"Liony, mulai besok kamu bisa datang kesini! Kamu tidak usah khawatir, aku akan membuat pekerjaan yang tidak terlalu berat pada kamu,"
"Maaf, dengan Bapak siapa?" tanya Liony.
"Namaku Seion. Aku arsitek yang sedang mengelola bangunan ini. Kamu tidak usah menghiraukan ucapan banyak orang, yang terpenting pekerjaan kamu bagus dan tidak membuat aku kecewa."
"Terimakasih, Pak Seion. Mulai besok pagi, aku akan datang lebih cepat dari yang lain," ucap Liony.
Seion salut dengan Liony, dia ingin membantu Liony agar bisa menebus biaya Rumah Sakit. Seion yakin dengan Liony. Dia akan memberi kepercayaan penuh untuk mengajari Liony agar bisa meningkat kedepannya.
"Apa kamu ditolak?" sindir para pekerja di lokasi itu.
Liony hanya diam. Dia tidak mau menanggapi ucapan pekerja yang sengaja menyindir Liony dari ucapannya.
"Coba kalian lihat! wanita itu salah tempat dalam mencari pekerjaan," ucap yang lainnya sambil memandangi Liony berlalu dari hadapan mereka.
Pikiran Liony sudah mulai tenang. Untuk sementara, dia sudah bisa menemukan pekerjaannya yang lebih layak. Liony berjalan ke Rumah Sakit, dia ingin melihat keadaan Ibunya.
Tubuh kurus dan pucat terlihat terbaring di tempat tidur Rumah Sakit. Mooji yang tidak berdaya, hanya pasrah dengan keadaannya yang masih koma. Liony membuka pintu ruangan tersebut.
"Ibu, kamu adalah penyemangatku. Aku akan berjuang keras untuk mencari biaya pengobatanmu, Ibu. Cuma kamu harta berhargaku satu-satunya di dunia ini," ucap Liony sambil mengelus rambut Ibunya sembari mencium tangannya.
"Andai saja Ayah masih hidup, mungkin Ibu tidak akan merasakan hidup tersiksa dan koma seperti ini, Bu."
Liony terbayang masa dahulu ketika dia masih kecil, selalu di bawa dan di sayang oleh Ayah dan Ibunya. Kenangan itu, tidak akan pernah hilang dari memorynya sampai kapanpun.
Hari berubah malam. Lionya tertidur di samping tempat tidur Ibunya. Malampun berlalu hingga pagi datang menyapa.
"Aku harus pergi bekerja, semalam aku telah berjanji akan datang lebih cepat dari pekerja lainnya," bathin Liony.
Bermodalkan sendal jepit dan baju seadanya, kini Liony melangkah dengan niat baik meninggalkan ruangan Ibunya. Sembari menyusuri jalan, Liony tidak terasa sudah tiba di lokasi.
Arsitek bangunan terlihat berdiri di samping mobilnya. Dia melihat sembari membuat coretan di sebuah buku yang ada di tangannya. Liony datang menghampiri seraya menyapa.
"Pagi, Pak."
"Eh..kamu, Liony. Aku senang kamu datang tepat waktu sesuai dengan janjimu," ucapnya.
Banyak pekerja yang sudah masuk. Mereka heran melihat Liony sudah bersama Sieon, Bos besar mereka. Diantara mereka, terlihat banyak yang berbisik tentang Liony. Boss besar yang mereka segani, ternyata mengetahui para anggotanya sedang berbisik-bisik.
"Ayo, Liony. Ikutlah denganku!"
Liony berjalan di belakang mengikuti Sieon, menemui anggotanya. Sembari mengumpulkan semua anggotanya yang sudah masuk, dia juga sengaja membuat pengumuman.
"Perhatian semuanya! Mulai hari ini, kita sudah mempunyai anggota baru. Liony namanya. Aku harap kalian jangan pernah mengucapkan sepatah katapun yang membuat dia sakit hati. Kita semua disini sama. Kita semua bekerja keras hanya untuk mencari nafkah untuk kita dan keluarga. Paham semua?"
Semuanya saling bertatapan.Mereka tidak yakin seorang wanita harus bekerja di tempat itu. Kedipan mata terjalin satu sama lain, seakan menandakan ada sesuatu keberatan dari mereka.
"Ada pertanyaan?"
