Setelah kembali ke rumah, Aluna tak langsung di cecar pertanyaan oleh Bu Amel mengenai kehilangan dirinya semalam.
Ia membiarkan anaknya untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya di kamar.
Lagi pula bu Amel juga nampak pucat dan lesu, setelah begadang semalaman bahkan sampai pagi tak beristirahat.
Kepulangan anak gadisnya kembali ke rumah membawa ketenangan dalam diri. Ia pun bisa lega beristirahat melepaskan lelah dan kantuknya.
Begitu pula Nathan, semalaman tak tidur mencari keberadaan sang adik. Untungnya ia di beritahu oleh Bagas mengenai kediaman keluarga Wijaya yang merupakan ayah dari Bastian si penculik adiknya.
Tempo hari mereka telah membicarakan tentang keluarga Wijaya bersama ibunya dan Bagas ketika menjemputnya dari rumah sakit. Ibunya telah berkata bahwa yang melunasi administrasi rumah sakit adalah keluarga Wijaya.
Dari situlah Nathan bisa tahu dan bertanya pada Bagas dimana alamat rumah kediaman keluarga Wijaya.
Dan benar saja adiknya memang ada di tempat itu.
...
Satu keluarga di rumah tempat tinggalnya tengah terlelap di waktu pagi.
Mereka telah lupa dengan aktivitas yang biasa di lakukan di pagi itu.
(Suara ponsel milik Bu Amel berbunyi)
Sudah kali ke tiga ponselnya terus mengalunkan nada panggilan masuk.
Bu Amel segera bangun, meraba-raba permukaan kasur empuk mencari sumber bunyi yang terus berdering.
Matanya masih remang-remang memperhatikan layar ponsel di pegangan tangannya.
"Halo ras.?"
"Halo selamat pagi Bu,"
"Pagi Laras, emmh ada apa?"
"Bu, apa hari ini ibu gak masuk kantor?"
Tangan menyeka sebagian rambut yang menghalangi telinga.
"Oh iya aku lupa ngasih tau kamu, hari ini aku sangat lemas tak bertenaga. Badan juga rasanya gak enak."
"Apa ibu sedang sakit?"
"Iya Laras, tolong ya kamu handle dulu urusanku."
"Tapi Bu hari ini bos besar akan datang."
"Kamu bilang aja, aku sedang sakit."
"Benar Bu aku harus bilang gitu sama pak Wijaya?"
"Iya, kamu tenang aja dia pasti ngerti kok"
"Oh, baiklah Bu. Semoga lekas sembuh."
"Makasih Ras,"
..
Laras agak ragu untuk memberikan kabar pada bos besarnya mengenai kondisi Bu Amel yang sedang sakit.
Ia takut marah jika mengetahui anak buahnya ada yang tak masuk kerja.
Tapi Bu Amel nampak biasa saja ketika memberitahukan kondisinya. Tak ada rasa khawatir atau takut pada bos barunya.
Laras pernah di marahi oleh bos barunya hanya dengan masalah sepele, ia terlambat datang ke kantor hanya lewat lima menit.
Tapi dimata pak Wijaya itu adalah kesalahan yang cukup fatal, ia beranggapan dirinya malas bekerja dengan datang terlambat.
Apalagi masalah yang di anggapnya sangat sepele yaitu tak enak badan.
Jika Laras yang ada di posisinya ia akan memaksakan untuk tetap masuk kantor.
Tapi Bu Amel seolah tak ada rasa takut pada bos barunya yang di kira sangat kejam dan selalu menekan bawahannya.
..
Suasana hening dan tegang di kantor kini selalu menyelimuti keberadaan mereka.
Pak Artha Wijaya memang terkenal sadis dan tegas di kantor. Berbeda dengan bos lamanya pak Andre yang selalu ramah dan memberikan atmosfer kenyamanan ketika bekerja.
Mengharuskan para karyawan untuk merubah kebiasaan lamanya, tak ada lagi senda tawa dan keceriaan di antara mereka ketika hendak memulai aktivitas di perkantoran.
Pak Artha Wijaya telah datang berjalan menuju ruang kerjanya.
Laras segera menyiapkan beberapa berkas yang harus di tandatangani oleh pak Wijaya.
Ia mengantarkan berkas-berkasnya ke meja ruang pak Wijaya.
Sebelum mengetuk pintu ruangan, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Itu dilakukan untuk menyiapkan mentalnya untuk menemui sang bos besar.
"Tok tok tok"
"Masuk ...!!"
Deg
Jantungnya hampir copot mendengar suara keras dari balik pintu menyuruhnya untuk masuk ke dalam.
