Sebungkus nasi beserta satu karung barang bekas, sudah di bawa oleh Liony. Dia menaruh karung tersebut di dalam gerobaknya. Liony melihat Ibunya. Dia membuka sebungkus nasi yang akan dia bagi bersama Ibunya untuk makan malam.
"Ayo makan, Bu!"
Liony menyuap makanan pada Ibunya. Dia sabar membujuk Ibunya, seperti halnya anak kecil yang rewel dan malas makan. Tidak jarang banyak makanan jatuh dari mulut Mooji. Liony tetap saja sabar dan membersihkan Ibunya.
"Ibu, apakah Ibu sudah kenyang?" tanya Liony.
Mooji terlihat mengedipkan matanya pertanda dia sudah kenyang.
Malam hari telah tiba, kini keduanya sudah tidur bersama di atas kasur lapuk dan kumal tersebut. Liony sangat lelap, membuat dia tidak sadar kalau hari pagi telah tiba kembali.
Liony panik karena terlambat bangun. Dia berlari membeli sebungkus nasi untuk mereka pagi itu. Baju dan sepatu juga dipakai dengan terburu-buru, hingga Liony pamit dan pergi berangkat kerja.
Saat di lapangan, Liony melihat Bos Seion sedang bicara lewat ponselnya. Liony mendengar, sepertinya Sieon sedang ada masalah. Liony langsung mengambil posisi bergabung dengan yang lain.
Di tengah sibuknya bekerja, Sieon masih saja sibuk menjawab panggilan yang bolak balik datang. Liony sempat berpikir, ada apa dengan Bos Sieon. Tidak berapa lama kemudian, Sieon mendekati mereka yang sedang bekerja. Dia menyuruh Liony dan yang lainnya untuk segera berkumpul.
"Perhatian semuanya, kalian berhenti dulu bekerja karena aku ada informasi yang mendadak."
Anggota dari Sieon sudah berkumpul semuanya, dia mengabarkan pada semua anggotanya yang ada disana.
"Dalam lima hari kedepan, aku tidak bisa hadir. Aku ada keperluan terkait ada masalah dengan keluargaku, Aku harap kalian bisa bekerja mandiri dengan semua bahan yang sudah aku siapkan."
Liony penasaran. Dia melihat seperti ada kekhawatiran yang amat serius sedang dialami oleh Sieon.
"Ada apa, Pak Sieon? Kenapa terlihat sangat buru-buru?" ucapnya.
"Liony, saudaraku sedang mendapat musibah. Beliau kehilangan sesuatu yang berharga, warisan orangtua kami," ucapnya.
Semuanya terdiam, mereka ikut prihatin dengan berita yang disampaikan oleh Bos Sieon. Saat itu juga, Sieon pergi meninggalkan semuanya. Liony dan anggota lainnya kembali mengerjakan tugas yang sudah dibagi seperti biasanya.
Matahari sudah mulai condong ke Barat. Liony dan semuanya bubar dan pulang ke rumah masing-masing. Liony mengambil karung untuk memulung barang bekas sembari pulang menyusuri jalan.
"Uang untuk belanja kami sudah habis, belum lagi Bos Sieon sudah pergi, bagaimana mungkin aku punya uang lagi untuk membeli makan malam untuk kami," bahin Liony.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Liony terus mengumpulkan barang bekasnya. Dia berencana akan menjualnya nanti, demi untuk bisa membeli nasi untuk mereka.
Liony berjalan lebih cepat lagi, hingga tidak terasa dia sudah sampai di rumah. Liony memasukkan sebagian barang bekas ke dalam gerobak dan pergi menjualnya ke tempat biasa.
"Sepertinya barang bekas kamu berkurang, Liony?"
"Iya, Kho. Sekarang aku ada pekerjaan lain disamping memulung. Jadi aku tidak bisa mengumpulkan barang bekas sebanyak dulu lagi," ucapnya.
"Syukurlah, Liony. Aku ikut gembira dengan kabar yang kamu ucapkan,"
Liony pulang dengan beberapa lembar uang di tangannya. Dia ingin membeli nasi bungkus dan juga minuman untuk mereka. Saat berjalan menuju warung nasi, Liony melihat seorang ibu yang tua sedang berjalan lemas di depannya.
"Tolong aku, aku lapar..!" ucap wanita tua itu.
Liony melihat dan merasa kasihan pada wanita itu. Dia terbayang, andai saja ibunya dalam kondisi seperti itu. Liony langsung memberikan nasi dan air minum yang baru saja dia beli.
