"Mika, kamu hanya berdua saja disini?"
"Iya, Dev."
Devan mengangguk, pantas saja karena Devan tidak melihat ada orang lain disana, selain dari pada Mikayla dan ibunya itu.
"Mamah kamu siapa namanya?" tanya Niara.
"Kenapa tadi gak kenalan sekalian?"
"Ya kan malu."
Mikayla menggeleng, bisa sekali Niara berkata seperti itu padahal mereka sama-sama perempuan.
"Nama Ibu, Nina." ucap Mikayla.
"Kamu panggil Ibu?"
"Iya, aku dari kecil panggil Ibu."
Niara mengangguk, baiklah kalau begitu Niara akan ikut memanggil ibu saja pada Nina nantinya.
"Mika, bawa minumannya sini, Ibu mau cuci piring."
Mikayla menoleh dan langsung menyusul ke dapur, Mikayla tak sadar jika ada yang terjatuh dari sakunya, kertas surat itu.
Tadi Mikayla menyimpannya asal ke saku karena buru-buru membukakan pintu, dan sekarang Mikayla tak sadar juga jika kertas itu telah terjatuh.
"Devan," panggil Niara.
Devan menoleh dan mengangkat kedua alisnya sekilas.
"Itu apa?" tanya Niara.
Devan menoleh dan melihat kertas itu di lantai, apa, Devan juga tidak tahu karena itu bukan miliknya.
"Ambil, itu pasti punya Mika."
Devan mengangguk dan meraih, bersamaan dengan itu Mikayla kembali, dan tentu saja Devan segera menyembunyikan kertasnya.
"Maaf ya lama," ucap Mikayla.
"Gak masalah, kita juga gak haus-haus banget, iya kan Ra?"
"Benar sekali, jadi santai saja."
Mikayla tersenyum dan menyimpan gelasnya di meja, setelahnya Mikayla kembali duduk dan mempersilahkan mereka untuk meneguk minumnya.
"Kamu gak bantu Ibu kamu?" tanya Devan.
"Kan ada kalian, mana mungkin aku malah di dapur."
"Gak apa-apa dong, kan kasihan Ibu kamu."
"Gak apa-apalah, kan Ibu juga yang suruh aku tetap disini sama kalian, gak sopan abaikan tamu."
Devan dan Niara mengangguk, mereka saling lirik dan mengisyaratkan tentang surat itu.
Niara menggeleng dan meminta nanti saja kalau waktunya pas, Mikayla menyadari hal itu dan langsung bertanya.
"Kalian kenapa sih?"
Devan dan Niara seketika menoleh, tapi sepertinya Mikayla tidak sadar jika suratnya telah terjatuh tadi.
"Ada apa sih, aneh?"
"Gak ada apa-apa kok, memangnya kenapa kita, Dev?"
"Tahu nih Mika, aneh banget pertanyaannya."
Mikayla mengangguk, entahlah mungkin memang hanya perasaan Mikayla saja kalau mereka berdua sedikit aneh.
"Aku minum ya, Mik." ucap Devan.
"Silahkan saja, aku kan sudah persilahkan sejak tadi."
Devan mengangguk dan meneguk miumnya, Mikayla menggaruk kepalanya, ketiganya sama-sama terdiam saat ini, dan diamnya itu membuat Mikayla teringat dengan suratnya.
Mikayla merogoh saku celananya dan mengernyit, kemana surat itu kenapa tidak ada di saku celananya, Mikayla memejamkan matanya mengingat kemana ia menyimpan surat itu, dan memang ke saku celana itu paling benar tidak akan salah.
Tapi kok tidak ada, Mikayla lantas bangkit dan berlalu meninggalkan keduanya begitu saja.
"Mika, mau kemana?" tanya Niara.
Tak ada jawaban, Mikayla memilih mencari surat itu yang mungkin saja terjatuh saat tadi membukakan pintu, atau juga saat Mikayla ke dapur untuk mengambil minum.
"Dia pasti lagi cari surat itu," ucap Niara.
"Pasti," jawab Devan.
Niara langsung pindah duduk ke samping Devan, meminta Devan untuk segera membuka surat tersebut dan membacanya.
"Cepat Dev, nanti Mika keburu kembali."
"Sabar."
Devan segera membukanya dan membacara perlahan, asalkan terdengar saja oleh Niara di sampingnya.
