Kring kring ....
"Mika," panggil Gavin.
Pagi ini Gavin benar-benar menjemput Mikayla dengan sepedanya, sesuai dengan apa yang dikatakan Gavin kemarin sore.
"Mika," panggil Gavin lagi.
Kring kring .... Gavin melihat pintu yang terbuka dan tampak Nina di sana, Gavin langsung turun dan salam pada Nina.
"Selamat pagi, Bu."
"Pagi, kamu kesini lagi."
"Aku mau berangkat sekolah bareng sama Mika, boleh kan?"
Nina mengangguk, boleh saja kalau memang Mikayla mau, lagi pula bagi Nina yang penting Mikayla aman saja.
"Oh iya Bu, aku mau bayar yang kemarin, maaf ya kemarin aku langsung pergi soalnya aku harus cepat sampai rumah."
Gavin mengeluarkan uang dan memberikan pada Nina, Nina menolaknya tanpa ragu pemberian itu.
"Gak perlu, kamu sudah berikan Ibu banyak uang kemarin."
"Kemarin itu uang ganti rugi, dan ini uang untuk pembayaran masakannya."
"Gak perlu, uang kemarin sudah lebih dari cukup, lebih baik kamu simpan saja uangnya untuk keperluan kamu sendiri."
Gavin tersenyum dan mengangguk, uang itu kembali masuk saku bajunya karena Nina tetap menolaknya.
"Terimakasih, Bu."
"Iya, gimana Mamah kamu, sudah pulang?"
"Sudah, dan Mamah suka sama masakan Ibu, Mamah mau pesan lagi tapi nanti katanya mau datang sendiri kesini kalau keadaannya sudah pulih total."
"Syukurlah kalau Mamah kamu suka, dan kalau memang mau lagi, Ibu bisa buatkan lagi seperti masakan kemarin."
"Tidak perlu, Bu."
Nina mengangguk, terserah saja tapi yang pasti Nina tidak akan menolak jika Gavin memintanya memasak lagi.
"Emmm .... Mikanya mana ya Bu?"
"Oh iya, Mika, sebentar ya tadi dia masuk kamar lagi."
Gavin mengangguk dan membiarkan Nina berlalu pergi, Gavin senang karena ternyata Mikayla belum berangkat ke sekolah, dan itu berarti mereka memang akan pergi bareng.
Nina kembali bersama dengan Mikayla, dua sosok itu membuat Gavin tersenyum.
Mikayla seketika berpaling, senyuman itu kembali membuat jantungnya berdegup hebat, Mikayla memejamkan matanya dan menekan dadanya perlahan.
"Mika," panggil Nina.
"Iya .... iya, ayo berangkat sekarang."
"Kamu kenapa sih?" tanya Nina.
"Oh .... enggak, enggak aku gak apa-apa."
Nina melirik Gavin, lelaki itu terus saja menatap putrinya, apa mungkin jika pengagum rahasia itu adalah Gavin.
"Ya sudah, aku berangkat ya Bu."
"Oh iya, ya berangkat nanti telat kamu."
Mikayla mengangguk dan salam pada Nina, Mikayla berjalan melewati Gavin begitu saja, tidak bisa sekali Mikayla harus melihat Gavin lagi sekarang.
"Ya sudah Bu, aku juga pamit ya."
"Iya, hati-hati ya di jalannya."
Gavin mengangguk dan salam pada Nina, Gavin menghampiri Mikayla, keduanya lantas berangkat dengan berboncengan di sepeda Gavin.
Mikayla senyum-senyum sendiri duduk di belakang Gavin, pagi-pagi seperti ini sudah banyak bunga yang bertaburan di hati Mikayla.
Dijemput Gavin membuat semangat Mikayla semakin besar lagi, pokoknya hari ini Mikayla pasti akan mendapatkan nilai paling bagus jika sampai ada soal dadakan.
----
"Mana Mika?" tanya sesorang.
Niara menggeleng, sampai saat ini sudah ada tiga orang yang menanyakan Mikayla, entah untuk urusan apa mereka mencari Mikayla.
"Dia belum datang?"
"Belum, Kak."
"Oke."
Niara mengernyit, mereka datang dan pergi begitu saja hanya untuk bertanya tentang keberadaan Mikayla.
"Ada apa, Ra?" tanya Devan.
