Saat jam istirahat tiba, Mikayla dan dua temannya itu berjalan bersamaan menuju kantin, mereka sudah tidak sabar untuk segera mengisi perutnya.
"Eh, aku ke toilet dulu ya." ucap Devan.
Niara mengangguk, Devan lantas berlalu meninggalkan keduanya.
"Mika, kamu masih kesal sama aku dan Devan, kenapa kamu masih diam saja?"
"Gak apa-apa, Ra."
"Gak apa-apa, tapi kamu diam saja."
Mikayla menggeleng, matanya terarah ke gerbang sekolah, Mikayla melihat ada punggung di luar sana.
Kakinya yang terus melangkah, membuat Mikayla semakin jelas melihat orang di luar sana, dan saat itu juga Mikayla menghentikan langkahnya.
"Kamu kenapa?" tanya Niara yang juga menghentikan langkahnya.
"Itu ada orang kan di luar gerbang?"
Niara melihat arah telunjuk Mikayla, dan memang ada orang di sana, Niara membenarkan penglihatan Mikayla saat ini.
"Kok dia diam disana ya?"
"Mungkin dia terlambat dan gak diizikan masuk, tapi dia tetap berusaha dan akhirnya menunggu disana."
Mikayla mengangguk, bisa juga seperti itu, dan sungguh kasihan lelaki itu pasti dia anak yang rajin dan pintar, makanya dia mau melakukan itu di sana.
"Ya sudahlah, ayo kita ke kantin saja."
"Kamu duluan saja, Ra."
"Kok duluan, ya kita barengan dong."
"Aku mau kesana dulu, siapa tahu saja aku bisa bantu."
"Mika."
Mikayla tak peduli dengan itu, kakinya terayun meninggalkan Niara.
"Ih, gimana sih tuh anak, malah kabur."
Niara menggeleng dan turut tak peduli, sekarang yang paling penting adalah mengisi perutnya sebelum jam istirahat habis.
"Neng, mau kemana neng?"
Mikayla menoleh, satpam itu terlihat menghampirinya juga.
"Mau kemana, kamu tidak boleh keluar?"
"Itu siapa, Pak?"
"Dia terlambat, biarkan saja, dia senior disini tapi bisa-bisanya terlambat seperti itu."
Mikayla mengangguk, jadi benar lelaki itu terlambat datang dan tidak diizinkan masuk oleh satpam.
Perlahan tapi pasti, lelaki itu melirik kearah Mikayla dan satpam tersebut, mata Mikayla menyipit saat melihat wajah itu.
Tentu saja Mikayla ingat dengan lelaki itu, dia adalah lelaki yang ada di ruang seragam kemarin, dan dia juga yang mengajak Mikayla bicara saat jalan pulang.
Lelaki itu tampak bangkit dan berjalan meraih gerbang, ia akan meminta bantuan Mikayla untuk bisa masuk ke kelas.
"Tuh lihat, padahal sudah Bapak usir dia."
"Tolong, tolong bantu aku masuk."
Mikayla melirik satpam di sampingnya setelah mendengar permintaan tolong dari lelaki itu, kasihan juga kalau difikir-fikir.
"Pak, kenapa gak dibiarkan masuk saja sih, kan dia pasti baru kali ini terlambat."
"Ya memang baru kali ini, tapi dia itu senior, seharusnya dia sudah tahu peraturan."
"Ya ampun Pak, gak pengertian banget sih, kasihan dong kalau baru terlambat sekali saja sudah harus seperti itu."
"Kok kamu jadi bela dia, dia pacar kamu?"
"Ih ...."
Mikayla mengernyit dan mendelik, apa juga satpam itu malah bertanya seperti itu, memangnya kalau bukan pacar berarti gak boleh bantu.
"Pak, tolong Pak." ucap lelaki itu.
Keduanya menoleh bersamaan, Mikayla melirik satpam itu lagi dan memohon agar mengizinkan lelaki itu masuk saja.
"Nanti keenakan dia Neng, kebiasaan nanti jadi telat-telat terus."
"Gak bakalan Pak, tenang saja aku jamin dia tidak akan terlambat lagi, kalau dia terlambat lagi Bapak bisa hukum dia dengan aku juga."
"Serius kamu?"
"Serius, sudah sana buka gerbangnya."
"Awas kamu ya."
"Iya aman."
