Chereads / Bukan Cinta Sedarah / Chapter 18 - Bab18. Maaf

Chapter 18 - Bab18. Maaf

Pagi hari, Mikayla memarkir sepedanya di tempat biasa, Mikalya melihat motor Niara di sana dan itu artinya Niara sudah ada di sekolah.

"Apa Devan juga sudah di kelas," ucap Mikayla.

Mikayla merasa malas bertemu mereka, pasti mereka akan kembali mengejeknya soal surat kemarin, dan Mikayla malas kalau sampai ada orang lain yang tahu tentang itu.

"Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi kalau aku tidak bertemu mereka berarti aku tidak masuk kelas, dan itu artinya aku gak bisa ikut pelajaran."

Mikayla menghembuskan nafasnya pasrah, kakinya terayun melangkah untuk menuju ke kelas, semoga saja mereka tidak akan mengejaknya lagi saat ketemu nanti.

"Sendirian saja?"

Mikayla menoleh dan melihat Aljuna di sampingnya, Mikayla mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.

"Teman kamu kemana?"

"Mungkin sudah di kelas."

"Kok gak bareng?"

"Aku baru datang, aku gak tahu mereka datang jam berapa."

Aljuna mengangguk, baiklah kalau memang seperti itu, Mikayla menoleh sesaat, kenapa lelaki itu harus mengikutinya sekarang.

"Kakak gak ke kelas?"

"Kelas aku juga di atas."

Mikayla mengangguk, jadi mereka akan bersama sampai ke atas sana, keduanya berjalan dalam diam tidak ada kata apa pun lagi yang terdengar.

Keduanya sampai di lantai atas dan di sana sudah ada Niara dan Devan, mereka sedang berbincang seraya bersandar pada tembok.

Mereka melihat Mikayla dan Aljuna yang sedang jalan barengan, Niara langsung menyikut Devan saat sadar dengan hal itu.

"Apa sih?" tanya Devan.

"Itu lihat, benar kan apa kata aku, pasti Kak Aljuna orangnya."

Devan terdiam melihat mereka berdua, benar juga mereka sekarang jalan bareng, berarti memang Aljuna pengirim surat itu dan Aljuna juga yang menyukai Mikayla.

"Jadi benar, mereka sedang dekat?" tanya Devan

"Ya kamu lihat saja."

"Aku ke kelas duluan ya, aku kesana soalnya kelasnya." ucap Aljuna.

"Iya, Kak."

Mereka berpisah begitu saja, Mikayla melihat dua temannya di sana, dan entah apa lagi yang akan dikatakan mereka sekarang.

Pasti salah paham dan akan jadi bahan ledekan lagi, Mikayla memejamkan matanya sesaat, baiklah Mikayla akan hadapi apa pun yang akan mereka katakan.

"Mika, seriusan kamu sama Kakak kelas yang itu?" tanya Niara.

"Kerena juga ya, bisa kamu goda dia."

Mikayla mengernyit dan melihat sekitar, apa meraka tidak bisa bicara lebih pelan sedikit saja, bagaimana kalau yang lain pada dengar dan ikut bergosip.

"Mika, jawab."

"Apa sih, gak ah gak mau, orang gak ada apa pun, tadi kita gak sengaja ketemu saja."

Devan dan Niara saling lirik, keduanya tersenyum, jadi seperti itu alasannya dan baiklah untuk kali ini bisa diterima.

Tapi tidak untuk lain waktu, karena ketidak sengajaan tidak mungkin terjadi berulang kali apa lagi terus menerus.

"Apa lagi yang kalian fikirkan?"

"Banyak," ucap Devan.

Mikayla mendelik dan berjalan memasuki kelas, tidak ada gunanya banyak bicara dengan mereka, pada akhirnya pasti akan jadi gosip juga.

"Ketahuan saja, dia marah."

"Biar saja Dev, nanti juga lama-lama pasti ngaku."

Devan mengangguk, keduanya menyusul masuk ke kelas dan duduk di tempatnya masing-masing.

----

Nina berjalan menyusuri pasar, pagi ini Nina kembali belanja untuk masaknya nanti siang, Nina belanja lebih banyak dari kemarin karena memang ada beberapa yang ikut memesan khusus.