"Gak tahu, banyak banget yang tanya Mika pagi ini."
"Terus, Mika kemana?"
"Dia belum datang, mungkin lagi di jalan sekarang."
Bersamaan dengan ucapan Niara, ada beberapa orang yang ribut dan melihat ke bawah sana, Niara dan Devan saling lirik dan turut melihat ke bawah.
Rupanya Mikayla datang berboncengan dengan Gavin, dua orang itu kembali saling lirik, apa yang harus mereka fikirkan sekarang tentang temannya itu.
Banyak orang yang meributkan Mikayla dan Gavin, di bawah dan diatas semua berisik bergunjing tentang dua orang itu.
Niara melirik seberang sana, ada Aljuna yang juga melihat Mikayla dan Gavin di bawah sana, Niara menyipitkan matanya memastikan jika tidak ada kemarahan di wajah Aljuna.
Lelaki itu tersenyum singkat dan kembali ke kelasnya begitu saja, Niara kembali melihat Mikayla di sana, wanita itu tampak risih jadi pusat perhatian saat ini dan entah apa yang akan terjadi nanti.
Niara yakin jika lelaki yang sedang bersama Mikayla sekarang adalah sosok yang berpengaruh di sekolah, dan Mikayla akan mendapatkan kemalangan dari apa yang terjadi saat ini, tentang kebersamaannya dengan lelaki itu.
"Ya ampun, gimana kalau Mika jadi bahan bully di sekolah"
Devan mengernyit dan langsung menatap Niara.
"Apa maksud kamu?"
"Lihat saja, semua orang heboh melihat Mika sama lelaki itu, pasti dia pangeran sekolah deh."
"Apaan sih lebay banget."
"Ih kok lebay sih, aduh sudahlah yang jelas Mika dalam bahaya sekarang."
"Hahahah ...."
Devan justru tertawa melihat kepanikan Niara saat ini, kenapa bisa Niara berkata dan berfikir seperti itu tentang Mikayla.
"Tuh tuh, lihat tuh." ucap Devan.
Niara melihat Mikayla yang dihampiri satu orang, dan orang itu yang telah menghampiri Niara tadi yang bertanya tentang keberadaan Mikayla.
"Mika dapat surat lagi?" tanya Devan.
Niara tak menjawab, Niara kembali melirik seberang sana, dan Aljuna telah kembali ada diantara anak-anak yang sedang bergunjing itu.
Niara melihat Aljuna yang tersenyum saat melihat Mikayla menerima surat tersebut, Niara yakin jika memang Aljuna yang jadi pengagum rahasia Mikayla selama ini.
Tapi kenapa Mikayla malah jalan dengan lelaki lain, Aljuna kembali menghilang di sana, Niara menggeleng dan turut masuk kelas.
"Loh, Ra."
Devan turut masuk dan menghampiri Niara di sana.
"Kamu kenapa sih?" tanya Devan.
"Aku takut, Mikayla akan dapat sial setelah ini."
"Kamu masih saja berfikir seperti itu, gak akan mungkin Ra, lagi pula Mikayla pasti bisa melawan kok kalau memang ada yang berniat jahat sama dia."
Niara tak menjawab, keduanya menoleh melihat Mikayla yang masuk kelas dan duduk dibangkunya.
Mikayla tampak tersenyum, raut wajahnya begitu bahagia, Niara berpaling seketika itu juga.
Apa yang membuat Mikayla bahagia pagi ini, apa karena mendapatkan surat lagi atau mungkin karena Mikayla bisa jalan bareng lelaki itu.
"Ra, mikir apa sih?"
Niara menggeleng dan kembali melihat Mikayla di sana, Mikayla menatap kertas di tangannya.
"Apa yang difikirkan Mika sekarang ya, Dev?"
"Apa, ya mana aku tahu, mungkin dia senang karena dapat surat cinta lagi."
Niara mengangguk, tapi bagaimana dengan perasaan Aljuna di sana karena harus melihat Mikayla bersama lelaki lain.
Kasihan sekali, Aljuna pasti kecewa, dan Niara tidak akan biarkan itu terus menerus, Niara akan katakan semua yang lihatnya tadi pada Mikayla.
Niara mengangguk, Niara tidak ingin kalau Mikayla sampai celaka karena ulahnya sendiri.