Di pagi hari, tepatnya di ruangan Liony yang berada di Rumah Sakit. Sozy, yang bekerja merawat Liony, kini terlihat tulus dan sabar dalam mengerjakan tugasnya. Sesekali dia terlihat menyapa Liony, seakan ingin membuat Liony jadi lebih bersemangat.
"Hai, Liony! Bagaimana keadaan kamu pagi ini? Tentunya kamu sudah bertambah sehat, kan? Jelas dong, Kamu itu sangat kuat, Liony. Kamu masih punya cita-cita yang tinggi, sehingga kamu tidak akan mau sakit berlama-lama, bukan?"
Mata Liony terus memandangi Sozy. Dia melihat orang yang sedang bersamanya itu sangatlah baik. Semangat Liony kini bertambah. Dia akan terus berjuang melawan penyakit. Bila memang wanita itu memang bersifat seperti yang dia lihat, dia akan menjadikan Sozy jadi saudaranya dan akan selamanya tinggal bersamanya.
"So_o_zy..!"
Liony berusaha bersemangat memanggil nama Sozy, Dia ingin berbicara dan bercerita walaupun dengan pelan dan perlahan.
Mendengar namanya dipanggil, Sozy berbalik dan melihat wajah Liony. Dia tidak percaya kalau orang yang sedang dia rawat sudah bisa memanggil namanya.
"Ada apa, Liony? Kamu memanggilku?"
Liony mengedipkan matanya. Dia tersenyum melihat Sozy mendekat dan duduk disampingnya. Liony langsung memegang tangan Sozy. Dia berharap, Sozy mau dan bisa menjadi teman sekaligus saudaranya untuk tinggal serumah dengan dia.
"Maukah kamu jadi saudaraku? Aku tidak punya siapa-siapa di dunia ini, Sozy."
Sozy terkejut dengan penuturan Liony. Dia kasihan dan berlinang air mata mendengar pengakuan Liony pada dirinya. Sozy jadi teringat dengan kisah hidupnya yang menjadikan dia harus pergi ke kota dan bekerja jadi apa saja demi menyambung hidupnya.
"Liony, aku mau jadi saudara kamu. Sekalipun kamu tidak meminta, aku sudah menganggap kamu jadi saudaraku," jawabnya.
Sembari tersenyum, Liony bahagia dengan jawaban Sozy. Tetapi dibalik semuanya, dia juga penasaran dengan pribadi Sozy yang sebenarnya.
"Sozy, apa kamu punya keluarga?"
Sozy terdiam. Dia terkejut dengan pertanyaan yang dilayangkan Liony pada dirinya.Dengan mengingat masa lalunya, Sozy mencoba tenang dan bercerita jujur pada Liony tentang siapa dirinya sebenarnya.
"Liony, sewaktu kecil, Ayahku sudah meninggal. Aku hanya hidup berdua dengan Ibuku. Saat aku berusia enam belas tahun, Ibuku menikah dengan seorang lelaki yang bekerja sebagai pedagang di sebuah pasar. Dagangan Ayah tiriku lumayan terkenal dan ramai pengunjung. Tapi lambat laun, uang hasil usaha mulai menipis akibat kebiasaan judi yang dilakukan oleh Ayah tiriku."
"Lantas?" Liony terlihat terbawa perasaan dengan cerita Sozy.
"Dengan ekonomi yang merosot, Ayahku juga jadi terlilit hutang kemana-mana. Setiap hari Ibuku di teror dan disalahkan oleh suruhan berbagai orang karena hutang Ayahku yang belum lunas. Akibat pikiran dan beban hidup, Ibu jadi sakit-sakitan dan tidak lama kemudian, Ibuku juga meninggal."
Sozy bercerita dengan tetesan air mata yang sama sekali tidak bisa berhenti. Dia sangat sedih mengenang kisah hidupnya tersebut.
"Sozy, lanjutkan cerita kamu!"
"Setelah Ibu meninggal, dua orang saudara tiriku sangat jahat padaku. Demikian juga dengan Ayah tiriku tersebut. Mereka tidak punya hati menyerahkanku sebagai bayar hutang pada seorang kaya raya."
"Apa yang terjadi dengan kamu selanjutnya, Sozy?"
"Aku dipaksa kawin dengan lelaki tua itu. Di dalam rumah juga aku selalu dipekerjakan layaknya pembantu. Aku tidak tahan, Liony. Sehingga suatu hari aku berpikir kabur dari rumah itu. Dengan mengendap-endap, aku berjalan ke pinggir jalan dan berhasil hingga ke tempat Pak Lin."