"Jika kehadiran embun menyejukan suasana pagi, tentu hadir mu menyejukan suasana hati, bila sang mentari hadir menyinari bumi, tentu kaulah yang selalu hadir menyinari hati ini." baca Devan.
Keduanya mengernyit dan saling lirik, apa itu salah satu bentuk surat cinta, dan Mikayla mendapatkan surat cinta.
"Surat cinta kan, Dev?"
"Sepertinya iya."
"Jadi tadi di sekolah, Mika dapat surat cinta?"
"Ya iya kalau memang ini kertasnya."
Niara mengangkat kedua alisnya, benarkah Mikayla sudah mendapat pengagum rahasia, padahal baru beberapa hari saja datang ke sekolah itu.
"Siapa ya, Ra?"
"Apa mungkin kalau Kak Aljuna?"
Devan mengernyit, apa benar lelaki itu, tapi ia terlihat biasa saja saat berdekatan dengan Mikayla waktu itu, dan justru Mikayla yang terlihat salah tingkah.
"Atau mungkin, salah satu dari lelaki yang menyeret Mikayla tadi siang?" ucap Devan.
Niara tak merespon, benarkah mereka, tapi bisa saja sih soalnya kan mereka baik banget sama Mikayla, dan mau bertanggung jawab atas ulahnya itu.
"Mika ada yang naksir di sekolah?" ucap keduanya kompak.
"Apa maksud kalian?" tanya Mikayla tiba-tiba.
Keduanya tersentak dan langsung menyembunyikan surat tersebut, kali ini Mikayla mengerti tentang keanehan Devan dan Niara.
Mikayla kembali duduk dan menatap keduanya dengan penuh selidik, mendapatkan tatapan seperti itu, Devan dan Niara tersenyum konyol dan mengembalikan kertasnya.
Mikayla melirik kertas tersebut dan langsung merebutnya, wajahnya seketika memerah, Mikayla yakin jika mereka telah membacanya karena kertas itu telah terbuka dengan sempurna.
"Cieee .... ada yang naksir nih," ucap Niara.
"Jika kehadiran embun menyejukan suasana pagi, tentu hadir mu menyejukan suasana hati, bila sang mentari hadir menyinari bumi, tentu kaulah yang selalu hadir menyinari hati ini."
Devan mengulang kalimat itu dengan sempurna, seraya memperagakan gerakannya juga, Niara langsung tertawa dan mendorong pelan bahu Mikayla.
"Ada yang jatuh cinta sama Mika nih di sekolah," ucap Niara.
"Siapa ya, pasti orang itu rabun deh soalnya mau sama perempuan yang biasa saja kayak Mika." tambah Devan.
Mata Mikayla seketika membulat, berani sekali Devan mengatainya seperti itu, padahal kata Nina satu-satu perempuan cantik itu ya Mikayla.
"Benar-benar Dev, seprtinya besok kita harus temukan lelaki itu, dan kita kasih kacamata minus ke dia, biar penglihatannya jadi normal."
"Setuju sekali, Ra."
"Apaan sih kalian, jahat banget malah bicara seperti itu, bukannya disuport malah dijatuhkan, teman macam apa kalian?"
Devan dan Niara saling lirik mendengar nada marah dari Mikayka, alih-alih mau meminta maaf, keduanya justru tertawa dengan renyah akibat dari kemarahan Mikayla tersebut.
"Ih .... ngeselin banget sih."
"Suttt, hey ada apa kalian malah ribut?"
Nina tiba-tiba datang dan langsung menengahi, Devan dan Niara langsung menoleh dan tersenyum pada Nina.
"Ada apa?" tanya Nina.
"Itu tuh Bu, Mikayla dapat surat cinta, mana manis banget lagi isinya." ucap Niara.
"Benar Bu, dan sebaiknya Ibu awasi Mika, karena bisa-biaa Mika malah asyik pacaran di sekolah bukannya belajar." tambah Devan.
"Heh .... sembarangan saja kalau ngomong."
Mikayla memukul keduanya bergantian, kenapa mereka harus berkata seperti itu pada Nina, padahal Mikayla juga belum tahu siapa pengirim surat itu.
"Awas ya Mika, kamu harus fokus belajar."
Kalimat Nina berhasil membuat mereka kembali tertawa, dan itu tentu saja membuat Mikayla semakin kesal.
"Awas saja kalian ya."