"Begini, Pak. Bukannya kami tidak setuju, tapi bagaimana bisa seorang wanita bekerja berat seperti ini? Bukankah resikonya sangat besar, Pak?"
"Penting untuk kalian ketahui, pertama kali, aku juga berpikir demikian. Semenjak Liony mengatakan dia mau bekerja seberat apapun demi Ibunya yang sedang koma di Rumah Sakit, aku jadi kasihan dan prihatin padanya. Aku harap kalian juga bisa mengerti situasi Liony. Kalian bekerjalah dengan hati! Berikan dia pekerjaan yang sama sekali tidak membahayakannya."
Semuanya saling berpandangan, rasa keberatan jadi berubah jadi rasa iba. Mereka langsung bubar dan mengajak Liony bergabung dengan mereka. Liony ditugaskan oleh mereka hanya mengantar semen yang sudah tercampur aduk ke pekerja lainnya. Mereka tidak mengijinkan Liony untuk naik dan beresiko pada dirinya.
Satu hati sudah Liony bekerja. Semuanya suka dengan cara kerja Liony yang rajin, kuat tentunya ramah tamah pada sesamanya. Kekompakan diantara mereka begitu cepat terjalin, hingga Liony sudah mereka anggap sebagai adik terkecil di tempat tersebut.
Saat sore hari, Liony dan pekerja lainnya bubar dan ingin pulang ke rumah masing-masing. Seion, Arsitek dari bangunan itu melihat Liony berjalan.
"Liony...!" Seion memanggil Liony yang ingin berjalan pulang.
"Iya Pak, jawab Liony sembari datang mendekati Sieon.
Sieon mengeluarkan lembaran uang kertas dari dalam kantongnya. Dia memberikan upah keringat Liony selama satu hari bekerja. Sieon sangat paham dengan kondisi Liony yang tidak mungkin menunggu gaji Mingguan dari dia.
"Liony, ini ada upah keringat kamu. Penuhi janjimu pada Dokter untuk memberikan uang perhari demi biaya pengobatan Ibu kamu," ucap Sieon.
Liony menerima uang tersebut dan permisi pulang pada Sieon. Sembari menatap Liony, Sieon salut dengan kegigihannya dalam bekerja yang tidak pernah mengeluh.
Liony pergi ke rumahnya terlebih dahulu. Dia mandi dan menukar pakaian, baru berangkat ke Rumah Sakit. Liony menggemgam uang yang dia dapat dari hasil kerjanya. Dia terlihat begitu semangat ingin memberikan uang tersebut pada Dokter yang menangani Ibunya.
Pintu ruangan di buka. Dia melihat Dokter sedang memeriksa Ibunya. Liony mendekat dan melihat keadaan Ibunya yang hanya bisa bernapas tanpa mengetahui apa-apa.
"Bagaimana kondisi Ibu saya, Dokter?"
"Liony, kita harus tetap sabar dan terus berdoa. Semoga Ibu kamu bisa sadar dengan secepatnya. Kami dari pihak Rumah Sakit selalu memberi penanganan terbaik agar pasien bisa sembuh, Liony."
"Pak Dokter, ini ada sejumlah uang untuk cicilan pengobatan Ibu. Aku harap, Pak Dokter bisa mengerti dengan keadaan kami membayar semua biaya Ibu."
"Baiklah Liony, aku bangga dengan kepribadianmu yang jujur dan pekerja keras. Kamu tidak perlu khawatir, dan percayakan padaku untuk menangani Ibu kamu," ucap Dokter.
"Terimakasih, Pak Dokter. Aku sangat bersyukur bertemu dengan Dokter yang paham dengan kondisi kami,"
Dokter keluar dari ruangan. Liony kembali melihat Ibunya. Sembari mengelus rambutnya, Liony berlinang air mata melihat kondisi Ibunya. Walaupun dalam kondisi lumpuh, Liony ingin Ibunya tetap ada bersamanya mengarungi kehidupan di kala suka maupun duka.
Liony membuka sebungkus nasi yang dia beli di luar. Dia sangat ingin menyuap nasi tersebut pada Ibunya. Tapi karena kondisi, Liony malam itu hanya bisa menikmati sendiri sebungkus nasi tanpa berbagi seperti biasanya.
"Ibu, sembuhlah! aku tidak ingin melewati hari-hariku, tanpa ada Ibu disampingku," bathin Liony sambil menahan sakit saat menelan nasi karena tangisan di hatinya.