Nina mencari semua bahan yang telah dituliskan oleh pemesannya, Nina juga membeli beberapa bahan untuk jualannya dan makannya bersama Mikayla.

Sebelum berangkat sekolah, Mikayla memesan opor ayam, tentu saja Nina akan menurutinya karena demi opor ayam itu Mikayla sampai mengurangi uang jajannya.

Kedua tangan Nina sama-sama menjingjing belanjaan, tapi Nina masih harus membeli beberapa jenis lagi, sedikit repot tapi bukan masalah karena Nina senang melakukan semuanya.

Cukup jauh melangkah Nina harus dibuat syok karena ada yang menabrak dirinya, dan tentu saja membuat semua belanjaannya itu berantakan tak tersisa.

Nina yang sedikit menjerit membuat mereka yang mendengarnya melihat kearahnya, ada sebagian yang membantunya juga.

"Yang benar dong kalau jalan."

"Maaf Pak, saya gak sengaja."

"Lagi pula ngapain kamu ke pasar pakai baju seragam dan dijam sekolah lagi, bolos kamu?"

"Enggak Pak, saya ada yang harus dibeli."

"Ngapain ke pasar, jangan bohong kamu, lihat gara-gara ulah kamu belanjaannya jadi berantakan semua."

Lelaki itu melihat Nina yang membereskan belanjaannya dibantu oleh mereka, ia berniat membantu tapi ditahan oleh orang yang tadi memarahinya.

"Mau apa kamu?"

"Saya mau bantu, Pak."

"Bantu bantu, kamu mau kotori seragam kamu, gak kasihan sama Ibu kamu, kembali ke sekolah."

"Terimakasih ya, Bu."

"Iya sama-sama, kasihan belanjaannya jadi pada kotor dan gak bisa dipakai lagi."

Nina tersenyum dan mengangguk, tapi mau bagaimana lagi karena semua sudah terjadi.

Mereka bubar kembali pada kegiatannya masing-masing, Nina melihat anak sekolah itu yang masih berdiri di tempatnya.

"Seragam kamu kotor itu," ucap Nina.

"Tidak apa-apa Bu, saya minta maaf Bu."

"Tidak apa-apa."

Nina terdiam memperhatikan tulisan dibaju sekolah anak itu, sesaat kemudian Nina menatap wajahnya.

"Seragam kamu, sama seperti anak Ibu, kenapa kamu disini?"

"Ini ada yang harus dibeli."

"Kamu bisa terlambat ke sekolah loh, orang tua kamu kemana memangnya?"

"Lagi tidak di rumah, Bu."

"Oh, memangnya kamu cari apa?"

"Aku lagi cari bahan masakan."

"Kamu mau bawa ke sekolah?"

"Enggak Bu, aku gak sekolah hari ini, aku mau siapkan masakan di rumah untuk Mamah nanti, Mamah pulang dari rumah sakit dan aku mau siapkan masakan untuk Mamah."

Nina mengernyit, benarkah apa yang didengarnya itu, anak lelaki itu sengaja datang ke pasar untuk belanja bahan masakan agar bisa menyambut kepulangan Ibunya.

"Saya minta maaf Bu, saya gak sengaja, tadinya saya buru-buru agar bisa ke sekolah, tapi sepertinya sudah gak bisa lagi."

Nina mengerjap, benar juga anak itu harus segera ke sekolah sekarang.

"Kamu mau beli apa memangnya, katakan saja sama Ibu, nanti Ibu yang belikan sama Ibu yang masak juga."

"Tidak perlu, Bu."

"Tidak apa-apa, nanti kamu tinggal ambil masakannya di rumah Ibu ya, sekarang kamu sebutkan saja apa yang mau kamu siapkan untuk Mamah kamu nanti."

Keduanya berbincang cukup lama, sampai akhirnya anak lelaki itu memberikan uang pada Nina untuk bayar belanjaannya dan juga ganti rugi atas apa yang telah terjadi.

Nina juga sudah memberi tahu alamat rumahnya, agar anak itu bisa membawa masakannya nanti di rumah Nina.

"Ya sudah, sekarang kamu cepat ke sekolah ya, semoga saja masih sempat ke kelas."

"Terimakasih banyak, Bu."

Nina mengangguk, anak itu segera berlari meninggalkan Nina di sana.