"sayang, apa yang kau bicarakan? Itu hanya akan menambah luka dalam diri gadis ini."
Pak Wijaya menatap tajam ke arah istrinya memberikan isyarat untuk diam dan jangan membantah.
"Apa kau hamil? Baiklah nanti pengacaraku akan memberikan kunci rumah untukmu dan keluargamu."
Pak Wijaya mengeluarkan selembar cek, lalu menandatanganinya.
Kolom nominal di cek itu masih kosong, dan menyodorkan cek tersebut kepada Aluna.
Hatinya semakin lirih, telah di permalukan oleh pak Wijaya.
Ia benar-benar sudah tak mau berada di tempat itu lagi.
Tanpa memperdulikan segala apa yang telah di berikan oleh ayahnya Bastian. Ia segera berlari ke luar rumah megah itu.
"Aluna tunggu..!!" Panggil Bastian seraya beranjak dari duduknya mengejar Aluna.
Kejadian itu mengingatkan pada kejadian masa lalu yang di alami mantan kekasihnya.
Mungkin Amelia di perlukan oleh kedua orang tuanya sama persis dengan apa yang telah ia lakukan terhadap anaknya.
Hanya ini jalan satu-satunya untuk meredam permasalahan yang akan melebar jika keluarga Wijaya sampai tau , bahwa gadis yang barusan pergi meninggalkan rumah mereka adalah anak perempuan hasil hubungan gelap dengan mantan kekasihnya.
"Kau memang tidak punya hati sama sekali Artha."
Istrinya menghujat perlakuan sang suami.
"Hmm, jaman sekarang orang melakukan apapun demi mendapatkan uang banyak dengan mudah, bahkan sampai rela mengorbankan kehormatannya."
"Tapi dia masih sangat belia?"
"Hah, sejak kapan kau peduli dengan orang yang baru tadi pagi kau kenal. Lantas kau menjodohkannya dengan anakmu.!!"
"Tapi, dia..."
"Ah hhhsstt,,sudah sudah aku tak mau lagi dengar tentangnya."
..
Bastian berhasil mencegat Aluna di depan pintu pagar.
Tangan kanannya memegang erat lengannya.
"Eerrghhhh, lepaskan..!!"
"Tidak Aluna, dengarkan. !! Dengar aku berbicara."
Aluna sepintas memandangi wajah Bastian, lalu segera memalingkan pandangan darinya.
"Apa pun yang telah terjadi padamu, aku tak peduli lagi. Aku hanya ingin merasakan cinta secara perlahan darimu."
"Sudah kak, jangan pedulikan aku. tolonglah aku mohon. Jangan ganggu hidupku lagi."
"Tapi Aluna, sebenarnya aku telah benar-benar suka dan mencintaimu sebelum semua ini terjadi."
"Iya..!! Dan aku terlalu bodoh sampai harus menghindar darimu dengan cara yang salah.!"
"Sudah lupakanlah kejadian itu, karena aku sudah terlanjur cinta padamu."
"Omong kosong..!! kalau hanya sekedar kasihan dengan nasibku. Tak usah kau membangkang perkataan ayahmu.!"
Bastian menarik pergelangan tangannya dengan kuat, sehingga tubuh Aluna tertarik ke pangkuannya.
Ia pun memeluk erat tubuh gadis itu.
Tubuh si gadis terasa hangat nyaman di dada bidangnya.
Memukul-mukul dada Bastian sembari menangis.
"Lepaskan kak, hiks.. lepas."
Pukulan lemahnya perlahan terhenti, mulai menerima pelukan Bastian menenangkan hati dan emosinya.
Derai air mata membasahi dada bidang Bastian.
Merasakan kepedihan yang di alami gadis di pelukannya.
Sedangkan si gadis tak ada tempat lain lagi untuk menumpahkan keluh kesahnya selain dari pelukan kakak kelasnya yang sebenarnya ia benci.
...
Broomm broomm.
Suara bising dari kendaraan yang sudah sangat hapal di telinganya terdengar dari kejauhan.
Aluna mendorong tubuh Bastian melepaskan diri dari pelukannya.
"Aku harus pergi," ucapnya sembari menyeka air mata di pipinya.
Bastian mencium kening Aluna, untuk kali ini ia tak keberatan di cium olehnya.
"Aluna, besok aku tunggu di sekolah."
Gadis itu meninggalkan orang yang di bencinya, dengan melemparkan senyuman manis meski wajahnya masih terlihat pilu.
