Seminggu sudah, Sozy sudah serumah dengan Liony. Layaknya Kakak Adik, keduanya terlihat akur dan saling menyayangi satu sama lain. Di pagi hari, Liony terlihat sudah berpakaian rapi dan siap berangkat kerja. Tanpa sengaja, mata Sozy melihat Liony berdiri di depan kaca rumah tersebut.
"Liony, kamu mau kemana?" Sozy berteriak sembari mendekati Liony.
"Kakak, aku merasa badanku sudah sehat. Mulai hari ini, aku harus bekerja kembali untuk mencari biaya hidup kita," ucap Liony.
"Tapi, aku tidak akan merasa tenang bila harus tinggal di rumah ini tanpa memiliki penghasilan tambahan untuk biaya hidup kita, Liony."
Liony menggelengkan kepalanya. Dia sangat tahu tentang perasaan Sozy saat itu. Sebagai orang yang paling berhak di rumah tersebut, Liony berusaha menenangkan Sozy.
"Kakak, kamu jangan berkata demikian! Aku sangat paham dengan perasaan kamu sekarang ini. Untuk hari ini, biarlah aku sendiri yang akan pergi bekerja. Lambat laun aku juga akan mencari pekerjaan yang cocok buat Kakak," ucap Liony.
Sozy salut dengan ucapan Liony. Dia tidak menduga kalau dia akan berjumpa dengan orang berhati malaikat seperti Liony. Dengan rasa bahagia, Liony dan Sozy berpelukan. Rasa kekeluargaan diantara keduanya sangat jelas terbukti nyata.
Sozy hanya bisa memandang Liony dari depan pintu. Dia salut dengan kebaikan Liony pada dirinya. Sembari masuk, Sozy teringat kembali dengan masa suramnya karena kelakuan Ayah tirinya. Dia juga masih merasa khawatir, bila nantinya dia berhasil ditemukan kembali.
"Aku tidak boleh berpikiran bodoh. Aku sudah bersyukur telah mempunyai saudara yang sangat baik dan bisa menerima aku apa adanya." bathin Sozy.
Di lokasi bangunan, terlihat anak buah dari Liony sudah hampir menyiapkan Ruko yang selama ini dia rancang. Liony menatap dan memperkirakan kalau dalam waktu seminggu, semuanya akan siap sempurna seperti yang dia rancang. Sembari melihat kondisi bangunan, Sieon dan Yen Yi juga sudah datang ke lokasi. Sieon menatap dari kejauhan dan melihat Liony sudah berada di tempat.
"Kakak, Yen Yi, lihatlah! Bukankah yang berdiri di depan toko itu adalah Liony?" Sieon menunjuk ke arah tersebut.
"Benar, Sieon. Aku sangat senang melihat dia sehat dan kembali bekerja seperti biasa," ucap Yen Yi.
Mobil Sieon berhenti di depan Liony. Liony melihat kedua Bos besarnya sudah turun dan datang mendekatinya. Liony tersenyum ramah menyambut keduanya. Dia mengajak keduanya bercerita tentang Toko yang tidak akan lama lagi akan segera siap.
"Pak, Yen Yi. Dalam waktu seminggu lagi, Toko ini akan segera siap. Bagaimana menurut Bapak? Apakah ada kekurangan dan kejanggalan dalam bangunan ini?" Liony bertanya dengan penuh harapan baik pada Yen Yi.
"Liony, kalau boleh aku jujur, aku akan berkata No Coment pada kamu. Sebagai Arsitek lama, aku juga salut dengan cara kerja kamu yang mungkin saja belum bisa dikerjakan olehku," jawab Yen Yi.
"Benar, Liony. Semua orang salut pada kamu. Percayalah! Dengan hasil bangunan pemula yang kamu rancang ini, dalam waktu dekat kamu akan mempunyai nama di kalangan masyarakat bawah maupun atas."
Liony hanya tersenyum tipis. Dia beranggapan kalau Sieon dan Yen Yi sudah memujinya secara berlebihan. Sembari menatap kembali bangunan yang sedang dikerjakan oleh anggotanya, Dia berpikir mencari warna apa yang paling bagus dan paling cocok untuk bangunan tersebut.
Sieon dan Yen Yi berpandangan. Mereka heran karena Liony tidak sedikitpun menanggapi pujian mereka. Dengan menggelengkan kepalanya, Yen Yi mengambil sebuah kertas dari dalam tasnya.