"Ambillah Ibu! Makanlah!" ucap Liony.
"Terimakasih, nak!" jawabnya.
Liony berbalik dan kembali membeli sebungkus nasi lagi untuk mereka. Sisa dari hasil jual barang bekas tadi, hanya tinggal biaya mereka untuk besok saja.
Liony kembali berjalan ke rumah. Dia tidak mau Ibunya harus menunggu lama dan kelaparan. Sepanjang perjalanan, Liony merasa haus. Dia tidak bisa lagi membagi uang untuk membeli minuman.
Liony tetap sabar dan bertahan dalam dahaga. Dia melalui perjalanan hingga sampai ke rumahnya. Liony masuk. Sembari mengintip Ibunya, dia menggantungkan nasi bungkus dan minuman kemudian mandi ke belakang rumah.
******
Sieon sudah sampai di rumah saudaranya. Tempat tinggalnya tidak begitu jauh dari tempat tinggal Sieon. Sembari masuk, Sieon melihat kondisi saudaranya sudah babak belur. Die berlari dan menghampiri saudaranya tersebut.
"Kakak..! Kenapa kakak bisa seperti ini?" ucap Sieon.
"Semuanya telah hilang, Sieon. Aku dirampok dan dipukuli. Semua yang aku punya telah hilang diambil oleh perampok itu," ucapnya.
"Ya..Tuhan. Apa Kakak sudah melapor ke pihak yang berwajib?" tanya Sieon.
"Sudah, Sieon. Mereka sedang memburu pelaku," jawabnya.
Sebagai saudara, dia tidak tega melihat saudaranya diperlakukan seperti itu, belum lagi peninggalan orangtua mereka yang sepenuhnya di pegang oleh Kakaknya.
Sieon membawa Kakaknya ke Rumah Sakit. Dia tidak tega melihat kondisi Kakaknya yang sudah babak belur. Belum lagi dia teringat, kalau Istri dan anak Kakaknya baru saja sebulan meninggal dunia akibat kecelakaan. Kakaknya hanya punya Sieon, untuk mengurus dan membantunya hingga sehat seperti semula.
******
Seperti aktivitas biasanya, Liony pagi itu menyiapkan tugas rutinnya di rumah. Seragam yang di gantung, kini diambil dan dipakai kembali oleh Liony untuk segera berangkat kerja.
Saat melangkah keluar, tiba-tiba dia teringat kembali dengan tas yang dia temukan di tempat sampah. Liony mundur dan melihat kembali ke dalam tumpukan barang bekas yang ada di dalam rumahnya.
"Oh...ternyata masih ada," ucapnya.
Liony kembali melangkah melanjutkan perjalanannya ke tempat kerja. Dia sedikitpun tidak berniat mengambil isi dari tas tersebut, walaupun sudah dalam kesulitan. Sembari berjalan, dia hanya berencana, akan belajar lebih banyak dalam bidang bangunan. Dia berniat, suatu kelak nanti, dia akan mendirikan rumah kecil untuk dia bersama Ibunya.
Setibanya di lapangan, Liony selalu disambut oleh pekerja lainnya dengan penuh ramah tamah. Tidak jarang diantara mereka, selalu membawakan bantuan makanan dan juga pakaian bekas untuk Liony dan Ibunya.
"Liony, bagaimana kabar Ibu kamu?" ucap seorang dari mereka.
"Ibu sudah sehat, Pak."
"Liony.. Hari ini kamu bertugas mengangkat bata ke belakang bangunan, ya!" ucapnya.
"Baik Pak," jawab Liony sembari mengambil wadah untuk bata yang akan dia antar.
Seharian penuh, semuanya disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Hingga matahari mulai condong, mereka bubar dan kembali ke rumah. Dengan pikulan karung berisi barang bekas dan nasi dalam kantongan, Liony sampai di rumahnya.
Liony merasa capek. Sebelum masuk ke dalam rumah, dia didatangi oleh beberapa orang petugas dengan seragam yang sama. Liony heran dengan kedatangan mereka yang sama sekali tidak pernah dilihat oleh Liony.
"Permisi...!"
"Iya, ada apa, Pak?" ucapnya.
"Kami dari pemerintahan setempat, ingin mengatakan kalau daerah ini akan digusur. Kami memberi waktu sebulan ke depan, untuk semua warga agar mencari tempat tinggal baru dan mengosongkan daerah ini," ucapnya.
Bagai tersambat petir, Liony seketika jadi diam, lemas dan tidak berdaya. Dia merasa beban yang ada di depannya, jauh lebih berat lagi.