Suasana kini mulai panik, Semuanya membantu Liony untuk mengangkat Ibunya ke mobil Sieon. Derai air mata Liony kini tidak bisa berhenti lagi. Harta yang selama ini dia perjuangkan ternyata harus pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya.
"Sieon dan sebagian dari anggotanya mengantar hingga ke rumah kontrakan Liony. Sieon berencana akan bertanggungjawab dengan semua biaya pengurusan mayat Mooji sampai selesai.
Liony menangis tiada henti. Dia kehilangan semangat hidupnya setelah Mooji pergi. Sieon dan anggotanya, selalu memberi semangat pada Liony agar senantiasa tetap sabar dan tegar dalam menerima semuanya.
"Liony, kamu yang sabar, ya! Kita semua harus mengikhlaskan kepergian Ibu. Mungkin bagi Ibu, ini sudah merupakan yang terbaik. Sesungguhnya dia tidak ingin berlama-lama menanggung rasa sakit seperti yang dia derita selama ini," ucap Sieon
"Iya, Pak. Tapi setidaknya Ibu bicara untuk yang terakhir kali pada Liony, Pak."
"Liony, bagaimana mungkin, Ibu bicara? Kamu tahu sendiri bukan? Ibu itu dalam keadaan stroke. Liony, coba kamu ingat! Bukankah kamu bilang, saat kamu mau berangkat kerja, Ibu tidak mau kamu tinggal di rumah? Berarti itulah saat yang dia inginkan untuk bersama kamu dan seakan bicara kalau dia juga sedih harus berpisah dengan kamu," ucap Sieon.
Liony semakin terpukul, dia mengingat saat Ibunya minta ikut dan tidak mau ditinggal olehnya. Tatapan mata Ibunya sangat jelas terbayang lagi di pelupuk mata Liony.
"Andai saja akau tahu Ibu akan pergi selamanya, mungkin satu harian aku akan menggendong Ibu untuk yang terakhir kalinya,"ucap Liony.
"Sudahlah Liony, ikhlaskan saja kepergian Ibu. Kami masih banyak disini yang akan menjaga dan menemani kamu, Liony."
Liony terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sieon dan anggotanya, pergi pulang setelah sore hari. Di rumah kontrakan hanya ada Liony sendiri. Dia duduk termenung sembari memeluk baju-baju Ibunya yang telah pergi.
Liony terbayang masa-masa dulu bersama Ayah dan Ibunya. Dia teringat akan cita-cita Ibunya yang dulu pernah dia dengar saat bicara dengan Ayahnya. Ibunya berencana, akan berusaha agar nantinya Liony tinggal dan menikah di rumah yang bagus, tidak seperti rumah kumuh mereka.
"Ayah..Ibu.., kenapa kalian malah meninggalkan aku di saat aku dalam keadaan tersulit seperti ini?" bathin Liony.
Sembari terdiam dan melamun sendiri, Liony berencana akan menjadikan cita-cita Ibunya yang dulu pernah dia dengar akan menjadi kenyataan. Dia berjanji di dalam hatinya tidak akan pernah menikah sebelum dia menjadikan impian Ibunya menjadi kenyataan.
Liony berdiri. Dia berusaha bangkit dari keterpurukannya. Liony keluar melihat suasana sekitar.
"Setelah Ibu pergi, tidak satupun orang sekitar yang mengerti dengan diriku. Aku tidak mau hidup seperti ini ke depannya. Semua akan aku ubah walau seberat apapun beban yang aku pikul," bathin Liony.
Hari sudah beranjak malam. Liony pergi membeli sebungkus nasi untuk makan malam nantinya. Dia berjalan sembari melihat banyak macam usaha orang sehari-hari. Liony berharap suatu hari nanti, dia bisa mempunyai usaha sendiri layaknya seperti orang lain di sekitar Liony.
Malam berubah menjadi pagi. Liony mengenakan pakaian kerja juga sepatu but lengkap dengan helm pengaman. Dia berjalan hingga sampai ke lapangan kerja.
Di lapangan, semua sengaja menyambut Liony dengan penuh keceriaan. Mereka ingin Liony bangkit dan bersemangat kembali.
"Hai Liony..!"
Liony membalas dengan senyuman. Dia malah langsung mengajak semuanya untuk mulai bekerja. Para pekerja, sangat bangga melihat semangat Liony kini telah kembali.
Di tengah sibuknya bekerja, Sieon sudah datang dan melihat Liony bekerja seperti biasanya. Dia sungguh kagum dan bangga dengan jiwa yang kuat bagi seorang Liony.
