Chereads / Theatrical Marriage / Chapter 8 - Ski

Chapter 8 - Ski

Matthew membukakan pintu kamar hotel untuk Brianna agar istrinya itu bisa masuk.

"Maaf kau jadi mendengarkanku berbicara yang tak penting tadi Bri," ucap Matthew.

Brianna hanya mengangguk.

Matthew yang hendak membuka connecting door itu dikejutkan oleh tangan Brianna yang menahannya.

"Kau butuh teman untuk bicara, Matt?"

Matthew terdiam.

"Harusnya," jawabnya singkat. "K-Kau ingin menemaniku malam ini?"

Brianna mengangguk.

"Tentu."

Malam itu, hanya beberapa jam setelah pemberkatan pernikahan mereka. Tak ada yang terjadi di antara mereka berdua. Tak ada malam pertama atau latihan berciuman seperti yang pernah Matthew lakukan. Hanya tidur seranjang dan hanya menatap langit-langit hotel tua itu.l

"Kau suka tempat ini?" tanya Matthew.

"Ya, aku menyukainya," jawab Brianna sambil memandang sejajar ke atas.

"Kau belum mengantuk?"

"Belum. Aku masih agak kenyang."

Brianna dan Matthew terdiam cukup lama sampai salah satu dari mereka membuka suaranya.

"Saat itu, ketika Shailene berkata bahwa ia menyukai ski dan gunung, aku membeli sebuah lahan datar di sini dan membuat hotel ini untuknya."

Ucapan Matthew membuat Brianna begitu mengantuk secara tiba-tiba.

Wanita itu memiringkan tubuhnya, seolah tengah menghindar dari perkataan Matthew.

Brianna mencoba meyakinkan dirinya. Ini bukanlah sebuah kecemburuan. Mungkin saja instingnya sebagai wanita perlahan terbentuk karena ia merasa bahwa ia adalah istri Matthew. Tak peduli bahwa Brianna adalah seorang istri pura-pura.

"Hei, Bri. Kau tidur?"

Brianna terenyak. Tak menjawab pertanyaan Matthew. Ia memilih untuk diam dan mencoba untuk memejamkan matanya.

"Tepati janjimu untuk mengajakku main ski besok hari," ucap Brianna saat keadaan mulai hening.

Merasa tak ada jawaban, Brianna membalikkan tubuhnya.

Benar dugaannya, Matthew sudah terlelap. Entah kapan pria ini mulai tertidur.

Ia pandangi cukup lama wajah polos dan kekanakan ini. Brianna menduga pasti Matthew begitu kesepian. Walaupun hidup pria ini kaya raya, Brianna yakin bahwa apa yang terjadi di hidup Matthew pasti berat.

Terasa hembusan napas Matthew di wajah Brianna. Tak ada aroma yang aneh di sana. Ia memang tak pernah mendapati Matthew merokok sampai tadi pagi Matthew merokok hanya sekali isap.

"Aku tahu kau sedang memperhatikanku," ucap Matthew dengan matanya yang tertutup.

"Kadang aku berpikir bahwa kau memang seharusnya menikah dengan Shailene, Matt."

"Kenapa kau berpikir begitu? Aku sudah hampir melupakannya total saat kita bertemu dengannya di gereja saat hari natal. Dia sudah bahagia dengan si Tua Bangka Clint."

Brianna terkikik mendengar ucapan Matthew.

"Lihat. Dari nada bicaramu saja sudah terdengar bahwa kau masih mencintainya."

Matthew membuka matanya. Tampak warna pupilnya coklat tua. Ia juga bisa melihat warna pupil Brianna yang berwarna hazel karena saling pandang seperti ini.

"Benarkah?" Matthew menghela napasnya kasar. "Tidurlah, Bri. Besok aku akan menepati janjiku padamu."

Entah apa yang terjadi malam itu, Brianna sepertinya tertidur di lengan Matthew semalaman.

Matthew menyeringai sakit saat Brianna menjauhkan kepalanya dari lengan kekar itu.

Pagi itu, Brianna berpikir bahwa pria ini tak seburuk yang ia kira. Di luar kemesumannya dan kekanakan sifatnya, Brianna harus mengakui bahwa Matthew adalah sosok yang menawan baginya.

Satu hal yang harus Brianna sayangkan. Pria itu sepertinya bukanlah pria yang bisa diajak berkomitmen.

Sepertinya, Matthew mengalami traumatis yang amat sangat pada hatinya setelah Shailene menikah dengan orang selain dirinya.