Liony kasihan, dia juga berlinang air mata mendengar kisah Sozy tersebut. Liony jadi bertekat keras untuk berjuang hidup dan menjadikan Sozy jadi Kakaknya.
Lima hari kemudian, Liony sudah dinyatakan sembuh dan sudah bisa pulang. Sozy menghubungi Sieon dan Yen Yi untuk mengatakan tentang kabar bahagia tersebut. Sembari menyusun perlengkapan, Liony dan Sozy sudah duduk sembari menunggu kedatangan Sieon dan Yen Yi.
Langkah kaki keduanya kini terdengar mendekati ruangan Liony. Yen Yi dan Sieon masuk dan melihat keduanya sudah siap untuk pulang.
"Hai, Liony. Kamu sudah sehat? Wahh.. satu keberhasilan yang luar biasa," ucap Yen Yi sembari tersenyum melihat keduanya.
"Sieon, sepertinya semua sudah beres. Sekarang kamu pergi bayar semua biaya Rumah Sakit agar kita segera mengantar Liony pulang."
Tidak berapa lama kemudian, Sieon datang. Semuanya sudah siap keluar dari Rumah Sakit. Seketika, Yen Yi teringat dengan Sozy.
"Sozy, kamu ingin diantar pulang ke rumah kamu atau ke tempat, Lin?"
"Tidak, dia tidak kemana-mana. Mulai sekarang dia sudah jadi Kakakku dan sudah jadi saudaraku tentunya akan tinggal bersamaku di rumah," sambung Liony.
Sieon dan Yen Yi saling berpandangan. Mereka tidak yakin dengan apa yang baru saja mereka dengar keluar dari mulut Liony. Yen Yi seketika berhenti berjalan dan berbalik melihat Liony.
"Liony, kamu berkata apa? Apa aku tidak salah mendengar?"
"Tidak, Pak. Aku sudah tidak punya siapa-siapa. Aku ingin tinggal bersama dia di rumah."
"Apa kamu setuju, Sozy?"
"Iya, Pak. Aku mau tinggal dan bekerja bersama Liony," jawabnya.
Kebahagiaan diantara sesamanya terlihat nyata. Sieon dan juga Yen Yi bahagia mendengar kabar tersebut. Dengan penuh roman keceriaan dari wajah mereka, Yen Yi memutar mobilnya hingga mereka sampai ke rumah Liony.
"Ayo, Sozy. Sekarang kamu masuk! Mulai saat ini, rumah ini sudah jadi tempat tinggal kita berdua. Apakah masih ada barang kamu yang ketinggalan di tempat yang lama?" Liony bertanya dengan sangat terbuka.
"Tidak, Liony. Selain barangku ada di dalam tas ini, aku tidak punya apa-apa lagi," jawabnya.
"Ya, sudah. Kalau begitu kita gunakan apab yang ada saja. Kalau nanti kita sudah punya rejeki, kita bisa beli keperluan lain yang kita butuhkan," ucap Liony.
Sozy terharu dengan kebaikan Liony. Dia langsung memeluk Liony sebagai ungkapan kebahagiaan hatinya saat itu. Sieon dan Yen Yi ikut bahagia. Mereka terharu melihat kekompakan keduanya layaknya Kakak Adik.
"Liony, kami sungguh bahagia melihat kekompakan kalian, kami juga merasa tenang dengan adanya teman kamu di rumah ini, Liony."
"Pak Sieon, Pak Yen Yi, aku sangat berterimakasih dengan kebaikan kalian yang selama ini selalu siap membantuku. Mudah-mudahan, mulai besok, aku juga sudah bisa melanjutkan pekerjaanku yang sudah tertunda beberapa hari," ucap Liony.
Setelah semuanya beres, Sieon dan Yen Yi permisi pulang. Liony dan Sozy kini duduk berdua sambil mengupas kembali kenangan masing-masing dari mereka.
"Liony, apa Ibu kamu sudah lama meninggal?"
"Sudah lebih dari lima bulan, Sozy. Dia adalah harta berhargaku yang tidak bisa dinilai harganya. Aku juga masih ingin mewujutkan keinginan Ibu yang belum bisa dicapainya selama hidup. Ibuku adalah orang terhebat yang mampu membesarkanku di sela pahitnya kehidupan ekonomi keluarga kami," ucap Liony.
"Kenapa nasip kita seperti ini ya, Liony?"
"Entahlah, Sozy. Kita harus bertekat dengan kuat, agar bisa bangkit dan mengubah hidup kedepannya," ucap Liony.