"Pagi pak."
Menganggukkan leher sembari menyapa bosnya.
"Iya pagi"
Ini pak ada beberapa berkas yang belum bapak tandatangani.
"Taruh saja di atas meja"
Pandangan pak Wijaya tetap fokus menatap layar laptop di depannya.
Menaruh berkas-berkas yang di bawanya di atas meja kerja.
Laras hendak membalikkan badan setelah menaruh bawaannya.
Tapi pak Wijaya segera memberikan pertanyaan padanya.
"Mana Bu Amel?, kenapa kau yang mengantarkannya kesini?"
"Emmhh anu pak, Bu Amel."
Ia ragu dan bingung hendak menjawab apa, tapi ia pasrah dengan jawaban yang akan di berikannya.
"Iya Bu Amel kemana?"
"Bu Amel sa.. sakit pak. Gak enak badan katanya."
Iya menjawab sembari memejamkan mata sesaat. Takut akan reaksi pak Wijaya setelah mendengar jawabannya.
"Oh sakit rupanya. Baiklah kau kembali ke tempat kerjamu.!!"
"Ba.. baik pak"
..
"Fyyiuuhh, syukurlah tak terjadi apa-apa"
Tapi kenapa pak Wijaya tak marah sama sekali terhadap bu Amel.
Ia heran dengan sikapnya yang biasa saja ketika mendengar kabar darinya.
Kalau aku yang berada di posisi Bu Amel mungkin sudah di suruh langsung resign olehnya.
Pasti ada apa-apanya antara Bu Amel dengan pak Wijaya.
Tapi itu tak mungkin mereka baru kenal dan belum terlalu dekat.
Ah, aku tak mau ambil pusing dengan mereka.
...
Pak Wijaya memperhatikan berkas-berkas yang barusan di taruh di atas meja kerjanya.
Pikirannya menerawang pada Bu Amel.
"Tak masuk rupanya, berarti gadis itu benar-benar anaknya."
Pak Wijaya berpikir pasti assisten pribadinya tak masuk karena terlalu mengkhawatirkan anak gadisnya.
Itu hal yang wajar bagi seorang ibu sampai-sampai ia jatuh sakit.
Suasana ruang kantor terasa hambar tanpa kehadiran dirinya.
Lebih baik ia menuntaskan segala urusan kantornya untuk mengusir rasa bosan dan jenuh.
...
Tring (nada pesan WA berbunyi di ponsel milik Aluna)
Tring ,tring, tring, tring
Beberapa pesan lain muncul menyusul. Rupanya beberapa Pesan itu dikirim dari seseorang yang sama.
Tubuhnya masih nyaman di kasur, tangan meraih ponselnya di genggaman. Membuka kunci layar ponsel dengan menekan permukaan layar oleh ibu jarinya.
Notifikasi pesan di atas layar disentuh,
"Kak Farel?"
Aluna menegedip-ngedipkan matanya menjernihkan penglihatan.
"Apa-apaan ini? Apa maksudnya kak Farel mengirim pesan ini?"
Alangkah terkejutnya ia melihat isi pesan yang di terima.
Beberapa pose tak senonoh dirinya nampak di layar.
Dan lebih menjijikkan lagi ia mendapati pose ketika ia telanjang dada dan Farel melumat pucuk merah muda di dadanya.
"Lelaki bajingan, dasar tak punya otak" umpatnya.
Ia segera membalas pesan tersebut.
"Apa maksudnya ini kak?, Apa kau hendak mengancam ku dengan pose ini? Apa mau mu?"
Farel nampak sedang mengetik pesan balasannya.
Tuweeww. (Bunyi pesan masuk di aplikasi pesan yang sedang terbuka)
"Tenang sayangku, aku cuman ingin kau bungkam tentang perlakuan ku semalam"
"Hah apa?!! Enak sekali kau menyuruhku untuk diam. Aku akan segera melaporkanmu ke polisi."
"Oh silahkan, jika ingin aku menaruh pose-pose mu di sosmed. Dan satu lagi."
Aluna bangun dari posisi tidurnya, menanggapi percakapan via WA dengan serius sembari duduk di atas kasur empuknya.
Tuweeww
Sebuah video berdurasi beberapa detik memperlihatkan dua buah bukit kembarnya sedang di jamah dan di remas-remas lalu di hisap kuat-kuat oleh Farel.
Kucuran air mata segera menetes jatuh di layar ponsel.
Dua jemarinya memegangi hidung basah oleh air matanya..
.
.
.
.
.
.
Cilincing 25-07-2022 05:08