"Matt, kau tak bangun?"

Setelah selesai menyikat giginya, Brianna masih terus saja berusaha membuat pria itu bangun dari tidurnya yang nampak lelap. Pasti pria ini masih mengantuk karena tidur terlalu malam.

"Matt?"

Brianna membungkukkan badannya di depan wajah Matthew.

"Matt?"

"Huh?" Matthew seolah tak sanggup membuka matanya yang terpejam. "Bosakah aku tak menepati janjiku padamu, Bri? Aku masih mengantuk."

Brianna menjauhkan tubuhnya dari Matthew dan tak menjawab ucapan suaminya.

Tanpa basa basi, Brianna keluar dari kamar hotelnya. Tampak Larry ada di meja penerima tamu. Sepertinya, ia dan pegawai hotel telah menyiapkan makan pagi untuk Brianna dan Matthew.

"Tidurmu nyenyak?"

Brianna mengangguk.

"Aku suka hotel ini," ucap Brianna menghibur Larry.

"Benarkah? Shailene yang mengusulkan desain dan interiornya."

Brianna terdiam. Ia menyesal memuji pria tua itu. Tampaknya, Shailene memang benar-benar ada di setiap jengkal kehidupan Matthew. Harusnya, Brianna tak cemburu. Tapi, ia tak bisa kalau harus terus menerus mendengar nama wanita itu disebut.

"Kau mau makan roti yang kumasak?"

Brianna mengintip nampan yang ada di depannya dan menggeleng. Walaupun aromanya tampak menggoda lambungnya, Brianna tak akan sarapan sepagi ini. Bisa-bisa ia tak sanggup untuk memulai skinya.

"Aku akan bermain ski sebentar. Makanlah, Larry. Semoga harimu indah."

Wanita itu membawa papan seluncurnya keluar dari area hotel. Ia berharap tak ada badai yang terjadi hari ini. Ia begitu ingin bermain di area ski yang sudah dipadati oleh beberapa orang.

"Menyenangkan," gerutunya sambil memulai berseluncur.

Sepertinya sudah lama ia tak bermain permainan macam ini.

Dinginnya salju di akhir tahun ini tak membuat semangatnya redup untuk memulai permainan yang jarang ia lakukan.

Musim dingin memang membawa trauma untuknya. Tapi, ini adalah hal yang tak bisa ia tolak karena terlalu menyenangkan.

"Kau suka?" tanya Matthew yang datang tiba-tiba.

Entah jam berapa ini. Sepertinya pria ini baru saja bangun.

"Kau baru saja bangun?"

Matthew mengangguk.

"Baru saja. Larry yang membangunkanku. Dia bilang istriku berada di area bermain ski. Katanya, ia takut kau akan hilang tergulung salju."

Brianna dan Matthew sama-sama terkikik.

"Kau baik-baik saja, bukan? Menyenangkan?"

Brianna mengangguk.

"Ya, aku menyukainya. Hotelnya, saljunya, tempat bermain skinya, suasananya, saljunya. Menyenangkan. Ajak aku ke tempat ini tahun depan. Saat ada salju lagi."

"Kau ternyata benar-benar menyukainya, Bri," ujar Matthew.

"Sudah kubilang, bukan?"

"Aku bisa membangun area bermain ski ini untukmu."

Brianna agak terkejut dengan ucapan Matthew.

"Apa?"

"Ya, kubilang aku bisa membangun area bermain ski ini menjadi lebih baik. Itupun jika kau ingin," ucap Matthew. "Aku akan membangun pondok kecil sebagai tempat penyewaa-"

"T-Tunggu, Matt." Brianna menyela ucapan Matthew. "Tak perlu. Jangan kau lakukan. Biarlah ini alami. Apa musim panas akan banyak anak-anak yang berkemah di sini, Matt?"

"Ya, mereka akan membangun kemah-kemah kecil di sekitar sini dan menyalakan api unggun. Menyenangkan. Musim panas nanti mari kita berkunjung. Selama kontrak itu masih berlaku, akan kuajak kau."

"Ya, tentu. Jangan bawa wanita penghibur lagi, ya," ucap Brianna memperingatkan Matthew.

BRUK!

Brianna dibuat terjungkal oleh peselancar pemula yang tak becus untuk menyeimbangkan badannya.

"M-Maaf, Nona. Kau tak apa-apa? Maaf, aku tak sengaja."

Brianna tercekat. Ia bertemu lagi dengan pria itu. Gray.