"Kau belum tidur?" tanya Clint yang baru saja masuk ke dalam kamar.
Shailene duduk di pinggir ranjang sambil menatap ponselnya. Ada foto Celeste di sana.
"Maaf." Shailene menepis tangan Clint yang memegang bahunya. Wanita itu menghindar dari tua bangka yang menikahinya beberapa tahun lalu itu.
"Kenapa?" Clint mencium aroma tubuhnya sendiri. "Karena aku belum membersihkan tubuhku? Baiklah kalau begitu. Aku akan ke kamar mandi terlebih dulu kalau begitu."
Shailene benar-benar tak peduli pada pria itu.
Menikahi seseorang yang tak ia cintai bukanlah cita-citanya. Bersama Clint adalah bentuk dari sebuah rasa terima kasih keluarga Thrones padanya. Ia adalah orang yang membantu keluarganya saat hampir bangkrut dulu. Saat itu, bisa saja Matthew yang menikahinya. Tapi, Roy tak akan mewujudkan hal itu. Persahabatannya dengan Clint membuat putri tunggalnya, Shailene harus menikah.
Aroma wangi semerbak tercium di hidung Shailene yang agak mampet karena habis menangis. Clint sepertinya baru saja mencuci bagian tubuh bawahnya dengan banyak sabun.
Pria beruban itu mencium pipi Shailene dengan lembut dan mesra.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Shailene dengan datar.
"Apa yang kulakukan?" Clint perlahan melepas pakaian dengan kancing di punggung Shailene itu. "Aku mau melepas pakaianmu. Kau tak panas memakai pakaian macam itu di kamar?"
"Panas apa? Di luar sedang dingin sekali."
Shailene lagi-lagi menghalau tangan Clint dan menghindar dari suaminya itu. Ia sedang tak ingin disentuh. Kini Shailene berdiri di hadapan suaminya sambil menjaga jarak.
"Shailene," panggil Clint mesra.
Wanita itu seolah tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Shailene merasa jijik sekali saat melakukan hal itu pada suami yang tak ia cintai.
"Jangan. Tolong," ucap Shailene lirih. Ia menatap Clint dengan tatapan sayu. Seolah memohon pada Clint tak melakukan hal itu padanya. Shailene bernapas dengan kasar.
Clint mengangguk mengerti.
"Ya," ucap Clint sambil terus mengangguk. "Kau tak ingin melakukannya?"
"Aku memang tak pernah ingin, bukan? Kau saja yang memaksaku," jawab Shailene sambil pergi meninggalkan suaminya.
Ia pergi ke luar kamar. Berencana pergi ke ruang tamu. Sepertinya lebih aman di sana. Tak ada seseorang yang mengganggunya. Apalagi harus melayani Clint. Tidak. Shailene tak akan melakukan hal itu lagi. Ia tak mau.
"Shailene?" Julia berbisik. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Clint. "Kupikir Clint baru saja masuk ke dalam kamar. Kau tak membersihkan tubuhmu dan tidur?"
Shailene tak menggubris pertanyaan ibunya yang sepertinya sedang merapikan ruang tamu.
"Apa gunanya kau kaya raya dan punya pelayan kalau kau melakukan semuanya sendiri, Bu?" Shailene duduk di sofa dan kembali meminum anggur langsung dari botolnya.
"Aku hanya suka melakukannya sendiri. Kau tak ingin minum dari gelas? Biar kuambilkan," ucap Julia.
Shailene menggeleng. Wanita itu kuat minum. Entah sejak kapan.
Julia kini duduk di sebelah putrinya yang sepertinya sedang kacau itu.
"Kau tak tidur di kamar?"
Shailene menoleh pada ibunya dan kembali menggeleng.
"Kau mencintai Ayah, Bu?" tanya Shailene tiba-tiba.
"Tentu saja, aku mencintai ayahmu. Kenapa kau bertanya begitu, Shailene?"
"Kau bisa tidur dengan ayah karena kau mencintainya. Sedangkan aku tak begitu karena aku tak menyukai Clint. Bagaimanapun aku memaksa hatiku untuk menganggapnya sebagai seorang suami, aku tak bisa, Bu," ucap Shailene. Wanita itu kembali menenggak anggurnya tanpa ampun.