Motor yang di kendarai oleh seorang pria yang tak lain adalah Nathan berhenti di depannya.
"Kau disini rupanya, apa kau baik-baik saja?"
Aluna tak mau menjawab pertanyaan dari Nathan. Segera naik di belakang jok motor sang kakak.
Padahal kakaknya sangat ingin menghajar orang yang ada di depan pagar rumahnya.
"Apa yang ia perbuat terhadapmu?"
"Sudah cukup kak, jangan menambah permasalahan lain lagi. Aku hanya ingin pulang ke rumah."
"Aku harus memberinya pelajaran, agar tak berani macam-macam lagi. Kau tunggu disini"
Nathan kemudian turun dari motornya, berjalan mendekati Bastian. Yang masih tegak berdiri.
"Kak, sudah ayo kita pergi.!!"
Aluna mengikutinya dari belakang ikut turun pula dari motornya.
Nathan tak menggubris panggilan si adik. Langkahnya terus tertuju dan terhenti di depan seorang pria yang pernah ia lawan sebelumnya.
Kepalan tangannya sudah gatal ingin menghajar si penculik semenjak kehilangan jejak sang adik,
Wajah mereka saling menatap tajam satu sama lain.
"Kali ini aku benar-benar muak dengan perilakumu.!!,"
"Hah, apa yang kau inginkan? Cepat lakukan saja"
Brakk.
Tak mau berbasa-basi lagi Nathan langsung menghajar muka Bastian.
Tubuh sempoyongan terkena hantaman kepalan tangan Nathan.
"Aaaahhhhh, jangan kak..!! Aluna menjerit histeris melihat kakaknya memukul Bastian.
Hantaman berikutnya di lancarkan sekali lagi di tempat yang sama.
Brukk.
Memukul mundur dan terjatuh di atas tanah.
Bastian tak mau memberikan perlawanan terhadap orang yang memukul wajahnya.
Ia menyadari bahwa ia telah salah, dan pantas menerima pukulan dari Nathan.
"Kenapa kau diam saja, bedebah?!! Ayo lawan aku.!!"
Aluna berlari ke arah Bastian yang tersungkur di atas tanah menghalangi dirinya menjadi tameng dari orang yang akan menghabisinya.
"Apa yang kau lakukan Aluna.!!"
"Sudah kak, aku gak mau melihat kalian bertengkar lagi karena ulahku."
"Biarkan dia menghabisi nyawaku Aluna, jika memang itu bisa membuat hatimu tenang dan mengembalikan keceriaanmu."
Sahut Bastian di belakang dirinya.
"Aarrggh, apa yang kalian bicarakan.!!"
"Kak Nathan, aku mohon jangan sakiti dia lagi. Semuanya sudah cukup aku juga baik-baik saja."
Perlahan emosinya memudar, kepalan tangan yang siap untuk meninju dari atas kembali tenang damai mundur kebawah.
Nathan menunda niatan hati untuk menghajar lagi orang yang telah menculik adiknya.
Ia segera meraih pergelangan tangan adiknya. Menuntun melangkah dan menaiki kendaraan bermotor roda dua nya.
Mereka segera berlalu menghilang dari pandangan Bastian yang masih terkulai di atas tanah.
Mengusap dagu yang sedikit ternodai darah segar yang keluar dari mulutnya.
"Kalau bukan karena adikmu, pasti telah ku patahkan tulang lehermu. Sialan."
.....
Aluna termenung menungkupkan badan memeluk punggung kakaknya dari belakang.
Desiran angin jalanan mempermainkan rambut panjangnya yang acak-acakan.
Tak sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.
Hingga tibalah kendaraan roda dua yang mereka naiki di depan rumahnya.
Ibunya telah menunggu semalaman suntuk sampai-sampai ia tak tidur mengkhawatirkan si anak gadisnya.
Setelah turun dari motor, ia segera berlari ke pelukan mamanya.
"Mama..!!"
"Aluna, kau kemana saja semalaman? Apa kau baik-baik saja nak? Mama sangat cemas."
mencium kening lalu mengusap paras putih kemerahan si anak gadis kesayangannya.
Jemari ibunya sedikit basah ketika mengusap pipinya.
"Kau menangis nak? Maafkan ibu yang tak bisa berbuat apa-apa ketika kau menghilang."
Kembali mendekapnya erat di pelukannya.
.
.
.
.
.
.
Cilincing 25-07-2022 01:35 am