Chereads / Tunangan CEO Yang Tertukar / Chapter 8 - 8. Panggilan ‘Kakak’

Chapter 8 - 8. Panggilan ‘Kakak’

Suara dentingan bel membuat Ivy langsung berdiri. Wanita itu sudah selesai bersiap-siap lima menit yang lalu. Karena itu dia tinggal menunggu Allan datang menjemputnya. Ivy memilih mengenakan blazer hitam panjang dengan ikat pinggang melingkar di perutnya yang langsing. Blazer itu memiliki lengan panjang dengan belahan hingga setengah lengannya. Sehingga ketika Ivy mengangkat tangannya, makan kulit putihnya akan terlihat.

Langkah Ivy berhenti di depan pintu. Dia menarik nafas panjangnya untuk menenangkan dirinya yang begitu gugup. Mengetahui Allan berdiri di balik pintu itu membuat Ivy semakin gugup. Dia meyakinkan dirinya sendiri jika dia bisa melakukannya. Setelah mempersiapkan mental dan hatinya, akhirnya Ivy membuka pintu. Saat itulah tatapannya terpukau pada pria di hadapannya.

Saat ini Allan mengenakan setelan berwarna hitam dengan garis kotak-kotak berwarna merah. Di dalam jasnya dia mengenakan kemeja putih lengkap dengan dasi merah tua. Bahkan di bagian atas dasi diberi hiasan pin brooch berwarna perah. Dan saat Allan menyunggingkan senyuman, Ivy merasa seperti melihat cahaya matahari yang begitu cerah dan menyilaukan. Allan layaknya malaikat tampan yang baru saja turun dari surga.

"Apakah kamu sudah siapa, Ariel?" pertanyaan Allan pun menyadarkan Ivy dari perasaan terpesona yang dirasakannya.

Ivy menganggukkan kepalanya. "Ya, aku sudah siap. Sebaiknya kita segera pergi jika tidak ingin terlambat."

Wanita itu berjalan keluar dari apartemen Ariel. Mereka berjalan menuju lift yang masih tertutup. Ivy tidak ingin Allan melihat wajahnya saat ini. Karena dia yakin wajahnya saat ini pasti semerah kepiting rebut.

"Ariel, apakah aku boleh menggenggam tanganmu?" tanya Allan yang sudah berjalan di samping Ivy.

Mereka berhenti melangkah dan Allan menekan tombol lift. Mendengar pertanyaan pria itu, Ivy mengangkat tangannya dan memandangnya.

Aku dan Allan berpegangan tangan? Aku sangat menginginkannya. Tapi apakah ini tidak masalah? tanya Ivy dalam hati.

Pintu lift terbuka dan Allan menoleh ke arah Ivy yang masih bengong. Bibir Allan menyunggingkan senyuman.

"Maafkan aku, Ariel. Tapi jika tidak bergegas kita akan terlambat." Allan meraih tangan Ivy dan menariknya masuk ke dalam lift.

"Apakah tidak masalah jika aku tidak melepaskan tanganmu? Karena aku suka jika kita bergandengan tangan."

Ivy menganggukkan kepalanya. "Tidak masalah, Kak. Karena aku juga menyukainya."

"Sepertinya suasana hatimu jauh lebih baik dibandingkan semalam. Apakah terjadi sesuatu pagi ini?"

Terjadi perubahan besar, Kak. Bahkan kamu tidak akan percaya jika aku memberitahumu. Jawab Ivy dalam hati.

"Tidak terjadi apa-apa, Kak. Hanya saja tidurku begitu nyenyak sehingga saat aku terbangun, suasana hatiku jadi jauh lebih baik." Ivy mencari alasan.

"Senang mendengarnya. Ariel, apakah aku bisa meminta bantuanmu?"

Ivy menoleh menatap wajah tampan itu. "Bantuan apa?"

"Aku memberitahu Jason jika kamu memanggilku 'Kakak', tapi dia tidak percaya. Jadi maukah kamu memanggilku 'Kakak' saat berada di depannya?" Allan memohon pada Ivy.

Wanita itu menyunggingkan senyuman. Ini pertama kalinya Allan melihat senyuman tunangannya.

"Itu hal yang mudah, Kak. Aku bisa melakukannya."

Setelah pintu lift terbuka, Allan menarik tangan Ivy keluar. Mereka berjalan menghampiri mobil milik Allan. Terlihat Jason sudah berdiri di luar menunggu mereka. Jason membungkuk untuk memberikan hormat pada Ivy atau lebih tepatnya pada Ariel.

"Selamat pagi, Persiden Direktur Lin." Jason menyapa dengan sangat ramah.

"Selamat pagi, Jason."

Jason membuka pintu untuk Ivy dan Allan. "Silahkan masuk, Presiden Direktur Lin. Saya akan mengantarkan kalian."

"Terima kasih. Jason." Ucap Ivy melangkah masuk ke dalam.

Jason begitu terkejut mendengar ucapan Ivy. Pasalnya selama ini dia selalu menghadapi wanita dingin yang tidak tahu bagaimana caranya berterimakasih. Tapi sekarang dia mendengar kata itu keluar dari mulut Ariel.

Setelah mereka masuk, Jason bergegas kembali ke belakang kemudi. Lalu mengendarai mobil itu menuju gedung perusahaan Salute.