"Tapi Celeste-"
Shailene mendengus.
"Dia memaksaku untuk melakukan itu, Bu. Bahkan 4 tahun kami menikahpun, dia masih saja memaksaku. Dan kau masih ingin meminta cucu dari kami? Tak akan, Bu. Tak akan terjadi," ucap Shailene.
"Maaf," ucap Julia lirih.
"Untuk apa kau minta maaf padaku, Bu? Tak ada gunanya," jawab Shailene.
Wanita itu membuka 2 kancing baju yang ada di punggungnya. Ternyata benar apa kata Clint. Ia akan kepanasan saat mengenakan pakaian seperti ini.
"Shail, Matthew. Mantan kekasihmu yang tampan itu. Aku melihatnya di televisi," ucap Julia. "Kau kenal calon istrinya? Apa benat Matt akan menikahi gadis itu?"
Shailene terenyak. Ah, benar. Matthew dan pernikahan mendadaknya. Shailene hampir melupakannya.
Entah apa yang Matthew pikirkan sekarang. Pria itu akan menikah dnegan seorang gadis biasa. Berita mengatakan bahwa ayahnya adalah seprang oengangguran dan pecandu alkohol.
Shailene menggeleng. "Aku tak tahu, Bu. Aku sudah tak berhubungan cukup lama dengannya," jawab Shailene.
"Kau tak akan tidur di kamar malam ini?"
"Kenapa?" Cemilan malam natal yang ada di meja ruang tamu tampak masih utuh. Biasanya Celeste yang memakannya sampai habis dan giginya linu. Shailene mengambil yang paling manis di sana.
"Mungkin aku bisa meminta ayahmu untuk tidur di kamar tamu dan kita bisa tidur bersama? Kalau kau mau, Shailene."
Shailene mengunyah sambil menggeleng.
"Tidurlah," ucap Shailene. "Jangan pedulikan aku, Bu. Aku akan kembali ke kamarku kalau Clint sudah tidur."
Entah sudah berapa jam Shailene ada di ruang tamu. Sebotol anggur yang harusnya cukup membuatnya mengantuk atau mabuk itu tak juga kunjung bereaksi.
Sampai akhirnya Shailene menatap jam dinding dan memutuskan untuk merebahkan kepalanya di ranjang. Otaknya harus beristirahat malam ini. Clint juga tak akan marah padanya jika Shailene harus tidur di sofa ruang tamu seperti ini.
Musim dingin membuat bulu-bulu halus yang ada di tengkuk Shailene menegang.
Apalagi saat punggungnya merasakan rabaan seseorang yang hendak melepas kancing bajunya.
Mata Shailene terasa berat untuk membuka. Ternyata sebotol anggur yang habis ia tenggak itu baru berefek sekarang.
"Apa yang kau lakukan?" gerutu Shailene sambil melenguh dan menguap. Ia hanya butuh meregangkan tubuhnya di ranjang yang empuk ini. Tak ada keinginan untuk melawan apapun yang akan terjadi.
Tapi, tunggu. Ranjang? Dengan selimut yang hangat? Shailene ingat tadi ia sedang tidur di sofa.
Matanya memaksa untuk terbuka sekarang. Ruangan kamar yang gelap seolah menjadi pertanda bahwa sesuatu yang ia benci itu akan terjadi. Lagi.
"Clint?"
Shailene tak bisa melawan pria itu.
Ubannya nampak berkilau saat terkena cahaya lampu dari balkon. Tubuh pria tua itu sudah berada di atas tubuh Shailene.
"Tolong, jangan lakukan. Kumohon," rengek Shailene.
Gaun yang ia kenakan itu sudah turun sampai ke pinggang. Tangannya diintimidasi oleh Clint agar tak banyak bergerak.
"Sssttt, diamlah. Akan kulakukan dengan perlahan seperti waktu itu," bisik Clint sambil memberi isyarat pada Shailene agar tetap diam.
Shailene ingin menjerit rasanya. Tapi tak bisa. Berteriak minta tolong pun juga akan percuma.
Pemerkosaan? Pelecehan seksual? Tidak. Tak ada yang bisa menyalahkan Clint. Pernikahan mereka sah dan diakui oleh negara dan agama. Ini hanya masalh hati yang tak bisa dibohongi.