Satpam itu berjalan dan membukakan gerbang, lelaki itu berterimakasih pada satpam dan berlari menghampiri Mikayla.
"Terimakasih," ucapnya seraya mengulurkan tangan.
Mikayla tersenyum dan menjabat tangan tersebut, keduanya tersenyum dan melepaskan jabatan itu.
"Tunggu, seragam Kakak kotor."
Lelaki itu melihat pakaiannya, dan memang benar, seragamnya kotor sekali.
"Iya tadi gak sengaja nambrak orang yang bawa belanjaan."
"Oh .... ya sudah kan di sekolah ada seragam ganti, Kakak bisa ganti disana."
Ia mengangguk, niatnya untuk segera pergi dan berganti seragam itu ditunda, ia kembali melirik Mikayla di sana.
"Kenapa, ada masalah?"
"Emmm .... nama kamu siapa?"
Mikayla berpaling seraya menggaruk kepalanya, kenapa malah bertanya seperti itu bukannya langsung pergi saja.
"Hallo."
"Hah .... oh iya, nama aku Mika .... Mikayla."
"Mikayla, nama yang bagus, aku Gavin, Gavin Ganendra."
Lelaki itu kembali mengulurkan tangannya, Mikayla memejamkan matanya sesaat ketika melihat uluran tangan itu.
Tidak enak juga jika menolak, Mikayla lantas menjabatnya dan tersenyum.
"Jam kamu bagus, dari pacar ya?"
Mikayla seketika melepaskan jabatan tangannya dan menyembunyikan tangannya ke belakang, Gavin tersenyum melihat reaksi Mikayla yang seperti itu.
"Salam ya buat pacar kamu, aku duluan."
Mikayla tak menjawab dan membiarkan Gavin pergi, Mikayla menatap jam di pergelangan tangannya, jam itu memang bagus tapi sayang itu bukan dari pacar karena Mikayla tidak tahu dari siapa jam tangan itu.
"Neng, ngapain masih disitu, sana masuk kelas atau kalau enggak kamu ke kantin saja."
Mikayla mengangguk dan berlalu meninggalkan satpam tersebut, Mikayla memang ingin makan sekarang dan sepertinya Niara masih di sana bersama Devan.
Mikayla melihat sekitar, lelaki itu sudah tidak terlihat lagi, pasti dia sedang ganti seragam sekarang.
"Baguslah, karena dia bisa ikut pelajaran sekarang."
Mikayla tersenyum dan mengangguk, semoga saja apa yang dilakukan sekarang, tidak akan jadi masalah untuk Mikayla nanti.
----
Nina telah mendapatkan semua yang dibutuhkannya, termasuk juga pesanan anak lelaki tadi dan sekarang Nina harus segera pulang agar bisa siapkan semuanya dengan baik.
"Pak, ojeg."
Nina melambaikan tangannya, tak lama motor itu menghampiri, ia membantu Nina membawa sebagian belanjaanya.
"Biasa ya, Pak."
"Siap, Bu."
Nina lantas naik ke motor, dan pergi meninggalkan pasar, pekerjaan Nina bertambah lagi sekarang oleh pesana anak sekolah tadi.
Itu artinya, Nina harus mulai kesibukannya lebih awal lagi dari biasanya, Nina tidak boleh mengecewakan satu pun diantara pemesannya itu.
"Bu, hari ini belanjaannya banyak sekali."
"Iya, ini pesanannya nambah lagi Pak, alhamdulilah."
"Bagus dong Bu, itu artinya Ibu memang bisa dipercaya."
"Iya Pak, saya bersyukur dengan semua ini."
"Nanti Bu, kalau jadi 3 hari lagi mau ada keluarga saya dari kampung, dan sepertinya saya mau pesan masakan ibu sebagian untuk tambahan masakan istri saya."
"Siap Pak, ditunggu ya Pak, jangan pesan sama orang lain loh Pak."
"Enggaklah Bu, tenang saya akan percayakan sama Ibu saja, karena sepertinya banyak juga yang percaya sama Ibu."
Nina tersenyum dan mengangguk, semoga saja memang rezekinya itu untuk Nina, sehingga Nina bisa mendapatkan tambahan penghasilan lagi.
Nina akan semakin semangat untuk mengerjakan kesibukannya, jika semakin banyak pesanan maka akan semakin banyak juga penghasilan, dan Nina akan semakin semangat lagi mengerjakannya.