"Apakah kamu sudah sarapan, Ariel?" tanya Allan menggenggam tangan Ivy.

Wanita yang duduk di sampingnya itu menggelengkan kepalanya. "Belum, Kak. Tapi aku akan meminta Calvin untuk membelikan sarapan."

Allan menatap ke arah Jason yang tampak terkejut mendengar panggilan itu. Kemudian pria itu berdeham untuk menarik perhatian Ivy.

"Presiden Direktur Lin, apakah kamu baik-baik saja? Apakah kepalamu terbentur? Atau mungkin terjadi sesuatu?" tanya Jason.

Tubuh Ivy membeku mendengar pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh sekretaris Allan. Dia takut membuat orang lain curiga dengan perubahan yang dibuatnya. Dia berpikir Ariel akan bersikap beda pada tunangannya karena dia mengira Ariel menyukai Allan. Tapi sepertinya dia salah sangka. Ivy memutar otak untuk mencari alasan.

"Apakah salah jika aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Kak Allan, Jason?" tanya Ivy.

Jason menggelengkan kepalanya. "Tidak, Presiden Direktur Lin. Hanya saja terlalu mengejutkan."

"Sepertinya semua ini karena ada seseorang yang menamparku. Dia menyadarkanku dengan kata-katanya. Karena itu aku ingin berubah sedikit demi sedikit."

Allan terkejut mendengarnya. Kemudian dia menyentuh pipi Ivy dan menariknya sehingga wanita itu menoleh ke arahnya.

"Seseorang menamparmu? Siapa yang melakukannya?" tanya Allan bisa melihat bekas kemerahan tipis masih ada di pipi kiri Ariel. Pria itu tidak menyadarinya semalam.

Orangnya adalah aku. Sedih Ivy dalam hatinya.

"Hanya karyawan biasa. Tidak masalah, Kak. Lagipula berkat dia aku bisa berubah."

Allan menghela nafas dan engelus bekas kemerahan itu lembut. "Lain kali tidak bisakah kamu bersandar padaku, Ariel. Kamu selalu melakukan apapun sendirian. Aku sebagai tunanganmu merasa tidak berguna sama sekali."

Ivy terkejut mendengar ucapan Allan. Dia tidak menyangka Allan sangat menyukai Ariel.

"Aku akan belajar untuk melakukannya, Kak." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Ivy.

***

Ariel berhenti berlari setelah sampai di depan gedung kantor Perusahaan Salute. Gara-gara salah bus alhasil Ariel harus berlari sejauh tiga kilometer. Wanita itu benar-benar merasa lelah. Sudah lama dia tidak berlari atau berolahraga. Sehingga tubuhnya terasa begitu lelah dan nafasnya terengah-engah. Ariel menatap gedung perusahaan miliknya. Tangannya terulur dan memperlihatkan jam berwarna coklat tua yang sangat sederhana.

"SIAL… Aku sudah terlambat satu jam dan ini semua ulah Ivy. Awas saja kamu, Ivy. Aku pasti akan memarahmu." Kesal.

"Bukankah kamu tidak boleh dendam pada orang lain?"

Ariel terlonjak kaget saat Lee mendadak sudah berdiri di sampingnya. Wanita itu mengelus dadanya yang berdebar kencang

"YA!! Apa yang kamu lakukan di sini? Dari tadi aku mencarimu, kamu tidak muncul. Sekarang kamu tiba-tiba saja muncul." Ariel mendengus kesal.

Lee menggelengkan kepalanya. Dia menatap Ariel dengan tatapan yang kecewa..

"Ternyata sulit sekali membuatmu berubah, Ariel." Heran Lee.

"Berubah bagaimana? Aku bukan Power Ranger atau Ultraman yang bisa berubah setiap kali dibutuhkan." Ariel ingat film anak-anak yang dulu pernah dilihatnya.

"Mendengar ucapanmu tadi kamu terlihat jelas marah dan ingin melampiaskannya pada Ivy bukan? Padahal Ivy sama sekali tidak melakukan apapun padamu. Tapi kamu seenaknya sendiri menyalahkannya."

"Tapi memang salah Ivy karena dia tidak mengangkat telpon dariku. Sehingga membuatku tidak tahu bagaimana caranya agar bisa sampai ke kantor."

"Dasar kepala batu." Malaikat itu mengangkat tangan Ariel dan menunjuk ke arah gelang yang ada di pergelangan tangan wanita itu. "Ingat misimu, Ariel. Kamu harus berbuat baik atau selamanya kamu tak akan bisa kembali ke tubuhmu lagi." Ucap Lee menakut-nakuti Ariel.

Wanita itu kesal lalu menepis tangan Lee. "Ya… ya… aku mengerti. Jadi berhentilah mengikutiku, Malaikat bawel." Omel Ariel. Namun saat menoleh, dia tak lagi mendapati malaikat itu.

"Dasar Malaikat bawel. Seenaknya datang tapi juga seenaknya pergi." Gerutu Ariel kesal.

Mengingat waktunya sudah terlambat, wanita itu bergegas masuk ke dalam gedung Perusahaan Saluet. Dia berlari menuju lift lalu menekan tombol sehingga pintu lift terbuka. Tapi saat hendak melangkah masuk, seseorang mendorong Ariel hingga terjatuh ke lantai.

***