Seketika Sieon teringat dengan rencananya dengan Yen Yi yang akan memberikan sesuatu pada Liony sebagai bentuk terimakasih. Saat itu juga, Sieon menghubungi Kakaknya agar segera datang ke lokasi proyek.
"Hallo..!"
"Iya, Sieon. Ada apa?" jawab Yen Yi.
"Kakak, sebaiknya Kakak datang ke lapangan proyek. Kebetulan, sekarang Liony ada disini."
"Bukankah, kita telah sepakat untuk datang ke rumahnya, Sieon?"
"Kakak, Ibu Liony baru saja meninggal. Sekarang ini dia tinggal sendiri. Menurutku, Kakak lebih baik datang segera! Ini adalah waktu yang paling tepat untuk membantu Liony."
Yen Yi terdiam. Dia prihatin dengan kondisi Liony sekarang ini. Yen Yi berdiri dan langsung naik mobil pergi ke lokasi proyek Sieon.
Sieon sudah lama menunggu. Dia bolak balik melihat ke arah jalan raya. Saat mau memanggil Liony, Sieon telah melihat mobil Kakaknya Yen Yi sudah masuk ke lokasi proyek tersebut. Sieon berjalan menyambut kedatangan Kakaknya yang sudah turun dari mobil
"Kakak..!"
"Sieon, mana Liony?"
"Dia masih bekerja, Kak. Sebentar lagi waktunya mereka akan istirahat. Sebaiknya kita masuk ke ruangan itu! Disana, kita akan lebih leluasa untuk bicara," jawab Sieon.
Tidak berapa lama kemudian, semuanya sudah datang dan mengambil tempat masing-masing untuk istirahat.
"Liony..!"
Liony melihat Sieon memanggilnya dari kejauhan. Dia berbalik dan menemui Sieon dengan seorang lelaki yang ada disampingnya.
"Liony, Ini adalah Kakakku yang bernama Yen Yi."
Liony melihat dan teringat kembali dengan nama yang ada di kartu nama yang dia temukan di dalam tas. Sembari berjabat tangan, Liony menyumbangkan senyuman manis pada Yen Yi.
"Kalau di lihat, anak ini cantik bila didandan dengan rapi," bathin Yen Yi.
"Yen Yi, aku datang kesini ingin mengucapkan terimakasih pada kamu dengan tas yang kamu temukan, aku ingin memberikan sejumlah uang ini sebagai ucapan terimakasih pada kamu," ucap Yen Yi.
"Oh..tidak, Pak. Aku tidak ingin menerima apapun dari Bapak. Aku juga ikut senang bisa membantu Bapak untuk menemukan kembali semua yang telah dirampok oleh orang yang tidak bertanggungjawab," jawab Liony.
"Tapi...! Kami akan merasa senang bila kamu bisa dan mau menerima ini," ucap Yen Yi.
"Tidak, Pak. Aku masih bisa bekerja, dengan diijinkannya aku bekerja disini saja, aku sudah merasa senang, Pak." jawabnya.
Sieon dan Yen Yi saling berpandangan. Mereka tidak puas dengan penolakan Liony. Yen Yi terdiam sejenak. Dia tiba-tiba teringat dengan kondisi Liony yang tidak mempunyai rumah.
"Liony, bagaimana kalau kami memberikan kamu sebuah rumah? Bukankah kamu sangat membutuhkannya, Liony?"
Liony terdiam sejenak. Dia berpikir, sebenarnya dia butuh rumah tersebut walaupun dengan keadaan sederhana. Namun bila dia langsung menerima tawaran itu, dia berpikir dia belum berhasil memenuhi keinginan Ibunya.
"Bagaimana, ya?" Ucap Liony.
"Ayolah, Liony! Kami mohon kamu tidak menolak pemberian kami, agar kami puas mendapatkan kembali barang berharga kami yang telah hilang."
"Begini saja, Pak. Bagaimana kalau sekiranya Bapak mau memberikan aku lapangan kerja?" ucap Liony.
"Liony, kamukan sudah bekerja disini. Kamu kenapa lagi mau minta lapangan kerja yang lain?" ucap Sieon.
"Pak, aku ingin bercita-cita ingin membangun rumahku sendiri dan dari hasil keringatku sendiri demi untuk memenuhi keinginan Ibu selama ini, Pak."
Sieon dan Yen Yi kembali berpandangan. Mereka salut dengan kepribadian Liony yang sangat kuat dan mempunyai Visi dan Misi tersendiri dalam kehidupannya.