"Liony, kalau kamu sudah menyiapkan bangunan inj, kamu bisa pelajari dulu bangunan yang ada di kertas ini. Aku ingin kamu yang akan mengerjakan borongan ini," ucap Yen Yi.
Liony terkejut dengan ucapan Yen Yi. Dia berbalik dan melihat kertas putih yang ada di tangan Yen Yi. Sembari menerima dan melihatnya, Liony menanyakan darimana borongan tersebut.
"Pak Yen Yi, kenapa Bapak begitu mempercayakan semua ini padaku dengan sangat penuh? Apakah Bapak tidak takut bila proyek ini nanti jadi gagal dan tidak membuahkan hasil?" Liony menatap wajah Yen Yi.
Yen Yi menatap Sieon. Dia merasa aneh dengan pertanyaan Liony. Seharusnya Liony jadi bangga, tapi saat itu dia malah berbalik bertanya seakan ada perasaan yang janggal dihatinya. Dengan menghela napas yang panjang, Yen Yi menerangkan semuanya pada Liony.
"Liony, aku bisa percaya sama kamu, karena aku dan juga Sieon sudah melihat dan bisa menilai cara kerja kamu yang sangat bagus dan bisa dibilang sempurna. Kamu jangan khawatir, aku mendapatkan proyek ini dari banyak rekan kerja yang saling membantu dan saling mengisi satu sama lain."
Liony terdiam sejenak. Dia mulai lega dengan penjelasan Yen Yi tersebut. Sembari membuka kertas itu kembali, Liony bermaksut ingin memperlajarinya terlebih dahulu. Dengan melihat Liony lega, Kedua Kakak Beradik itupun permisi untuk melihat proyek lain yang sedang mereka tangani.
******
Di rumah Liony, Sozy terlihat sedang membersihkan semua bagian dalam dan luar rumah. Dia terlihat bersemangat, karena dia sangat yakin bahwa Liony tidak akan punya banyak waktu untuk pekerjaan tersebut. Saat lagi asiknya mengangkat sampah. Dia tidak sengaja melihat teman dari Ayah tirinya yang sangat kenal dengan dia, berada di depan rumah Liony sedang membeli sesuatu di warung.
Sozy langsung takut dan menyembunyikan wajahnya dengan jacket yang sedang dipakainya. Secara bersamaan lelaki tersebut juga melihat ke arah Sozy. Dia mengerutkan keningnya dan merasa seakan kenal dengan perawakan wanita yang ada di depan matanya.
"Sepertinya aku kenal dengan wanita itu, tapi siapa ya?" Lelaki itu terlihat kebingungan. Dengan berpikir sejenak, Lelaki itu tidak melihat lagi keberadaan Sozy. Dia sudah masuk dan mengintip lelaki tersebut dari kaca jendela. Karena kehabisan akal dan tidak ingat dengan wanita tersebut, lelaki itu juga memutuskan untuk pergi dari warung tersebut.
Melihat lelaki itu telah pergi, Sozy jadi merasa tenang. Dia kembali ke kamar dan membereskan pekerjaan yang dari tadi masih belum siap. Sembari melipat kain, Sozy jadi berpikir kalau dalam waktu dekat, keberadaannya akan diketahui oleh anggota dari Ayah tirinya. Dia tidak mau dan tidak menginginkan kejadian tersebut terulang kembali.
"Apa yang harus aku lakukan? Mungkinkah aku harus pergi lagi dari rumah ini?" bathin Sozy.
Dengan menarik napas yang dalam, dia mencoba menenangkan pikirannya dan melanjutkan tugasnya kembali. Saat lagi asik melipat kain yang baru saja diangkat, Sozy tiba-tiba mendengar ketukan pintu dari luar. Sontak Sozy jadi semakin takut dan semakin khawatir. Dia berpikir kalau lelaki tadi telah datang dan berhasil menemukan keberadaannya.
Sozy tetap diam. Dia tidak mau bergerak juga membuka pintu. Suara ketukan rumah semakin terdengar kuat, Sozypun semakin menciut dan tidak tahu berbuat apa lagi.
"Bagaimana ini? Aku takut, dan tidak berani untuk membuka pintu tersebut," bathin Sozy.