingin itu bisa menyadari kesalahannya karena sudah memecat orang yang baik seperti Ivy."
Penyihir berdarah dingin? Jadi kalian semua memanggilku seperti itu? Jika saja aku bisa kembali ke tubuhku lagi, aku pasti akan memecat kalian. Marah Ariel dalam hati.
"Sabar, tidak boleh marah." Lee berbisik di telinga Ariel sebelum akhirnya menghilang.
"Jangan berkata seperti itu, Kak Elvira. Bagaimana jika Presiden Derektur Lin mendengarnya?" Ren memperingatkan.
Sayangnya aku sudah mendengarnya. Gerutu Ariel dalam hati.
Elvira menghela nafas berat. "Kamu benar. Aku tidak mau berakhir dikeluarkan dari perusahaan. Tapi aku bersyukur bisa melihatmu lagi, Ivy. Ini seperti sebuah keajaiban."
Tatapan Ariel tertuju pada Lee yang berdiri di belakang Elvira sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ini memang keajaiban dari Tuhan."
Ingin sekali Ariel menendang malaikat itu. Tapi dia tidak mau orang lain berpikir dirinya gila.
"IVY…"
Panggilan itu membuat semua orang menoleh. Mereka bisa melihat Nick yang berdiri terkejut melihat sekretarisnya. Pria itu baru saja mengkopi dokumen yang sudah dipersiapkan untuk survei. Karena tidak ada sekretarisnya sehingga Nick harus mengerjakannya sendiri.
Ariel yang melihat Nick berjalan menghampirinya berpikir jika pria itu akan memarahinya karena terlambat sangat lama. Wantia tiu berpikir dia akan menendang Nick jika dia berani memarahinya.
Tanpa mengatakan apapun lagi Nick meraih tangan Ariel kemudian dia menatap tiga orang karyawannya. Segera Ren, Jane dan Elvira kembali ke meja mereka masing-masing untuk bekerja. Sedangkan Nick, berjalan menuju ruangannya dengan tangan menarik tangan Ariel.
Setelah berada di dalam ruangannya, Ariel memejamkan matanya, siap untuk mendengarkan omela Nick.
"Apakah kamu tidak apa-apa, Ivy? kamu terlambat satu jam lebih. Apakah kamu mengalami kecelakaan? Atau mungkin kamu terluka?" tanya Nick dengan nada yang begitu cemas.
Ariel membuka matanya dan terkejut mendengar pertanyaan Nick. Bukannya memarahinya pria itu justru mengkhawatirkan kondisinya.
"Apakah kamu tidak memarahiku, Nick? Aku sudah terlambat sangat lama." Bingung Ariel.
Nick menghela nafas berat. "Bagaimana bisa aku memarahimu jika aku sangat mengkhawatirkanmu dari tadi. Aku sudah menelponmu berulang kali tapi kamu tidak mengangkatnya. Aku berpikir akan pergi mencarimu setelah menyelesaikan masalah lembaran survei ini." Nick meletakkan lembaran dalam jumlah yang banyak ke atas meja.
"Maafkan aku. Aku tidak menerima panggilanmu karena aku takut kamu memarahiku. Tadi ada sedikit masalah. Tapi sudah tidak masalah sekarang." Ariel berusaha mencari alasan.
"Syukurlah kamu baik-baik saja. Tidak masalah jika kamu terlambat. Asalkan kamu tidak apa-apa." Nick tersenyum pada wanita itu. Bukan senyuman biasa. tapi sebuah senyuman yang lembut yang mampu menggetarkan hati Ariel yang melihatnya.
***
Ivy berjalan keluar dari lift. Dia berjalan menghampiri ruangan Ariel. Ivy berusaha berjalan dengan sikap sombong yang sering diperlihatkan oleh Ariel. Seperti yang dilkatakan oleh Presiden Direktur yang asli, Ivy bisa bekerja kembali di perusahaan ini jika dia bisa melakukan semuanya dengan baik. Karena itu dia akan berjuang keran untuk menjadi Ariel.
Calvin sudah berdiri di dekat pintu yang sudah dibuka. Pria itu membungkuk saat Ivy hendak masuk ke ruangan Ariel.
"Selamat pagi, Sekretasris Bei."
Calin tampak terkejut mendengar sapaan yang tak pernah Ariel ucapkan. Selama ini wanita itu tidak pernah suka basa-basi seperti mengucapkan salam saat bertemu.
Langkah Ivy terhenti saat melihat Calvin menatapnya bingung. "Apakah ada yang salah dengan wajahku?"
Calvin menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang salah, Presiden Direktur Lin. Tapi sepertinya suasana hati anda sudah membaik daripada semalam."
Semalam? Memang apa yang terjadi semalam pada Ariel? Allan juga mengatakan hal yang sama tadi.
"Tidak ada. Bahkan suasa hatiku sekarang tidak terlalu baik." Ivy melanjutkan langkahnya masuk ke dalam ruangan itu sebelum Calvin mulai curiga dia bukanlah Ariel.
Sedangkan Calvin masih berdiri di tempatnya mengamati pintu ruangan Ariel yang tertutup.
"Kenapa aku merasa Presiden Direktur Lin berbeda?" Gumam Calvin.
***